Mohon tunggu...
Fitria Try Handayani
Fitria Try Handayani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang mahasiswa pembelajar

Mahasiswa pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Semangat Orang-orang Pantura dalam Mengamalkan Pancasila

5 Mei 2021   13:05 Diperbarui: 5 Mei 2021   13:15 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pantura atau pantai utara selalu identik dengan wilayah pesisir utara pulau Jawa. Salah satunya adalah wilayah Tegal. Bicara tentang Tegal, tidak lepas dari berbagai sejarah yang mengikutinya. Dimulai dari sejarah pembentukannya, yaitu ketika Ki Gede Sebayu membuat bendungan di wilayah Danawarih sampai dengan memimpin rakyat Tegal pada zaman itu dengan cinta damai. Tegal berarti tanah subur yang bisa menghasilkan tanaman pertanian (Depdikbud kabupaten Tegal, 1984). Tidaklah mengherankan karena Tegal mempunyai Gunung Slamet di sebelah selatan dan laut Jawa di sebelah utara, serta dialiri oleh sungai Gung yang membelah Tegal.

Tegal sendiri mempunyai budaya gotong royong sejak dulu hingga sekarang. Budaya gotong royong masih ada dan melekat di masyarakat Tegal. Termasuk di desa saya yaitu Desa Pangkah Tegal. Berita-berita baik tentang gotong royong juga masih menghiasi media massa. Hal itu pertanda baik karena gotong royong adalah asli budaya Indonesia. Wilayah Tegal yang subur dan hijau yang ada di Kabupaten Tegal turut memengaruhi perilaku masyarakat dalam bergaul. Efek-efek positifnya banyak ditimbulkan seperti budaya saling membantu, tolong menolong, tenggang rasa, dll. Berbeda dengan eropa dan barat yang notabene mempunyai iklim yang dingin, tidak subur juga turut memengaruhi perilaku masyarakatnya.

Di tengah arus zaman globalisasi ini, peran gotong royong sangatlah penting. Seperti yang dicontohkan masyarakat dalam mengamalkan pancasila. Pengalaman pertama berdasarkan kenyataan yang ada di desa saya. Desa Pangkah mempunyai suasana tenang, damai, bersahaja dan ramah. Terletak tidak jauh dari Kota Slawi. 

Dibalik suasana itu, ada hal baik yang saya potret. Suatu hari, tetangga saya ingin membangun rumahnya yang sudah rusak. Tetapi sang tetangga tidak memiliki uang banyak. Kemudian atas inisiatif masyarakat, beberapa warga ikut berkontribusi, seperti kontribusi tenaga, uang, bahan bangunan, dll. Hampir semua profesi ikut melaksanakan pembangunan tersebut seperti PNS, ketua RT, petani, pedagang dll. Semuanya ikut bekerja. Kebersamaan dan kekeluargaan juga dijunjung tinggi demi terlaksananya pembangunan rumah yang rusak tersebut.

Beberapa kejadian yang saya perlu renungi lagi adalah saat kemarin wabah Covid-19 melanda. Sebagian masyarakat ada yang tidak bisa bekerja karena dibatasi geraknya. Lagi-lagi atas inisiatif bersama, masyarakat yang terdampak Covid-19 segera dibantu dengan cara urun tangan sebisanya. Ada yang kelebihan beras, bisa menyumbangkannya kepada yang kekurangan, ada yang kelebihan uang bisa memberikannya kepada yang butuh di sekitarnya. Hal ini merupakan benteng sosial yang kuat pada masa-masa pandemi seperti ini. Dan semua itu merupakan pengamalan Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan sehari-hari.

Penguatan pemuda

Agar budaya gotong royong itu tidak luntur, perlunya penguatan dari berbagai sisi. Yang pertama lewat karang taruna. Pemuda merupakan sosok penting dalam pembangunan di desa. Karang taruna adalah organisasi yang mewadahi para potensi pemuda. Program-program yang pokok seperti penguatan nilai-nilai pancasila yang harus setiap saat dipraktikan dalam kegaiatan sehari-hari. Program pemuda membantu atau pemuda membangun dan lain sebagainya bisa menjadi penggerak di desa. Semuanya atas dasar penguatan nilai-nilai pancasila ke depannya.

Yang kedua bisa berupa penguatan nilai pancasila dalam keluarga. Dalam hal ini, peran keluarga menjadi sentral karena menjadi yang pertama sebelum berlanjut ke kehidupan masyarakat. Keluarga teladan bisa menciptakan masyarakat yang baik di dalam sosial dan lingkungannya. Keluarga juga menjadi tulang punggung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Selanjutnya adalah dibentuknya media pemuda, bisa media sosial, cetak ataupun radio, dan podcast yang menyebarkan nilai-nilai pancasila kepada masyarakat luas. Media informasi menjadi semacam jembatan penghubung antara sumber nilai dengan pengamal nilai yang nantinya diterapkan sehari-hari. Harapan dari itu semua adalah terbentuknya ruang ekspresi dan demokrasi berkelanjutan bagi pemuda dan secara umum bagi masyarakat untuk tujuan kehidupan yang baik. Jika semuanya berjalan dengan harmonis, maka pemuda dan masyarakat pada umumnya masih dapat menjaga nilai-nilai pancasila dan gotong royong dalam jangka panjang dan akan berujung kepada kesejahteraan masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun