Mohon tunggu...
fivi erviyanti
fivi erviyanti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota 19 Universitas Jember

191910501051- S1 PWK Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Meneropong Dinamika Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia

13 Mei 2020   11:23 Diperbarui: 13 Mei 2020   11:36 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Tak ada negara yang tidak pernah berhutang. Bahkan negara besar sekaliber Amerika sekalipun juga punya hutang. Bantuan luar negeri ini sudah menjadi aspek yang wajar dalam konteks ekonomi pendanaan pembangunan. Di jepang misalnya, untuk mengembalikan lagi negaranya yang lumpuh setelah kalah telak pada PD II melakukan hutang luar negeri. 

Hal ini juga dilakukan Jerman yang kalah perang untuk pembangunan negaranya. Negara Indonesia sebagai negara berkembang yang masih banyak membangun berbagai sarana dan prasarana pun tanpa perkecualian juga punya utang.

 Bahkan tak dapat dipungkiri bahwa utang luar negeri (ULN) menjadi hal yang sangat krusial sebagai modal salah satu sumber pembiayaan pembangunan perekonomian nasional. 

Namun meski selama ini hal tersebut menjadi faktor pendukung bisa berjalannya mobilitas perekonomian, sebagian besar masyarakat masih tidak paham dengan posisi utang negara. Akibatnya sering kita jumpai kritik yang menyalahkan pemeritah selaku pemangku kebijakan yang dianggap tidak bisa memanajemen utang negara hingga jumlah nominalnya begitu fantastis. Angkanya mencapai triliunan Rupiah dan menimbulkan kekhawatiran.

Padahal tanpa kita sadari pengadaan infrastruktur seperti jembatan, fasilitas publik, dan jalan bisa terwujud berkat adanya sumber pembiayaan lain berupa bantuan dari luar negeri atau utang negara. 

Pembangunan daerah-daerah tertinggal yang getol dilakukan pemerintah juga tidak dapat terlaksana secara mulus jika tidak disokong dari utang negara. Yang terjadi sebenarnya, pemerintah berusaha keras memperbaiki kondisi perekonomian negara dan struktur utang Indonesia. 

Akan tetapi karena stigma utang yang memiliki konotasi negatif, dalam pandangan masyarakat awam utang negara hanya membawa dampak yang tidak baik bagi perekonomian Indonesia. 

Untuk menyikapi topik utang luar negeri ini tidak boleh hanya dilihat dari logika politik. Diperlukan pula pemahaman di bidang ekonomi, sehingga nantinya tidak menimbulkan misinterpretasi. Oleh karena itu ada baiknya jika kita mengenali terlebih dahulu hakikat dari utang negara.

Utang Luar Negeri atau ULN dapat didefinisikan sebagai utang penduduk (resident) yang berdomisili di suatu wilayah teritorial ekonomi kepada bukan penduduk (non-resident). 

Bentuknya bisa dalam valuta asing dan/atau rupiah, termasuk di dalamnya pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. ULN mencakup sektor publik (pemerintah dan bank sentral) dan sektor swasta dalam bentuk diantaranya pinjaman (loan agreement), utang dagang (trade credit), surat utang(dept securities), kas dan simpanan (currency and deposits), dan kewajiban lainnya. 

Pinjaman luar negeri (loan) ini merupakan penerimaan negara, baik yang berupa devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang mesti dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.

Utang luar negeri Indonesia timbul bukan hanya dari kegiatan pemerintahan saja. Utang luar negeri Indonesia terdiri dari utang pemerintah, utang bank sentral, serta utang swasta. 

Utang pemerintah adalah utang yang dimiliki oleh pemerintah pusat, diantaranya yaitu utang bilateral, multilateral, komersial, suplier, dan Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan baik di luar maupun dalam negeri yang dimiliki oleh bukan penduduk. Utang luar negeri bank sentral merupakan utang milik Bank Indonesia yang ditujukan untuk mendukung neraca pembayaran dan cadangan devisa. 

Lalu ada juga utang kepada pihak non-penduduk yang telah menempatkan dananya pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), utang dalam bentuk kas dan simpanan serta kewajiban lainnya kepada bukan penduduk. Sementara itu untuk utang luar negeri swasta merupakan utang yang dilakukan penduduk Indonesia  kepada bukan penduduk Indonesia dalam bentuk valuta asing dan/ rupiah.

Jika dilihat dari sejarahnya, utang negara Indonesia sejak era Soekarno hingga sekarang yang dipimpin Jokowi mengalami fluktuatif yang cukup signifikan. Pada awalnya presiden pertama Indonesia, Soekarno menolak untuk berutang, utang yang dimiliki Indonesia saat itu merupakan peninggalan dari pemerintahan Hindia Belanda.

 Namun kemudian pada akhirnya pemerintahan Soekarno melakukan utang luar negeri juga sebesar US$ 2,3 miliar. Kemudian pada masa orde baru yang dipimpin Soeharto lonjakan utang yang terjadi cukup besar. 

Pinjaman tersebut sebagian besar digunakan untuk proyek pembangunan infrastruktur serta fasilitas negara. tetapi sekitar 30% dari dana tersebut dikorupsi oleh oknum-oknum penguasa pada saat itu yang kemudian mengakibatkan chaos karena krisis moneter dan masyarakat geram dengan keadaan yang terjadi di ujung masa orde baru itu. setelah terjadi pertentangan dan Soeharto lengser dari jabatannya, Indonesia pada tahun 1998 yang dibarengi dengan reformasi politik, krisis moneter berdampak pada ketidakstabilan perekonomian Indonesia. 

Hal tersebut menyebabkan utang pemerintah berada di porsi yang cukup bahaya bagi negara berkembang seperti Indonesia. Terjadi peningkatan porsi bunga utang terhadap pendapatan dan belanja negara. Dan dalam kondisi politik-ekonomi yang mengkhawatirkan tersebut Habibie sebagai wakil presiden memimpin pemerintahan sementara. Ketika itu terjadi penurunan utang karena ada pemilu peralihan dari orde baru ke era reformasi, selain itu penurunan utang merupakan pengaruh dari iklim bisnis yang tak kondusif.

Beralih ke pemerintahan selanjutnya, utang luar negeri Indonesia menurun secara signifikan sampai dari periode sebelumnya di bawah kepemimpinan Gus Dur. Penurunan tersebut terjadi karena kebijakan strategi pertumbuhan (growth story) yang di dalam perumusannya beliau dibantu oleh tim ekonominya yang andal. 

Selanjutnya pada pemerintahan Megawati posisi utang Indonesia dan rasio utang terhadap PDB Indonesia mengalami penurunan. Megawati mengambil jalan tengah dengan membayar utang luar negeri menggunakan dana hasil menjual beberapa aset negara. Sisi lainnya hal ini menyebabkan pendapatan menjadi berkurang.

 Usai pemerintahan Megawati, tongkat baton diserahkan pada era SBY dan Jusuf Kalla. Pada masa pemerintahan ini utang luar negeri Indonesia bertambah dalam jumlah yang besar. Besarnya utang tersebut erat dikait-kaitkan dengan subsidi berbagai harga sembako dan BBM.

Dari SBY, kini Indonesia dipimpin oleh Jokowi yang juga menambah ULN Indonesia untuk fokus pendanaan pembangunan infrastruktur. Sebelumnya pada tahun 2014 porsi anggaran infrastruktur hanya sebesar 9,5% dari total belanja negara, kemudian pada APBN-P 2017 total anggaran infrastruktur mencapai Rp 388,30 triliun. 

Utang luar negeri Indonesia semakin melambung tinggi karena sebagian besar anggaran dikucurkan untuk pembangunan infrastruktur tersebut. Namun besarnya utang negara ini masih ada pada batas yang wajar. 

Menurut ekonom utama Bank Dunia di Indonesia, Frederico Gil Sander, menilai bahwa rasio utang pemerintah Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara dengan tingkat ekonomi maju maupun berpendapatan menengah. Gil Sander mengatakan rasio utang yang berada pada kisaran 29% terhadap PDB ini juga didukung oleh pengelolaan yang baik sehingga tidak rentan dengan risiko fiskal. 

Keputusan Jokowi untuk lebih menggalakkan pembangunan infrastruktur bisa dilihat dari banyaknya proyek pembangunan saat ini, diantaranya yaitu jalan tol, bendungan, bandara, dan jembatan. Contoh pembangunan infrastruktur tersebut yaitu proyek jalan trans Papua yang tujuannya untuk memberi akses penunjang perekonomian daerah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun