Salah satu implikasi utama dari penamaan La Ode dan Wa Ode adalah bagaimana tradisi ini menjadi sarana untuk memperkuat identitas budaya masyarakat Buton. Sebagaimana disebutkan dalam penelitian terkait identitas suatu masyarakat tercermin melalui pola hidup, tradisi, dan nilai-nilai luhur yang diwariskan secara turun-temurun. Tradisi penamaan ini tidak hanya berfungsi sebagai pengingat akan sejarah dan adat istiadat, tetapi juga menjadi simbol komitmen untuk menjaga nilai-nilai budaya Islam yang menjadi landasan kehidupan masyarakat Buton, seperti konsep sakinah, mawaddah, wa rahmah dalam berkeluarga. Dalam konteks modernisasi, di mana tradisi lama sering tergerus, penamaan ini tetap eksis sebagai representasi nilai-nilai luhur yang selaras dengan konsep keberlanjutan identitas budaya lokal dan nasional[4].
Namun, dalam kehidupan modern, penamaan ini juga menghadapi tantangan, terutama dalam kalangan generasi muda. Seiring dengan berkembangnya pendidikan dan mobilitas sosial yang semakin tinggi, ada sebagian orang yang merasa bahwa nama La Ode dan Wa Ode kian jarang dipertahankan dengan alasan praktis, seperti kemudahan dalam berinteraksi dengan dunia luar yang lebih global. Meskipun demikian, terdapat pula upaya dari berbagai kalangan, baik dari komunitas adat maupun pemerintahan setempat, untuk menjaga dan mengkampanyekan pentingnya melestarikan tradisi penamaan ini. Hal ini menunjukkan adanya gerakan untuk tetap menanamkan kesadaran akan nilai luhur yang terkandung dalam nama La Ode dan Wa Ode meskipun dalam konteks dunia yang lebih modern.
Tantangan di era modern terkait dengan sejarah La Ode dan Wa Ode terletak pada anggapan yang berkembang di masyarakat mengenai perbedaan kasta. Hal ini memicu diskriminasi dalam kehidupan sosial dan budaya, yang berpotensi menimbulkan konflik di wilayah Buton. Ketegangan semacam ini tidak hanya mengarah pada perpecahan, tetapi juga menimbulkan permusuhan antarpihak, yang pada akhirnya membawa kerugian besar bagi masyarakat. Namun demikian, jika sejarah La Ode dan Wa Ode tidak dilestarikan atau diperkenalkan kepada masyarakat, terutama generasi muda, maka nilai sejarah dan budaya yang terkandung dalam nama tersebut akan hilang, sehingga generasi mendatang tidak lagi memahami akar budayanya. Oleh karena itu, upaya melestarikan sejarah ini menjadi penting untuk menjaga identitas dan harmoni dalam kehidupan sosial.
Penamaan La Ode dalam kehidupan modern mencerminkan warisan budaya yang dihormati dan memiliki makna mendalam di masyarakat Buton. Gelar ini, seperti yang dianugerahkan kepada Menteri Agama oleh Kesultanan Buton, mencerminkan penghormatan terhadap nilai-nilai sejarah dan budaya lokal. Gelar tersebut tidak hanya melambangkan identitas budaya masyarakat Buton, tetapi juga menjadi pengingat pentingnya menjaga tradisi dalam keberagaman sosial di Indonesia. Dengan penghormatan terhadap identitas budaya seperti La Ode, bangsa Indonesia dapat terus memperkuat ikatan sosial yang berakar pada kekayaan tradisi dan warisan budaya lokal[5].
kesimpulan
Pada masyarakat Buton dan Muna, nama La Ode dan Wa Ode mencerminkan identitas budaya yang mendalam. Nama-nama ini bukan sekadar simbol status sosial, tetapi juga mewakili berbagai nilai seperti kehormatan, tanggung jawab, dan komitmen terhadap tradisi. Meski dihadapkan pada tantangan modernisasi dan globalisasi, tradisi ini tetap lestari sebagai pengingat akan pentingnya menjaga akar budaya dan sejarah.
Upaya untuk melestarikan penamaan tersebut merupakan langkah krusial dalam menjaga harmoni, identitas, dan keberagaman budaya Indonesia. Meskipun menghadapi tantangan, seperti perubahan nilai sosial dan potensi diskriminasi, masyarakat Buton tetap bertekad mempertahankan tradisi ini sebagai warisan budaya. Dengan begitu, mereka dapat memperkuat keberagaman dan memperkaya khazanah budaya nasional sambil menghormati serta memahami makna filosofis di balik nama-nama La Ode dan Wa Ode.
Untuk memastikan gelar ini tetap lestari dan dihargai sepanjang masa, diperlukan kolaborasi yang erat antara masyarakat adat, pemerintah, dan generasi muda dalam melestarikan serta menjaga nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Dengan langkah tersebut, gelar La Ode dan Wa Ode tidak hanya akan terus eksis, tetapi juga menjadi simbol kebanggaan yang menghubungkan masyarakat Buton dengan akar budaya mereka. Hal ini dapat menginspirasi dunia untuk senantiasa melindungi dan menghargai kekayaan budaya lokal yang dimiliki oleh setiap daerah.
REFERENSI
1. Â Â Â Â Alimuddin M. MENGUAK SEJARAH TERLAHIRNYA KATA LAODE DAN WAODE BAGI MASYARAKAT JAZIRAH MUNA DAN BUTON. formuna.wordpress. 2013. Accessed January 26, 2025. https://formuna.wordpress.com/2013/01/01/menguak-sejarah-terlahirnya-kata-laode-dan-waode-bagi-masyarakat-jazirah-muna-dan-buton/
2. Â Â Â Â Ante W, Tarifu L, Iba L. Makna Simbolik Identitas Terhadap Penamaan La Ode Dan Wa Ode (Studi Kecamatan Katobu, Duruka Dan Lohia Kab. Muna). J Ilmu Komun UHO J Penelit Kaji Ilmu Komun dan Inf. 2016;1(2):1-14. https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/639797