Mohon tunggu...
Florenshya Badiang
Florenshya Badiang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Mahasiswa

Tidak ada kata terlambat untuk belajar dan mencoba.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Permendikbud 30 sebagai Rumah Hukum Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus

19 Januari 2022   16:22 Diperbarui: 19 Januari 2022   17:09 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Artikel Haris Fadhil di DetikNews (15/11) (Fadhil 2021) menyoroti betapa pentingnya Permendikbud 30 ini agar dapat dijalankan oleh setiap kampus yang ada di Indonesia.

Informasi yang disampaikan penulis ini sangat jelas bahwa adanya sanksi bagi pihak yang melanggar Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021. Sanki yang tidak hanya mengarah kepada pelaku kekerasan seksual namun kepada pihak kampus yang menolak untuk menjalankan Permendikbud ini akan dikenalkan sanksi salah satunya penurunan akreditasi kampus. Oleh karena itu kampus yang memiliki peran penting ini harus mendukung aturan ini karena dengan adanya Permendikbud 30 seakan menjadi jawaban atas kegentingan yang terjadi akibat kasus kekerasan seksual khususnya dilingkungan kampus, mengingat kasus kekerasan seksual ini dianggap sudah menjadi hal yang biasa padahal seharusnya tidak seperti itu.

Namun bukannya mendukung aturan tersebut tetapi justru masi ada pihak-pihak yang menganggap Permendikbud tidak jelas, yang menimbulkan beragam penafsiran dan bahkan  adanya tudingan terhadap (menteri) Nadiem Makarim melegalkan seksual. ini berdasar dari artikel Andrian Saputra di Republika.co.id (Saputra 2021) terkait kritik Rektor UNU Yogyakarta terhadap Permendikbud, Prof Dr Purwo Santoso mengkritik terkait adanya Satuan Tugas (Satgas) dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi karena menurutnya kampus dalam hal ini wakil rektor serta bidang kemahasiswaan mengurus terkait mahasiswanya. Pemikiran ini pun mengiring kritikan akibat penafsiran terhadap pasal-pasal Permendikbud 30.

Terkait permasalahan penafsiran ini yang bermacam-macam salah satunya yang terdapat dalam pasal 5 yaitu pada salah satu point yang adanya frasa " persetujuan korban" misalnya, pada ayat 2 berikut :

  • Point b : memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban.
  • Point f : mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban.
  • Point g :mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban
  • Point h : menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban.
  • Point j : membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban.
  • Point l : menyetujuih, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mecium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban
  • Point m : membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban.

Beberapa point tersebut yang menjadi perdebatan, namun dalam (Arianti Saptoyo 2021) menjelaskan bahwa angapan atau perdebatan tersebut dibatalkan dan dianggap kesalahan persepsi atau sudut panda kata Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Nizam.

Selain hal tersebut juga kata Prof Purwo bahwa logika (menteri) Nadiem itu logika liberal yang mana fokus acuannya terhadap penafsiran pasal 5 sebelumnya karena menurutnya yang menjadi acuan perasaan dipaksa dan tidak dipaksa sehingga akan menjadi kontroversial.

Hal ini pun di respon oleh (menteri) Nadiem Makarim dalam program Narasi Tv dengan menyatakan bahwa itu fitnah kalau ditujukan kepada dirinya, namun beliau juga dengan tegas menjelaskan bahwa dia siap mendengar satu persatu keluhan-keluhan. Dalam merealisasikan Permendikbud ini juga akan menempatkan satgas-satgas disetiap kampus untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dan agar kampus tidak menutup-nutupi fakta yang terjadi, serta bekerja sama untuk medapatkan saksi-saksi mata atas kejadian tersebut. Dan menjelaskan awal mula akhirnya Permendikbud di bentuk ini dengan tujuan agar korban kekerasan seksual ini mendapat tempat yang aman, dan dilindungi.

Untuk itu pak (menteri) Nadiem Makarim menekankkan kepada kampus-kampus untuk menerima Permendikbudistek No 30 Tahun 2021, serta dengan adanya suara dari mahasiswa diharap peraturaan ini diterima dan dapat berjalan pada setiap kampus.

 Sebagian besar mahasiswa yang telah di wakili dalam acara Narasi Tv ini baik dari UI, UGM, UNRI, dan beberapa kampus lain menyatakan pendapatnya terhadap pemberlakuan Permendikbudistiek ini harus di terima dan sama-sama menjadikan sebagai rumah hukum bagi korban kekerasan seksual. Dari beberapa pendapat tersebut terkhusus dari UNRI perwakilannya memberikan ucapan terimakasih karena telah memberlakukan Permendikbudistek No 30 Tahun 2021, dan berhadap dengan adanya Permendikbudistek ini membantu para korban untuk berani berbicara berani untuk speak up dan mendapatkan perlindungan serta akademik yang baik, karena pada dasarnya para korban adalah pemuda yang mau membanggakan bangsa dan tidak mau karena kasus kekerasan seksual ini menjadi penghalan untuk dapat mewujudkan mimpi dari para korban serta harapan-harapan yang di lanturkan oleh perwakilan UNRI membuat (menteri) Nadiem berespon dengan terharu melihat karena begitu pentingnya peran pemerintah yang sangat dibutuhkan.

Beranjak dari kekerasan seksual yang semakin marak terjadi. Salah satu data yang mendukung argument ini yaitu dengan banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi yaitu data pada Catatan Tahun 2021 oleh Komnas Perempuan (Komnas Perempuan 2021, 2) (Kekerasan dirana Komunitas/Publik ) dengan kasus paling menonjol adalah kekerasan seksual sebesar 962 kasus (55%) yang terdiri dari dari pencabulan (166 kasus), perkosaan (229 kasus), pelecehan seksual (181 kasus), persetubuhan sebanyak 5 kasus, dan sisanya adalah percobaan perkosaan dan kekerasan seksual lain.

Dengan sejumlah kasus kekerasan seksual tersebut menunjukan betapa aktivnya kekerasan seksual ini di Indonesia, walau sudah ada Komnas Perempuan serta dengan lembaga perempuan dan anak lainnya tidak menunjukkan adanya perubahan yang signifikan. Banyak orang diluar sana yang bahkan engan untuk membawa kasus ini kejalur hukum karena merasa belum ada pihak hukum yang konsen terhadap hal ini, atau juga karena tidak berani untuk menyampaikannya entah takut terhadap pelaku atau mengalami trauma yang mendalam. Kasus kekerasan seksual yang terjadi baru-baru ini menarik perhatian banyak pihak karena kasus tersebut terjadi dilingkungan Universitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun