Mohon tunggu...
Firasat Nikmatullah
Firasat Nikmatullah Mohon Tunggu... Pendatang Baru

Aku adalah apa yang kamu pikirkan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Empat Kepala, Satu Koboi: Purbaya Dikeroyok Politisi Negara?

11 Oktober 2025   16:00 Diperbarui: 11 Oktober 2025   19:35 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Keuangan Republik Indonesia, Purbaya Yudhi Sadewa. (Antara Foto/Dhemas Reviyanto)

Momen paling panas dalam karier Purbaya Yudhi Sadewa bukan waktu dia ngumumin kebijakan fiskal, bukan juga pas dia tampil di TV debat soal neraca negara.

Paling panas itu waktu dia "dikeroyok".

Bukan secara fisik, tapi secara narasi. Empat arah. Empat kepala. Empat gaya serangan.

Kayak satu koboi sendirian di tengah panggung, dikelilingi empat tokoh yang ngerasa paling punya hak atas kebenaran negeri ini.

Dan yang menarik?  
Empat-empatnya nyerang dia bareng, tapi ujung-ujungnya malah kebakar diri sendiri.

Awalnya biasa aja. Purbaya cuma ngomong di rapat publik. Kalimatnya simpel, tapi keras kayak peluru:

"Pertamina malas bangun kilang."

Boom. Kalimat itu kayak melempar korek ke gudang bensin. Yang pertama bereaksi:

Ferdinand Hutahaean.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ferdinand Hutahaean. (Antara Foto/Akbar Nugroho)
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ferdinand Hutahaean. (Antara Foto/Akbar Nugroho)

Gayanya khas... suara lantang, ekspresi penuh keyakinan, tapi kadang lupa bawa logika.  
Langsung muncul di media:

"Kurangi merasa paling jago!"

Padahal yang dia kritik itu pejabat yang tiap angka di kepalanya bisa ngebongkar laporan 10 pejabat sekaligus.

Ferdinand bukan marah karena kilang.  
Dia marah karena ada pejabat yang gak bisa dikontrol narasinya.

Lalu datang:

Bahlil Lahaladia.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahaladia. (Dok. Sekretariat Presiden/Kompas.com)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahaladia. (Dok. Sekretariat Presiden/Kompas.com)

Gaya bicaranya ramah, tapi licin. Begitu lihat Purbaya dapet sorotan, dia nimbrung:

"Dia salah baca data itu."

Klasik. Template pejabat kepepet:

kalau gak bisa bantah, bilang datanya salah.

Padahal Purbaya bukan tipe orang yang asal ngomong. Semua yang keluar dari mulutnya udah pasti di-backup sama dashboard, file, dan catatan internal yang lebih rapi dari laporan tahunan bank.

Purbaya gak marah. Dia cuma lempar senyum dingin ke wartawan:

"Kalau data saya salah, silakan buktikan dengan data baru. Jangan pakai perasaan buat bantah angka."

Ruang media langsung bening. Karena semua tahu: kalau lo nyerang data pakai retorika, lo udah kalah sebelum mulai.

Belum sempat adem, muncul suara berat, kalem, tapi tajam:

Luhut Binsar Pandjaitan.

Penasihat Khusus Presiden Bidang Digitalisasi dan Teknologi Pemerintahan, Luhut Binsar Pandjaitan. (Instagram: @pinterpolitik)
Penasihat Khusus Presiden Bidang Digitalisasi dan Teknologi Pemerintahan, Luhut Binsar Pandjaitan. (Instagram: @pinterpolitik)

Kalimatnya pendek:

"Jangan ganggu dana MBG."

Cuma itu. Tapi semua tahu, kalau Luhut Binsar Pandjaitan udah bilang "jangan," itu bukan saran. Itu peringatan.

Masalahnya, Purbaya baru aja ubah mekanisme MBG... dana Modal Bagi Hasil Geologi yang selama ini jadi ladang basah.

Dia digitalisasi sistemnya. Gak bisa lagi markup, gak bisa lagi laporan manual. Langkah itu bikin banyak pemain lama panik.

Tapi Purbaya gak gentar. Dia gak balas dengan statement keras. Dia balas dengan transparansi. Semua laporan MBG dibuka ke publik lewat dashboard online.

Hasilnya? Rakyat bisa lihat proyek mana yang fiktif, dana mana yang nyangkut.

Dan belum selesai. Muncul:

Misbakhun.

Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun. (Dok. Partai Golkar/Kompas.com)
Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun. (Dok. Partai Golkar/Kompas.com)

Politisi yang hobinya nongol tiap ada aroma panas. Komentarnya:

"Jangan bikin polemik."

Kalimat default pejabat yang risih sama kebenaran. Karena bagi mereka, kebenaran yang terlalu terang itu disebut polemik. Padahal yang bikin ribut bukan datanya, tapi sistem yang gak siap dibuka.

Empat arah serangan.  
Empat karakter beda-beda.  
Tapi semua kena mental.

  • Ferdinand nyolot, kepleset logika  
  • Bahlil defensif, kebanting data  
  • Luhut halus, tapi transparansi udah jalan
  • Misbakhun nyerang pakai kata "polemik," malah kena balik pakai moral.

Dan yang paling menarik?  
Purbaya gak nyerang siapa pun. Dia cuma kerja. Dia buka data dan biarin kebenaran kerja.

Karena di negeri ini, kalau data udah bicara, semua aktor jadi figuran. Purbaya ngomong dingin waktu ditanya soal teguran:

"Kalau transparansi bikin orang takut, berarti selama ini mereka hidup dari kegelapan."

Itu bukan kalimat. Itu vonis moral.

Kadang gue mikir, gimana rasanya jadi pejabat yang udah puluhan tahun hidup di zona nyaman, terus tiba-tiba datang satu orang kayak dia?

Yang ngomongnya blak-blakan, kerjanya real-time, dan tiap kalimatnya bisa bikin setengah kabinet keringat dingin.

Pasti rasanya kayak punya alarm di otak yang bunyi tiap lima menit. Dan sekarang coba lihat hasilnya: Yang dulu nyerang, sekarang pura-pura diem. Yang dulu sindir, sekarang pakai sistem dia. Yang dulu teriak "jangan bikin polemik," sekarang jualan narasi "kami mendukung transparansi."

Lucu ya?

Negeri ini kadang kayak sinetron:

antagonisnya sering berubah profesi jadi tokoh bijak di episode akhir.

Tapi rakyat gak bodoh. Mereka tahu siapa yang mulai ribut, siapa yang selesai kerja.

Dan di ujung cerita, yang diingat bukan siapa yang paling keras ngomong, tapi siapa yang paling berani buka data waktu semua orang milih bungkam.

Purbaya gak butuh tepuk tangan. Dia gak peduli headline. Karena buat dia, perang yang paling besar bukan di DPR, bukan di media, tapi di hati orang-orang yang mulai sadar:

Oh, ternyata negara ini bisa bener kalau dijalankan dengan logika.

Instagram: @el.kafir

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun