Mohon tunggu...
Firman Uwians
Firman Uwians Mohon Tunggu... -

Mewartakan kabar baik bagi semua makhluk.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Apakah Bencana Gempa Merupakan Bentuk Hukuman dari Allah?

4 Oktober 2018   10:30 Diperbarui: 4 Oktober 2018   10:31 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saudara-saudaraku, ketahuilah bahwa Allah tidak menggunakan bencana alam untuk menghukum orang yang tidak bersalah. Ia tidak pernah, dan tidak akan bertindak seperti itu. Mengapa? Karena "Allah adalah kasih" (1 Yohanes 4:8)

Segala sesuatu yang Allah lakukan digerakkan oleh kasih. Kasih tidak menyebabkan celaka terhadap orang yang tak bersalah, karena Alkitab menyatakan bahwa "kasih tidak melakukan apa yang jahat kepada sesamanya". (Roma 13:10) Di Ayub 34:12, Alkitab menyatakan, "Sesungguhnya Allah tidak bertindak dengan fasik."

Itulah mengapa di bencana gempa Palu baru-baru ini, kita tetap menyaksikan cerita korban yang selamat secara ajaib sebagai bentuk mukjizat ilahi dari Allah yang berkenan mendengarkan doa orang yang minta tolong. Keselamatan jiwa saudara-saudara kita yang berhasil selamat dari maut tersebut semakin membuktikkan bahwa Allah itu peduli kepada siapa Ia berkenan. 

Kembali ke Bencana Gempa

Memang, Alkitab menubuatkan terjadinya bencana pada zaman kita, seperti "gempa bumi yang hebat" (Lukas 21:11) Namun, Allah tidak bertanggung jawab atas kehancuran yang ditimbulkannya, sama seperti peramal cuaca tidak bertanggung jawab atas kerusakan yang disebabkan oleh topan yang ia prakirakan. Nah, kalau bukan Allah yang menyebabkan derita akibat bencana alam, lantas siapa?

Alkitab menyingkapkan bahwa "seluruh dunia berada dalam kuasa si fasik", yakni Setan si Iblis. (1 Yohanes 5:19) Ia adalah pembunuh manusia sejak pemberontakannya pada awal sejarah manusia hingga zaman kita. (Yohanes 8:44) Bagi Setan, kehidupan manusia itu tidak ada artinya dan tidak penting. Ia digerakkan oleh ambisi yang mementingkan diri, sehingga tidak mengherankan bahwa dalam sistem global ciptaannya, sifat egois begitu marak. Dalam sistem dunia yang menghalalkan segala cara dewasa ini, banyak orang yang tak berdaya dipaksa tinggal di daerah rawan bencana alam maupun bencana buatan manusia. (Efesus 2:2; 1 Yohanes 2:16) Maka, orang-orang tamaklah yang harus dipersalahkan atas beberapa malapetaka. (Pengkhotbah 8:9) Mengapa?

Jumlah yang mengejutkan dari bencana yang terjadi, setidaknya sebagiannya, adalah akibat ulah manusia. Misalnya, perhatikan derita penduduk New Orleans, AS, yang kotanya tergenang akibat badai, atau rumah-rumah yang hancur akibat tanah longsor di pegunungan pesisir Venezuela. Dalam kedua contoh ini dan yang lainnya, fenomena alam, seperti angin dan hujan, berubah menjadi bencana, terutama karena ketidakpedulian manusia terhadap lingkungan, konstruksi asal jadi, kesalahan perencanaan, peringatan yang tidak digubris, dan birokrasi yang tidak becus.

Perhatikan sebuah bencana pada zaman Alkitab. Di masa Yesus, sebuah menara yang tiba-tiba runtuh menewaskan 18 jiwa. (Lukas 13:4) Bencana ini bisa jadi adalah akibat kesalahan manusia, "waktu dan kejadian yang tidak terduga", atau keduanya---tetapi, yang pasti bukan karena hukuman dari Allah.---Pengkhotbah 9:11.

Pernahkah ada bencana yang berasal dari Allah? Ya, tetapi tidak seperti bencana alamatau bencana akibat ulah manusia, bencana tersebut selektif, bertujuan, dan sangat jarang terjadi. Air Bah global pada zaman patriark Nuh serta pembinasaan kota Sodom dan Gomora pada zaman Lot adalah contohnya. (Kejadian 6:7-9, 13; 18:20-32; 19:24) Penghukuman ilahi tersebut melenyapkan penduduk fasik yang tidak bertobat, tetapi meluputkan orang-orang yang adil-benar di mata Allah.

Faktanya, Allah memiliki sarana, keinginan, dan kuasa untuk mengakhiri semua penderitaan dan membebaskan kita dari dampak bencana alam. Mengenai Raja yang Allah lantik, Yesus Kristus, Mazmur 72:12 menubuatkan, "Ia akan membebaskan orang miskin yang berseru meminta tolong, juga orang yang menderita dan siapa pun yang tidak mempunyai penolong."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun