Mohon tunggu...
Fitta Ummaya Santi
Fitta Ummaya Santi Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik

Akun ini dibuat untuk sharing pemikiran dan gagasan dari hasil belajar Filsafat. Tulisan ini semoga dapat memberikan sumbangan pendidikan yang mencerahkan. Penulis adalah pendidik di Universitas Negeri Yogyakarta. Saat ini tinggal di Banguntapan, Bantul Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pendidikan dalam Dimensi Filsafat

25 Januari 2021   09:00 Diperbarui: 25 Januari 2021   09:09 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Perkembangan ilmu pendidikan dan teknologi memaksa kita untuk siap pada perubahan-perubahan yang baru. Aktivitas kehidupan harus memberikan kontribusi positif bagi kebermaknaan kehidupan di masyarakat. Dalam hal ini, filsafat dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari kehidupan manusia. Filsafat pendidikan (Amka, 2019, hlm. 22) adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.  

Sehubungan dengan pendidikan, ideologi merupakan seperangkat aturan yang diyakini dan dijadikan landasan bagi pendidikan dalam rangka mencapai tujuan. Ideologi seharusnya menjadi pedoman yang tertuang dalam Undang-undang sistem pendidikan nasional, peraturan pemerintah, kurikulum pendidikan, metodologi pendidikan, pedoman bagi tenaga pendidik dan peserta didik dalam praktek pendidikan. Keberadaan ideologi disesuaikan dengan konteks kebutuhan masyarakatnya, karena setiap ideologi memiliki peran dan fungsinya masing-masing. 

Perbedaan ideologi dapat menimbulkan perbedaan cara mengembangkan dan mengelola ilmu, pengajaran, pembelajaran, dan persekolahan. Ideologi yang berkembang saat ini adalah ideology socialist, progressive, dan democracy. Ketiga ideologi ini dipandang mampu membentuk pendidikan yang tidak membeda-bedakan, menekankan pada pengembangan kepribadian siswa, dan mengedepankan pada kemampuan siswa untuk berpikir.

Pendidikan merupakan hak asasi manusi dalam rangka mempersiapkan kehidupannya. Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini dijelaskan dalam Undang-undang Dasara Negara RI tahun 1945 dalam pasal 31 ayat (1) setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Jalur pendidikan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 terdiri dari 3 jalur, yaitu pendidikan formal, nonformal dan informal. 

Pendidikan memiliki peran penting dalam transformasi ilmu, budaya dan menjaga identitas budaya bangsa. Pendidikan harus memberikan kebebasan pada peserta didik untuk mengembangkan dirinya, berekplorasi sesuai dengan ketertarikannya. Tentu untuk mencapai itu semua, perlu adanya transformasi perubahan kurikulum yang terus menerus dibenahi.

Kurikulum merdeka saat ini menjadi alternatif yang tepat dilakukan di Indonesia dengan kondisi saat ini. Kurikulum ini memberikan kebebasan kepada kampus atau sekolah untuk merancang kurikulumnya sendiri sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu dan ketersediaan potensi daerahnya. Pendidikan harus mampu menanamkan kesadaran dan membekali pengetahuan akan peran warga masyarakatnya.


Tentu untuk melaksanakan itu semua, pendidikan perlu memahami tentang konsep teori suatu ilmu. Pengetahuan menurut Soejono Soemargono (1983) dapat dibagi atas: (1) Pengetahuan non ilmiah dan (2) Pengetahuan ilmiah. Pengetahuan non ilmiah ialah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan cara-cara yang tidak termasuk dalam kategori metode ilmiah. Pengetahuan non ilmiah ialah segenap hasil pemahaman manusia atas atau mengenai barang sesuatu atau objek tertentu yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. 

Pengetahuan non ilmiah berasal dari hasil penglihatan dengan mata, hasil pendengaran telinga, hasil pembauan hidung, hasil pengecapan lidah, dan hasil perba'an kulit. Seyogyanya semua pendidik dan peserta didik memahami benar pentinnya mengapa harus mempelajari pelajaran itu. Harus dijabarkan secara jelas tentang apa yang dipelajari?, bagaimana cara mempelajarinya?, mengapa perlu mempelajari?, bagaimana peran pendidik?, dan lainnya.

Pemilihan mata pelajaran pada pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan dari tiap-tiap individu atau peserta didik.  Mata pelajaran harus dapat menjadi media untuk menemukan hubungan antara disiplin ilmu dengan kehidupan nyata. Tentu berbeda antara mata pelajaran pada sekolah formal dan nonformal. Pada nonformal lebih ditekankan pada hal-hal praktis yang dapat diimplementasikan dalam kehidupannya. Mata pelajaran berfungsi sebagai pemecah masalah. Masalah dalam bidang studi juga sangat dibutuhkan dalam kemajuan ilmiah suatu mata pelajaran. Pendekatan sistematik dapat memudahkan penemuan hal baru dalam suatu mata pelajaran. Penyelidikan dan penelitian harus menjadi pusat dari semua sebaran mata pelajaran. Muatan pelajaran harus menunjang kemampuan berpikir siswa sehingga dapat mengkomunikasikan pikiran dengan kehidupan sehari-hari.

Salah satau tujuan dari penyelenggaraan pendidikan adalah membentuk sikap moral. Oleh karena itu, diperlukan pendidikan dan mata pelajaran yang membantu untuk membentuk kepribadian murid menjadi kepribadian yang lebih baik dan bermoral. Pendidik perlu memberikan penanaman nilai-nilai moral pada setiap mata pelajaran yang disampaikan. 

Magnis dan Suseno (1989: 19) kata moral selalu mengacu pada baik dan buruknya manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari kebaikannya. Norma-norma moral adalah tolak ukur menentukan betul dan salahnya atas sikap manusia. Pada nilai moral, dua hal penting yang tidak dapat dipisahkan yaitu sikap hormat dan tanggung jawab. Kemudian terbagi lagi menjadi beberapa aspek sikap yang saling berkaitan seperti kesopanan, kejujuran, toleransi, dan tolong menolong. Penerapan kesopanan misalnya berbicara yang lembut, bersikap hormat pada guru, orang tua, kepala sekolah, sedangkan penerapan nilai kejujuran misalnya tidak mencontek saat sedang ujian. 

Menurut Thomas Lickona (2013: 112), penanaman nilai-nilai karakter dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: (1) guru menjadi seorang penyayang yang efektif, menyayangi dan menghormati murid-muridnya meraih sukses di sekolah, membangun kepercayaan diri dan membuat mereka mengerti apa itu moral dan memperlakukan dengan etika yang baik; (2) guru dapat menjadi seorang model, menjadi contoh dalam hal-hal penanaman moral; (3) guru menjadi mentor yang beretika, memberi instruksi dan bimbingan melalui penjelasan, diskusi dikelas, bercerita dan pemberian motivasi. 

Nilai-nilai tersebut dapat dimiliki dalam diri sendiri (intrinsic) dan dari luar (extrinsic). Keduanya akan saling mempengaruhi satu dengan lainnya dan berdampak pada nilai postif dan negative. Sedangkan sistemik mempengaruhi berbagai komponen di sekitarnya yaitu penggunanya secara sosial, masyarakat, dan segala bidang berupa agama, seni, praktis, teknologi, pembelajaran, dan kepentingannya sendiri.

Peserta didik memegang peran penting dari proses pendidikan yang baik. Setiap peserta didik memiliki karakternya masing-masing yang tidak dapat disamakan satu dengan lainnya. Keberhasilan proses pendidikan juga ditentukan oleh karakter yang melekat pada setiap individu. Misalnya siswa yang kreatif dan tidak kreatif tentu akan berbeda dalam mempelajari suatu ilmu. 

Setiap peserta didik memiliki bakat bawaan yang dibawanya sejak lahir. Sehingga pemberian pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dalam setiap mata pelajaran harus berpedoman pada pemecahan masalah. Beberapa kompetensi yang harus dimiliki peserta didik pada era abad 21 adalah 4 C, yaitu critical thinking dan problem solving, creativicy, communication skills dan collaboratively. Setiap siswa perlu menguasai 4 C tersebut, sehingga siswa akan memiliki kompetensi utama dalam menghadapi dan menyelesaikan problematika kehidupannya dan berdaya saingi tinggi.

Belajar merupakan aktivitas melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Teori belajar mempengaruhi praktik pengajaran dan pendidikan. Dalam belajar yang dibutuhkan adalah bekerja keras, praktek dan aplikasi. Dalam belajar perlu memperhatikan teori belajar yang meliputi: teori behavioristik, kognitif, humanistik. Kegiatan dalam mencari dan menghimpun informasi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai media untuk memperkaya pengalaman. Juga mendorong peserta didik mengamati berbagai gejala, peristiwa dan obyek di lapangan. Belajar merupakan kesadaran diri dan digerakkan oleh diri sendiri.

Keberhasilan sebuah pendidikan juga dipengaruhi oleh pendidik. Pendidik memegang kendali utama dalam terlaksananya transfer ilmu dan pengetahuan. Seorang pendidik harus memiliki motivasi yang baik, baik motivasi internal atau eksternal. Selain itu, juga fasilitas yang mendukung demi terlaksanakanya pembelajaran yang maksimal. Pendidik perlu mengupayakan adanya sarana prasarana yang lengkap dan baik. John Munchak menunjukkan bahwa untuk memberikan pelajaran yang menarik dan menantang bagi setiap individu, perlu untuk mengenal siswa sebagai manusia. 

Teori yang berkaitan dengan mengajar pada mata pelajaran adalah menerapkan berbagai metode dan teknik. Beberapa metode yang diberikan bisa berupa: problem solving, drill, diskusi, praktik, dan lainnya. Penentuan metode juga disesuaikan dengan mata pelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik. Misalnya di dalam pendidikan nonformal membahas tentang materi life skill menjahit. Tentu metode yang tepat digunakan dalam mata pelajaran ini adalah praktik. Melalui kegiatan praktik, peserta didik akan menjadi lebih paham betul bagaimana menjahit yang baik dan benar.

Berbagai sumber daya mengajar dalam pendidikan juga akan berpengaruh terhadap hasil pembelajaran. Sumber daya tersebut dapat berupa sumber belajar, peralatan mengajar, pemberian motivasi atau lingkungan sosial didalamnya. Ketersediaan sumber belajar yang cukup dan mampu memberikan kemudahan dalam mengajar menjadi pendukung yang utama. Namun juga perlu didukung pula dengan peralatan yang lengkap berbasis teknologi. Sedangkan lingkungan sosial menjadi pendukung dalam pelaksanan pendidikan yang baik. Lingkungan sosial yang baik akan memudahkan pencapaian pendidikan yang baik pula.

Teori assessment dikaitkan pada penemuan langkah-langkah kompetensi dan kemampuan positif dalam pendidikan tanpa menuru-niru peserta didik dengan kemampuannya. Berbagai bentuk assessment yang dapat digunakan misalnya profil/catatan prestasi, proyek, dan ujian. Teori keragaman sosial mencerminkan nilai-nilai yang mendasar dan epistimologi. Maka, kurikulum pendidikan harus mengarah pada kebutuhan tiap individu dan pendidikan untuk kehidupan. 

Hasil dari pendidikan harus dapat memberikan dampak yang besar bagi kesejahteraan dalam dirinya, keluarganya, dan masyarakatnya. Pendidikan juga perlu menyikapi perbedaan masyarakat yang beraneka ragam yang meliputi perbedaan agama, gender, pengetahuan, tingkat ekonomi, sosial, dan lainnya). Perbedaan tersebut tentu akan berkaitan dengan kurikulum yang berbeda, cara pengajaran yang berbeda, juga pendidikan yang humanisasi. Hal ini juga berkaitan dengan perencanaan kurikulum yang baik yang dapat mengakomodasi perbedaan tersebut.

Untuk menghasilkan kurikulum yang baik, maka diperlukan instrument kurikulum. Instrumen kurikulum adalah alat yang digunakan untuk menunjang kebutuhan sehingga dapat menjabarkan hal-hal yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Penyusunan kurikulum akan terkait dengan posisi siswa sebagai individu dan kelompok. Setiap siswa memiliki keunikan masing-masing sebagai individu dan juga keunikan yang ditimbulkan akibat adat dari masyarakatnya. Maka, dalam penyusunan kurikulum sangatlah kompleks. 

Pengembangan kurikulum dilakukan dengan memadukan beberapa konsep dan menghubungkan menjadi konsep yang matang. Kurikulum harus berfokus pada mata pelajaran dan bagaimana siswa dapat mengetahui dan mengingat informasi dari mata pelajaran. Kurikulum berbasis kompetensi dengan mengolaborasikan kehidupan sehari-hari dengan kemampuan secara individu. Kurikulum berfokus pada bagaimana peserta didik dapat menerima, menyusun dan menggabungkan kemampuannya secara individu. 

Interaktif kurikulum berfokus bagaimana secara kelompok dapat mengidentifikasi permasalahan, menentukan cara pemecahan, hingga berhasil memecahkan masalah pembelajaran secara bersama-sama. Kurikulum harus didesain berdasarkan pengembangan kreativitas, pemecahan masalah dan pengenalan teknologi dan komunikasi. Peserta didik dalam hal ini juga memiliki adil yang besar dalam keberhasilan suatu pendidikan. Peserta didik harus mampu menelaah setiap mata pelajaran yang diberikan oleh pendidik secara benar dan menyeluruh (holistic).

Daftar Pustaka

Amka. (2019). Filsafat Pendidikan. Sidoarjo: Nizamia Learning Center.

Lickona Thomas. (2013). Educating for Character. Jakarta: Bumi Aksara

Magns Franz dan Suseno. (1987). Etika Dasar. Yogyakarta: Kanisius

Paul Ernest. 1991. The Philosophy of Matematics Education. Routledge Falmer. London

Sembodo. Ardi. (2001). Pendidikan dalam Prespektif Aliran-aliran Filsafat. Yogyakarta: Idea Press

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun