Mohon tunggu...
Firdausia Hadi
Firdausia Hadi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Kompilasi Paradigma Sosial: Sebuah Pengantar dalam Kajian Paradigma Sosial

7 Februari 2017   05:09 Diperbarui: 7 Februari 2017   05:17 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kamis, 19 Januari 2017 tepat pukul 18.30 para kader intelektual IAIN Jember berkumpul di ruang Madya lantai dua dalam rangka perkuliahan yang disampaikan oleh bapak Muhibin selaku dosen IAIN Jember dan sekaligus ketua LP2M. Tema pada kesempatan kali ini sangat menarik yakni tentang Paradigma Sosial, namun pada kesempatan pertama, pemateri memulai dengan pembahasan-pembahasan mendasar tentang realitas, fenomena, opini dan masih banyak lainnya.

Malam perkuliahan diselimuti udara yang cukup dingin pasca hujan deras siang tadi ditambah udara dingin ruangan yang keluar dari AC, namun udara dingin tak menyurutkan semangat belajar para kader. Ruang Madya yang sebetulnya ruangan ini khusus untuk rapat-rapat penting pak rektor, namun kami juga berkesempatan menggunakannya. Ruangan dengan fasilitas yang cukup memadai ini, di dalamnya terdapat meja dengan bentuk U besar dan meja bentuk persegi panjang di bagian depan di setiap bagian atas meja kira-kira satu meter jaraknya terdapat mikrofon berbentuk seperti lampu tidur berwarna hitam kecil dengan tombol di bagian bawahnya dan dilengkapi dengan kursi berwarna kuning lengkap lima roda di kakinya, sehingga roda-roda tersebut mempermudah kursi untuk di gerakkan atau dipindahkan. Ruangan ini juga dilengkapi dengan dua whiteboard dan layar LCD di bagian depan, almari dengan ukuran cukup besar di bagian kiri belakang dekat pintu masuk, gorden berwarna krem bersih, lantai diselimuti warna coklat gelap dan beberapa lampu yang menerangi sudut-sudut rungan.

Sebelum acara dimulai kami dipersilahkan mengambil makanan yang sudah disediakan oleh para pembimbing IMC (Intelectual Movement Comunity), nasi dengan bungkus kertas minyak yang sudah menyambut kedatangan kami. Tatkala saya hendak mengambil si nasi bungkus itu, tiba-tiba salah satu pembimbing IMC bapak Khoirul Hadi yang sejak tadi duduk di kursi depan di samping bapak Rosyid sembari asik menikmati makanan, tiba-tiba menoleh ke arah saya sembari berkata “tenang saja makanannya ngak ada durinya kok” ujarnya menasehati, saya pun membalas dengan semyuman sembari mengatakan “ iya pak”. Nasehat ini disampaikan karena ada sebuah sebab yang sebelumnya terjadi kepada saya. 

Kemarin malam tepatnya tanggal 18 Januari 2017 malam pada acara syukuran yang digelar di rumah bapak Rosyid salah satu pembimbing IMC juga. Saya mengalami suatu insiden kecil, yakni ketika saya makan dan memulai suapan pertama bukan makanan yang tertelan tapi duri ikan, sungguh sial rasanya.

Para kader pun menempati tempat yang telah disediakan, yakni menempati kursi-kursi dengan meja berbentuk U besar yang melingkari ruangan. Tatkala semuanya sedang menikmati makan malam dan sesekali diselinggi canda tawa dari semua yang hadir pada malam itu termasuk dua pembimbing kami bapak Rosyid dan bapak Hadi yang sejak lama duduk di kursi depan dengan meja persegi panjang ikut serta menyantap makanan bersama kami. Makanan terasa begitu nikmat walaupun hanya nasi bungkus dengan lauk telur dadar dan mie goreng sederhana. Minumnya pun juga sederhana dengan minuman kemasan gelas dengan merk anda, namun kenikmatan bisa didapat dengan kebersamaan bukan dengan makanan yang mewah ataupun mahal.

Selang beberapa menit berlalu saat beberapa dari kami telah meyelesaikan makan malam termasuk bapak Hadi dan bapak Rosyid yang sudah beranjak dari tempat duduknya. Saya dan beberapa rekan-rekan saja yang masih sibuk dengan makanan masing-masing, tiba-tiba datang sesosok pria parubaya dengan kemeja kotak-kotak, celena hitam, berkaca mata minus dan beramput ikal dengan uban yang tidak terlalu banyak. Seketika saya pun terkejut, usut punya usut ternyata sosok itu adalah bapak Muhibin dosen IAIN Jember sekaligus ketua LP2M. 

Pada kesempatan malam hari itu ia mendapatkan kesempatan mengisi kuliah IMC dengan tema yang cukup menarik yakni paradigma sosial, yang tentunya ia salah satu pakar dari meteri tersebut. Tatkala bapak Muhibin mulai beranjak menuju tempat duduk yang telah disediakan di kursi depan dengan meja persegi panjang menghadap ke arah timur. Beberapa dari kami yang sedari tadi masih sibuk dengan makanan, sesegara mungkin menyelesaikannya.

Suasana malam hari itu diselimuti udara dingin namun tak menyurutkan semangat kami para kader IMC untuk belajar, belajar dan belajar. Ketika kami telah menempati posisi masing-masing dan telah siap menerima materi, tiba-tiba kami diberi kertas putih kosong satu persatu yang entah untuk apa kertas tersebut. Setelah semua kertas dibagikan, Pak Hadi pun memberikan kesempatan pada pak Ali salah satu dosen pembimbing juga untuk menjadi moderator. Dengan langkah pasti pak Ali pun melangkah menuju tempat duduk yang telah disediakan yakni di kursi depan dengan meja persegi panjang tepat disebelah bapak Muqidi. Dengan suara yang tegas dan santai penuh kepastian ia membuka acara perkuliahan pada malam hari itu, dengan pembukaan singkat dan jelas. Ia akhirnya mempersilahkan bapak Muhibin yang sedari tadi menunggu untuk menyampaikan materinya.

Setelah dipersilahkan oleh moderator, bapak Muhibin dengan lekas beranjak dari tempat duduknya lalu mengambil posisi di tengah-tengah kami. Ia tepat berdiri di bagian tengah meja berbetuk U sehingga ia dengan leluasa berjalan ke depan belakang atau arah barat timur.

Bapak Muhibin memulai diolag dengan memberikan kami tugas untuk menulis segala sesuatu yang kami anggap menarik untuk dibahas pada kertas putih yang sudah ada di tangan kami dengan durasi waktu sepuluh menit. Ada beberapa diantara kami yang sesakali bersitatap dan ada pula yang serius menulis sedari tadi, selang beberapa waktu berlalu ia pun beranjak dari tempat duduk lalu berdiri pada posisi semula. Ia mulai memungut hasil tulisan tersebut satu-persatu.

Terdapat empat tulisan yang ia baca untuk kemudian dijadikan sample. Pertama, tulisan salah satu rekan saya tentang sebuah realita bahwa mahasiswa Perguruan Tinggi Islam Negari/PTIN dipandang berbeda dengan Perguruan Tinggi Negeri /PTN karena Perguruang Tinggi Islam memiliki nilai plus yakni ia dianggap mampu oleh masyarakat dalam dua bidang, bidang kegamaan dan bidang umum. Kedua, dari rekan saya yang lain tentang realitas yang terjadi di kampus IAIN Jember, mengapa kampus IAIN Jember yang berlebel Islam berkerjasama dengan bank BRI non syariah untuk pengelolaan keuangan kampus yang pada kenyataannya kampus memiliki fakultas syariah?. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun