Di era digital yang serba cepat ini, generasi Z (Gen Z) mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, menghadapi berbagai tantangan sosial yang unik. Salah satu tantangan yang cukup menonjol adalah menjalin dan mempertahankan hubungan pertemanan yang sehat. Sayangnya, tidak semua bentuk pertemanan membawa dampak positif. Pertemanan yang toxic atau beracun justru kian marak terjadi di kalangan Gen Z, baik dalam kehidupan nyata maupun di dunia maya.
Apa Itu Pertemanan Toxic?
Pertemanan toxic adalah hubungan pertemanan yang membawa lebih banyak dampak negatif daripada positif. Tanda-tandanya bisa berupa manipulasi, kecemburuan yang berlebihan, persaingan tidak sehat, meremehkan, hingga merusak rasa percaya diri. Dalam konteks Gen Z, bentuk-bentuk toxic ini seringkali tersamarkan dalam dinamika sosial yang tampak "akrab" tapi menyakitkan, terutama di media sosial.
Penyebab Munculnya Pertemanan Toxic di Kalangan Gen Z
1. Tekanan Sosial dan FOMO (Fear of Missing Out)
Gen Z hidup di tengah budaya media sosial yang menekankan eksistensi, validasi, dan popularitas. Rasa takut tertinggal (FOMO) membuat banyak anak muda rela bertahan dalam pertemanan yang sebenarnya menyakiti mereka, demi tetap terlihat "masuk dalam lingkaran".
2. Kurangnya Pendidikan Emosional
Tidak semua remaja dan anak muda dibekali dengan pemahaman tentang batasan personal dan keterampilan komunikasi yang sehat. Hal ini memudahkan munculnya hubungan yang manipulatif dan tidak seimbang.
3. Normalisasi Perilaku Tidak Sehat
Dalam beberapa kelompok, perilaku seperti saling menjatuhkan, mem bully dengan candaan, atau bersikap pasif-agresif dianggap sebagai hal biasa. Padahal, ini merupakan bibit dari pertemanan toxic.