Mohon tunggu...
Firman Seponada
Firman Seponada Mohon Tunggu... -

Memegang idealisme itu laksana menggenggam bara api. Tak banyak orang mau melakukannya. Sebab, hanya sedikit yang sudi bersusah-susah mencari pelindung telapak agar tak melepuh.....

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Macet yang Tak Kunjung Terurai!

7 Maret 2011   08:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:00 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_94794" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi-macet/Admin (KOMPAS)"][/caption] SUDAH sebulan berlalu, kemacetan di pelabuhan penyeberangan Merak-Bakauheni belum juga teratasi. Diakui, otoritas pelabuhan ada upaya mengurangi penumpukan ribuan kendaraan itu. Di antaranya dengan mendatangkan lima kapal bantuan milik TNI Angkatan Laut dan Kementerian Perhubungan. Pada tingkat lebih serius, pemerintah membuka jalur penyeberangan Ciwandan-Panjang dan mengoperasikan satu kapal. Namun, kemacetan di Pelabuhan Merak-Bakauheni sama sekali belum terurai. Di Merak, Banten, kendaraan harus mengular sampai belasan kilometer dan mengantre berhari-hari sebelum bisa terangkut kapal menuju Pulau Sumatera. Begitupun di Bakauheni, Lampung Selatan, Kendaraan berdesak-desak dan berbaris hingga keluar areal pelabuhan. Langkah menambah lima kapal di Bakauheni-Merak dan mengoperasikan satu kapal rute Ciwandan-Panjang, gagal mengatasi kemacetan itu. Penyebab utamanya, kapal yang dipakai hanya mampu mengangkut mobil tidak lebih dari 30 unit. Kapasitas itu sama sekali tidak signifikan dengan terus menumpuknya kendaraan yang minta diangkut. [caption id="attachment_94772" align="alignleft" width="327" caption="Kerugian akibat kemacetan ini sudah meluas, tapi pemerintah angkat tangan...(Sumber: LTV)"]

12994873751897518931
12994873751897518931
[/caption] Para sopir angkutan sudah tidak sabar atas keadaan di Bakauheni-Merak. Mereka mendesak Presiden SBY datang langsung, meninjau masalah di pelabuhan penyeberangan paling padat di Indonesia itu. Pejabat selevel eselon I, bahkan menteri, dianggap tidak bakal sanggup mengatasi problem kemacetan yang telah muncul sejak bertahun-tahun. Sungguh, tertahannya ribuan kendaraan di pelabuhan Bakauheni-Merak bukanlah barang baru. Ia sudah terjadi sejak bertahun-tahun lalu. Saking seringnya terjadi, penumpukan ribuan kendaraan di Merak dan Bakauheni kemudian sudah dianggap hal biasa, bukan masalah lagi. Tetapi, sekarang perhatian kita harus kembali terbetot ke peristiwa rutin itu. Sebab, kita melihat kemacetannya semakin parah. Pada masa lalu, kemacetan di Bakauheni-Merak hanya terjadi pada momen-momen tertentu. Misalnya, ketika menghadapi mudik lebaran dan masa libur panjang. Tetapi, sejak satu bulan ini tartahannya arus bongkar muat terjadi setiap hari. Sementara, pemerintah dan otoritas pelabuhan seperti tak punya rencana untuk mengatasi masalah yang berdampak luas bagi perekonomian nasional itu. Apa yang terjadi di Bakauhei-Merak kian meneguhkan keyakinan kita betapa buruknya infrastruktur di negeri ini. Ia bukan cuma soal minimnya prasarana jembatan, jalan, dan armada angkutan. Tetapi juga mengenai lemahnya perencanaan dan pengelolaan dari aparat birokrasi. Berbagai kelemahan itulah yang menyebabkan kemacetan di Bakauheni-Merak tak jua mampu diperoleh jalan keluarnya, sampai sekarang. Kita tak habis mengerti bagaimana cara PT ASDP mengelola pelabuhan Merak dan Bakauheni. Kemampuan pelabuhan dalam menyangga mobilitas barang bukannya terus ditingkatkan, sepertinya justru terus merosot. Belakangan ini permintaan pengiriman barang ke Sumatera bertumbuh dengan pesat. Maka, terjadi lonjakan jumlah truk dari Jawa yang hendak menyeberang ke Sumatera. Sementara kapasitas muat kapal di rute Merak Bakuheni justru melorot. Itu terjadi karena jumlah kapal yang layak beroperasi tinggal separo. Lalu ditambah kenyataan bahwa sekarang kapasitas kapal juga tergerus oleh perubahan ukuran kendaraan yang mengarah kepada armada berukuran besar. Memang, sampai sekarang, solusi yang paling jitu untuk mengatasi kemacetan pelabuhan Bakauheni-Merak adalah meremajakan kapal-kapal feri. Caranya, pemerintah harus berani memotong rantai oligopoli pengelolaan kapal oleh segelintir perusahaan swasta. Atau para swasta pemilik kapal mesti dipaksa mengadakan kapal-kapal baru dengan ukuran lebih besar. Ganti kapal-kapal sepuh dengan yang besar agar mampu menampung banyak kendaraan dan tahan melawan ombak tinggi perairan Selat Sunda. Kita belum lupa, belum lama ini Pemerintah Provinsi Banten berencana membeli kapal untuk menambah armada guna mengurangi kemacetan. Tetapi, rencana ini cepat diprotes para pemilik kapal karena akan memangkas pendapatan mereka dari pengoperasian kapal-kapal rongsok. Sebuah penolakan yang mau enak sendiri karena tidak dibarengi dengan menambah armada sendiri. Sungguh, kita semua sudah gemas dan marah melihat terhambatnya arus barang di Selat Sunda. Pemerintah melihat, problem itu dapat pecah dengan segera terbentangnya Jembatan Selat Sunda. Tetapi, mimpi memiliki jembatan penghubung Jawa-Sumatera itu entah kapan terwujud. Belum tentu terealisasi dalam 20 tahun mendatang. Sebab, sampai sekarang bahkan pemerintah masih menimbang segi kelayakan proyek yang diperkirakan menelan dana hingga 200 triliun rupiah itu. Artinya, terbangunnya Jembatan Selat Sunda tak boleh diharap karena ia baru sebatas rencana. Yang wajib kita pikirkan dalam jangka pendek ini adalah bagaimana arus penyeberangan Bakauheni-Merak bisa lancar. Ini masalah di depan mata kita sekarang. Harus cepat diatasi supaya denyut perekonomian di Jawa dan Sumatera dapat mengencang lagi. Kita ingin segala ekonomi biaya tinggi, mandegnya transaksi dagang dan terhambatnya proses produksi akibat kemacetan ini segera distop. Pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di Jawa dan Sumatera, baik yang baru maupun lama, wajib digeliatkan lagi demi membaiknya kesejahteraan masyarakat. Salah satunya dengan menyelesaikan ketidakbecusan pengelolaan pelabuhan penyeberangan Bakauheni-Merak. Pemerintah harus cepat mengatasi keadaan. Berlarut-larutnya masalah ini membuktikan bahwa penyelenggara negara tidak peduli nasib orang banyak. Presiden, karena itu, harus melihat langsung masalah ini, tidak cuma mendapat laporan dari para menteri dan pejabat PT ASDP. Dari sana, Kepala Negara jadi tahu duduk soalnya dan bisa memerintahkan para bawahan mengenai apa yang mesti dilakukan.

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun