"Boleh masuk?" tanya Adrian, suara lembut namun tegas.
Rania tersenyum tipis, memberikan isyarat masuk. Ia harus menjaga ketenangan. Dalam pikirannya, ia sudah menyusun beberapa skenario---dari pembicaraan diplomatis hingga kemungkinan terburuk.
Adrian melangkah masuk dan melihat sekeliling kamar hotel sederhana itu. "Menarik," katanya sambil duduk di sofa. "Anda seorang yang sangat efisien, baik dalam pekerjaan resmi maupun... yang tidak resmi."
Rania menatapnya tajam, namun tetap menjaga senyumnya. "Saya tidak tahu apa yang Anda maksud, Pak Adrian," jawabnya sopan.
Adrian menyilangkan tangan. "Saya ditugaskan untuk melacak seorang hacker yang telah menimbulkan kerugian besar bagi sejumlah orang sangat berkuasa. ShadowFlare, namanya. Tapi sejauh ini, saya hanya menemukan jejak samar."
Rania merasa dorongan untuk membalas, namun ia menahan diri. "Lalu, apa hubungannya dengan saya? Saya hanya seorang pramugari."
Adrian menatapnya tajam, mencoba membaca ekspresinya. "Itu yang membuat saya ragu. Tidak ada bukti yang benar-benar mengarah kepada Anda, tapi ada hal-hal kecil yang membuat saya penasaran."
"Seperti apa, misalnya?"
"Seperti bagaimana Anda tampaknya selalu berada di tempat yang sama dengan target ShadowFlare. Kebetulan yang menarik, bukan?"
Rania tersenyum kecil. "Kebetulan memang sering terjadi, Tuan Adrian. Tapi jika Anda punya bukti, silakan tunjukkan. Kalau tidak, saya rasa percakapan ini tidak perlu berlanjut."
Adrian tertawa kecil, mengangkat tangannya tanda menyerah. "Anda sangat pintar. Itu sebabnya saya tidak yakin. ShadowFlare selalu satu langkah lebih maju. Tapi Anda, Miss Rania, tampaknya terlalu sempurna untuk membuat kesalahan."