Mohon tunggu...
Fitri Manalu
Fitri Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - Best Fiction (2016)

#catatankecil

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Permendikbudristek PPKS untuk Cegah Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi

14 November 2021   17:51 Diperbarui: 15 November 2021   07:25 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kekerasan dalam Rumah Tangga | Sumber: beritasatu.com

Meski diwarnai dengan pro dan kontra, lahirnya Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi jelas merupakan langkah maju untuk mencegah kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi. 

Hadirnya Permendikbudristek PPKS ini diharapkan dapat meningkatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan seksual yang terjadi di satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi.

Akhir-akhir ini, kasus-kasus kekerasan seksual dalam kampus memang kerap mewarnai media. Survei yang dilakukan Kementerian Pendidikan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) tahun 2020, ternyata 77 persen dosen menyatakan kekerasan seksual pernah terjadi di kampus (kompas.com, 12/11/2021). Hal inilah yang melatarbelakangi lahirnya Permendikbudristek PPKS yang ditetapkan pada tanggal 31 Agustus 2021 yang lalu.

Kekerasan seksual merupakan kekerasan yang merendahkan derajat martabat seseorang dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). 

Dalam Pasal 28G ayat (2) UUD NKRI Tahun 1945 telah disebutkan, "Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain." 

Hal ini sejalan dengan Pasal 33 ayat (1) UU HAM yang berbunyi, "Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya."

Bila merujuk pada KUHP, hanya ditemukan istilah perbuatan cabul yang diatur dalam Pasal 289 sampai Pasal 296 KUHP. 

Menurut R. Soesilo, istilah "perbuatan cabul" merujuk pada Pasal 289 KUHP yang berbunyi, "Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, dihukum karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan dengan pidana selama-selamanya sembilan tahun".

Unsur tindak pidana ini terdiri atas: (1) barang siapa; (2) dengan kekerasan atau ancaman kekerasan; (3) memaksa seseorang; (4) untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. 

Dengan demikian, perbuatan ini jelas merupakan perbuatan tidak dikehendaki oleh si penerima perbuatan. Hal ini sudah sesuai dengan frasa "tanpa persetujuan korban" pada Pasal 5 ayat (2) Permendikbudristek PPKS yang dipermasalahkan oleh sejumlah pihak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun