Mohon tunggu...
Firasat Nikmatullah
Firasat Nikmatullah Mohon Tunggu... Pendatang Baru

Aku adalah apa yang kamu pikirkan

Selanjutnya

Tutup

Financial

Pegadaian MengEMASkan Indonesia: Bukan Cuma Slogan

14 Oktober 2025   06:00 Diperbarui: 14 Oktober 2025   08:10 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Sriyadi, warga Gondang, Solo, Jawa Tengah memulai menabung emas sejak tahun 1990 an. (Sumber: Kompas.com/Labil Zamani)

Dulu, Pegadaian itu tempat terakhir sebelum nyerah. Sekarang? Tempat pertama sebelum waras.

Aku inget betul, ibu pernah nyelipin cincin kawinnya ke loket Pegadaian. Katanya, "Biar anak bisa ujian." Sekarang aku nyelipin receh ke Tabungan Emas Pegadaian. Kataku, "Biar anak nanti nggak perlu gadai masa kecilnya."

Nabung emas mulai dari Rp10.000. Lebih murah dari kopi shop, dan nggak bikin jantung deg-degan karena utang. Tiap bulan aku setor, bukan karena kaya. Tapi karena capek misquen terus.

Pegadaian ngajarin kami melek finansial. Bukan lewat seminar politik, tapi lewat aplikasi yang bisa diakses sambil rebahan. UMKM diajak naik kelas, bukan cuma disuruh sabar sambil nunggu investor fiktif.

Sekarang ada Bank Emas. Bukan cuma simpan, tapi bisa titip, bisa jual, bahkan bisa pantau lewat HP. Modern, tapi tetap nyambung sama warga. Karena masa depan nggak bisa digadai, tapi bisa ditabung.

Aku pernah mikir gini, "Emas itu cuma buat orang kaya." Ternyata, emas itu buat orang yang capek ditinggal janji. Karena logam mulia nggak pernah PHP. Nilainya naik pelan-pelan, tapi pasti. Nggak kayak janji kampanye yang naik pas pemilu, hilang pas dilantik.

Di warung sebelah, ibu-ibu udah mulai bahas Tabungan Emas. Bukan gosip artis, tapi gosip harga emas hari ini. "Naik 0,3 persen. Bu, lumayan buat masa tua." Mereka nggak lagi bahas skincare, tapi strategi bertahan hidup.

Pegadaian sekarang bukan cuma tempat gadai barang. Tapi tempat warga nyimpen harapan.  
Tempat anak muda belajar bahwa investasi itu bukan gaya hidup, tapi cara bertahan.

Karena di negeri yang inflasinya kadang lebih cepat dari mood, punya emas itu bukan pamer... itu perlindungan.

Pegadaian MengEMASkan Indonesia: Bukan Sebatas Slogan, Tapi Gerakan Warga

MengEMASkan Indonesia bukan cuma soal logam mulia. Tapi soal memuliakan warga. Soal bikin ekonomi rakyat nggak cuma bertahan, tapi berkembang. Soal bikin ibu-ibu warung bisa nabung tanpa harus jual panci.

Soal bikin anak muda bisa investasi tanpa harus jadi crazy rich dulu. Pegadaian hadir bukan sebagai penyelamat, tapi sebagai pengingat:

Bahwa harapan itu bisa ditabung.

Bahwa masa depan itu bisa dirancang, bukan ditunggu. Bahwa emas itu bukan cuma benda, tapi simbol:  

Simbol bahwa warga kecil pun punya hak untuk besar.

Dan ini bukan cuma kata-kata. Pegadaian mencatat laba bersih Rp3,58 triliun di semester pertama 2025-naik 23,1 persen dari tahun lalu.

Bukan karena eksploitasi, tapi karena kepercayaan rakyat. Asetnya tumbuh jadi Rp121,1 triliun-naik 29,3 persen YoY. Artinya, makin banyak warga yang percaya:

Pegadaian bukan cuma tempat gadai, tapi tempat strategi.

Outstanding loan-nya tembus Rp101,5 triliun-naik 31,8 persen. Tapi rasio kredit bermasalahnya justru turun ke 0,77 persen. Warga makin disiplin, sistem makin sehat. Karena kalau diberi ruang dan alat, rakyat bisa cerdas.

Dan lewat Bank Emas yang baru diluncurkan Februari lalu, Pegadaian udah kelola 1,28 ton Deposito Emas sampai Juli. Bukan cuma simpanan, tapi bukti bahwa warga Indonesia nggak cuma bisa belanja, tapi juga bisa berinvestasi.

Dengan lebih dari 4.000 outlet dan 240.000 agen di seluruh Indonesia, Pegadaian bukan cuma hadir di kota besar. Tapi juga di kampung, di pasar, di warung kopi tempat harapan sering dituang bareng teh manis.

Kalau ditanya, "Apa kontribusi Pegadaian dalam membangun negeri?" Jawabanku sederhana:

Pegadaian bikin kami percaya lagi.

Bahwa di tengah harga naik, janji turun, dan harapan digoreng, masih ada tempat yang ngajak kami menabung, bukan menyerah.

MengEMASkan Indonesia bukan soal kilau logam. Tapi soal nyala harapan. Dan Pegadaian, pelan-pelan, sedang menyalakan itu...

dari warung ke kampus,  
dari cincin ke cita-cita,  
dari warga ke Indonesia.

Firasat Nikmatullah

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun