Mohon tunggu...
Fitria Madaniah
Fitria Madaniah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya Fitria Madaniah seorang mahasiswi dari jurusan Ilmu Komunikasi . Memiliki pengalaman sebelumnya ikut organisasi intra sekolah, menjadi sekretaris perpustakaan sekolah, ketua kelas, bendahara kelas, menjadi MC di beberapa kegiatan sekolah dan luar sekolah. Melalui kesempatan ini saya mencari peluang yang memberi saya kesempatan untuk berkembang.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Toxic Friendship Racun Diam-Diam yang Menggerogoti Gen Z

23 Juni 2025   16:00 Diperbarui: 23 Juni 2025   15:51 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi foto toxic friendship"Menyikapi Toxic Circle di Dunia Perkuliahan - SUARA USU" https://suarausu.or.id/menyikapi-toxic-circle-di-dunia-perk

Di era digital yang serba cepat ini, generasi Z (Gen Z) mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, menghadapi berbagai tantangan sosial yang unik. Salah satu tantangan yang cukup menonjol adalah menjalin dan mempertahankan hubungan pertemanan yang sehat. Sayangnya, tidak semua bentuk pertemanan membawa dampak positif. Pertemanan yang toxic atau beracun justru kian marak terjadi di kalangan Gen Z, baik dalam kehidupan nyata maupun di dunia maya.

Apa Itu Pertemanan Toxic?

Pertemanan toxic adalah hubungan pertemanan yang membawa lebih banyak dampak negatif daripada positif. Tanda-tandanya bisa berupa manipulasi, kecemburuan yang berlebihan, persaingan tidak sehat, meremehkan, hingga merusak rasa percaya diri. Dalam konteks Gen Z, bentuk-bentuk toxic ini seringkali tersamarkan dalam dinamika sosial yang tampak "akrab" tapi menyakitkan, terutama di media sosial.

Penyebab Munculnya Pertemanan Toxic di Kalangan Gen Z

1. Tekanan Sosial dan FOMO (Fear of Missing Out)

Gen Z hidup di tengah budaya media sosial yang menekankan eksistensi, validasi, dan popularitas. Rasa takut tertinggal (FOMO) membuat banyak anak muda rela bertahan dalam pertemanan yang sebenarnya menyakiti mereka, demi tetap terlihat "masuk dalam lingkaran".

2. Kurangnya Pendidikan Emosional

Tidak semua remaja dan anak muda dibekali dengan pemahaman tentang batasan personal dan keterampilan komunikasi yang sehat. Hal ini memudahkan munculnya hubungan yang manipulatif dan tidak seimbang.

3. Normalisasi Perilaku Tidak Sehat

Dalam beberapa kelompok, perilaku seperti saling menjatuhkan, mem bully dengan candaan, atau bersikap pasif-agresif dianggap sebagai hal biasa. Padahal, ini merupakan bibit dari pertemanan toxic.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun