Mohon tunggu...
Fitria Wulan sari
Fitria Wulan sari Mohon Tunggu... Lainnya - Masih jadi mahasiswa

Mahasiswa yang masih mencari jati diri karena ketertarikannya pada isu feminisme, kesehatan mental, hingga marginalisasi kelompok minoritas. Dalam proses belajar dan menuju manusia yang utuh

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Alasan Bernapas Bisa Membantumu Menghadapi Kepanikan dan Kecemasan

3 Oktober 2020   13:33 Diperbarui: 3 Oktober 2020   13:39 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Eli DeFaria on Unsplash

Mungkin kita sering mendengar ada saran yang meminta diri kita bernapas ketika mengalami kepanikan atau kecemasan. Barangkali sebagian dari kita meremehkan pentingnya bernapas, karena itu salah satu kemampuan yang dianggap tak perlu dipelajari sebab sejak dari bayi kita sudah bernapas. Tapi percayalah bernapas tidak seremeh-temeh itu, saya sebelumnya juga merupakan orang yang menyangsikan pentingnya bernapas ketika sedang panik atau cemas. Kebetulan saya memiliki gangguan mental, sehingga salah satu dosen di bidang psikologi mengajarkan teknik pernapasan. Tapi tulisan ini tidak akan menjelaskan tentang teknik pernapasan, tapi apa yang terjadi pada tubuh kita ketika panik dan cemas lalu bagaimana bernapas membantu kita tetap tenang.

Saat kalian demam panggung, berada di kerumunan orang hingga melihat tindak kekerasan kalian bisa merasakan ada anggota-anggota tubuh yang merespon situasi tersebut. Respon dari tubuh seringkali seperti jantung yang berdebar kencang, otot-otot menjadi tegang, sampai keringat dingin. Hal itu terjadi karena otak kita mengalami tekanan atau stress, lalu otak kita mengirimkan sinyal kepada tubuh tentang tekanan dari situasi yang kita alami saat itu. Kejadian tersebut alamiah bagi seseorang, karena merupakan mekanisme bertahan dalam menghadapi tekanan.

Reaksi dalam mekanisme ini dikenal sebagai respon fight-or-flight, dimana hal ini merupakan reaksi fisiologis yang terjadi ketika kita berada di hadapan sesuatu yang menakutkan secara mental atau fisik. Respon ini lebih mudah dibayangkan terjadi saat manusia purba masih bertahan hidup di alam, saat itu bahaya disekitar mereka seperti bencana atau hewan buas membuat respon ini aktif. Mereka bisa melawan (fight) atau melarikan diri (flight), Dalam dua pilihan ini, respons fisiologis dan psikologis terhadap stress mempersiapkan tubuh untuk bereaksi terhadap bahaya.

Kembali ke bagaimana bernapas bisa membantu kita jika tubuh kita mengalami respon fight-or-flight. Di dunia modern mungkin respon ini tidak hanya teraktifikasi ketika kondisi benar-benar mengancam seperti bencana atau serangan binatang buas, tapi bisa jadi aktif ketika kita dihadapkan dengan situasi yang baru untuk kita. Seperti bicara di atas podium, mengajak berkenalan orang baru, sampai situasi-siatusi lain yang sebenarnya tidak mengancam bagi hidup kita, namun karena tidak terbiasa otak kita menganggap bahwa itu tekanan.

Dengan bernapas sebenarnya kita memberikan sinyal pada tubuh kita bahwa situasi yang terjadi itu bukanlah ancaman dan berada dalam keadaan yang berbahaya. Bernapas dalam konteks ini tentu bukan bernapas biasa, ada beberapa teknik yang bisa dipelajari seperti pernapasan dada atau perut. Bernapas disini dapat mematikan respon stress yang membuat jantung kita berdebar, otot kita tegang, dan keringat dingin. Maka sebenarnya sudah tidak ada alasan bahwa kita tidak bisa mempelajari hal-hal baru seperti berbicara di depan publik karena alasan demam panggung. Sebab semua itu butuh dibiasakan agar otak kita menganggap situasi itu bukan ancaman. Silahkan belajar teknik pernapasan jika kalian sering mengalami kepanikan atau kecemasan dalam situasi tertentu. Selamat belajar.

Tulisan ini penulis oleh dari sumber kuliah online "Positive Psychiatry and Mental Health" oleh University of Sidney

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun