Mohon tunggu...
Fiqram Iqra Pradana
Fiqram Iqra Pradana Mohon Tunggu... Freelancer - Menyukai hal yang berbeda

Biasa saja!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berdamai dengan Standar Ilusi Diri

10 Desember 2019   22:10 Diperbarui: 11 Desember 2019   15:30 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Gambar: Pixabay)

Tak hanya stand up comedy yang berangkat dari keresahan untuk membuat joke agar pecah, sebuah tulisan yang enak dibaca pun itu berangkat dari keresahan, agar merangsang pikiran dan tubuh untuk bertindak segera menyelesaikan masalahnya. Ya minimal menginspirasilah.

Bahkan segala hal hebat dan berguna hari ini, semua pasti berasal dari keresahan. Ya, keresahan. Karena kita resah maka pikiran aktif untuk menuntun tubuh mencari solusi terbaik.

Adakah di dunia ini yang tidak pernah merasakan keresahan? Bahkan Is alias Mohammad Istiqamah Djamad, mantan vokalis Payung Teduh membuat sebuah lagu yang berjudul "Resah". 

Kira-kira potongan liriknya "......aku di sini menunggu dengan sabar, di atas sini, melayang-layang. Tergoyang angin, menantikan tubuh itu". Sebuah lirik lagu tentang keresahan seorang kekasih ketika menunggu untuk berdua. Lagunya enak, tapi sayang tidak bisa dimakan, hihi.

Menurut KBBI Online: resah/re*sah/ a gelisah; tidak tenang; gugup; rusuh hati. Jadi Resah bisa diartikan secara umum sebagai kegelisahan yang membuat seseorang tidak tenang karena disebabkan hal-hal yang mengganggu yang bersifat subjektif yang berasal dari lingkungan. Panjang yah haha.

Tapi pada intinya sih resah itu yah ketidaknyamanan karena lingkungan sekitar sehingga kita jengkel dan jengah ingin menyampaikan keresahan itu.

Jika menyakut masa depan, bukan cuma keresahan yang membuat seseorang menjadi tidak nyaman ada pula khawatir, cemas, dan takut. Semua hal itu berkaitan dengan standar hidup seseorang. 

Makin tinggi standarnya, makin tinggi pula efek keresahan, kekhawatiran, kecemasan, dan ketakutannya yang berujung pada tingkat stres yang tinggi yaitu depresi. Lama-kelamaan jadi gila dan masuk rumah sakit jiwa.

Standar Hidup Orang Waras
Efek dari interaksi adalah inspirasi dan ekspektasi. Jika Inspirasi, maka seseorang yang melalukan interaksi dengan seseorang, baik melalui kehidupan sehari-hari maupun melalui dunia digital, maka akan menimbulkan produktivitas dan pikiran yang positif.

Contohnya kalimat motivasi dari teman atau video inspiratif dari media sosial. Namun jika ekspektasi, maka yang timbul adalah standar baru mengenai suatu harapan atau keyakinan yang diharapkan akan menjadi kenyataan di masa depan. Contohnya ingin memiliki mobil x dan rumah model y di tempat z.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan ekspektasi. Yang salah adalah hidup dalam dunia ekspektasi dan lupa pada dunia sesungguhnya yaitu dunia realita. Di mana hidup tak seindah cerita dongeng dan kisah cinta tak selalu happy ending seperti  film FTV.

Pikiran kita harus sadar pada keadaan kita saat ini. Di mana kita, sedang apa kita, dengan siapa kita dan berbagai pertanyaan yang semakin menyadarkan bahwa hidup kita yah begini loh. Biasa-biasa aja. Tidak ada istimewanya, tidak keren namun tidak pula kucel, lusuh, dan miskin-miskin amat.

Menurut kalian keren mana, orang yang hidup sederhana tanpa banyak beban pikiran atau mereka yang hidup mewah dengan tumpukan beban pikiran hingga untuk memejamkan mata sejenak pun tidak bisa? Pasti tidak dua-duanya bukan?

Lebih baik hidup mewah atau pas-pasanlah (Pas mau beli mobil ada uang, pas mau beli rumah ada uang hahaha) dan tidak banyak pikiran.

Namun untuk mencapai itu perlu usaha keras. Terutama dalam menjalani hidup harus realistis.

Realistis itu yah begini. Kalau mau kaya yah menabung, kalau pintar yah belajar, kalau mau hidup mudah di hari tua maka masa mudanya harus penuh perencanaan. Termasuk jika ingin tampil keren maka perbesar usaha untuk keren, jangan hanya standar keren yang dinaikkan tiap tahun.

Standar hidup orang waras adalah mengutamakan kebutuhan dan manfaat daripada hanya sekedar kemauan dan gaya hidup.

Standar Ilusi
Sadarkah kita bahwa, segala standar yang kita masukkan ke dalam diri kita itu akan menjadi racun dan akan berbalik berdampak negatif ke kita jika standar itu dijadikan sebagai acuan tanpa sebelumnya mengenal kelebihan dan kekurangan kita?

Sadarilah itu akan menjadi racun dan merusak hidup kita. Saya tidak menyalahkan para motivator dan para orang sukses mengajarkan pola hidup sehat dan bagaimana menjalani hidup agar produktif dan mencapai passive income. 

Pada akhirnya itu semua nampak bullshit, jika kita terapkan secara buta-buta yang saya istilahkan sebagai standar ilusi. Maksudnya, kita menerapkan 100 persen tips dan trik yang diajarkan oleh motivator dan orang sukses itu tanpa sebelumnya kita mengenal diri sendiri.

Harus dipahami bahwa setiap manusia itu berbeda-beda dan memiliki jalan sukses yang berbeda pula. Kita tidak harus meniru 100 persen jalan sukses mereka. Kita hanya perlu belajar bagaimana mereka tetap kuat menjalani halangan dan rintangan hingga mencapai tujuan.

Standar ilusi membuat ekspektasi kita berlebihan terhadap hidup. Malah membuat kita semakin jauh dengan tujuan, karena kita berusaha menerapkan dan memakai cara-cara yang bukan kita banget. Hanya karena itu keren dan dipakai oleh semua orang, kitapun ikut memakainya. Sungguh miskin keaslian diri.

Solusi Berdamai dengan Standar Ilusi
Mulai sekarang, setop memakai standar yang berlebihan dalam hidup. Mulai saat ini mari kita semua berdamai dengan diri kita sendiri. Harusnya makin hari kita itu makin tenggelam memahami diri sendiri, bukan malah menjauh untuk mengenal dunia di luar diri kita.

Bahkan parahnya kita memakai standar-standar yang bukan berasal dari diri kita. Kita memakai standar yang berasal dari luar diri kita hanya karena ingin dianggap keren.

Apa pentingnya keren jika pada akhirnya malah membuat kita stres dan tidak bahagia. Kita menjadi palsu, memakai topeng senyum dan bahagia padahal diri kita sedih, rapuh dan merasa kesepian ditengah keramaian.

Berikut beberapa solusi untuk berdamai dengan standar ilusi yang berseliweran di sekitar kita, entah itu telah menjangkiti kita atau belum. Jika belum, lakukanlah pencegahan sedini mungkin agar waktu kalian lebih banyak dilakukan untuk hal-hal yang lebih penting.

Pertama, kurangilah bermedia sosial. Media sosial tujuannya baik yaitu untuk komunikasi namun terlalu sering media sosial itu dijadikan sebagai tempat pencitraan dan tempat pamer. Ujung-ujungnya terjadilah perbandingan antara yang mampu dan tidak mampu, yang kaya dan yang miskin, yang sehat bugar dan yang sakit. 

Alih-alih memberikan inspirasi dan motivasi malah menimbulkan kecemburuan dan rasa ingin memiliki pula. Bermedia sosiallah dengan dosis 2 jam sehari agar standar hidup kita tidak banyak terisi oleh ilusi-ilusi ekspektasi berlebihan!

Kedua, berhenti menunda. Jika sudah bertekad untuk hidup lebih realistis dan memiliki standar hidup yang waras maka lakukanlah saat ini juga. Jangan menunda-nunda lagi untuk hari esok.

Ketiga, cintai diri sendiri. Belajarlah untuk lebih mencintai diri sendiri. berlaku adillah terhadap segala hal yang ada pada tubuh termasuk pikiran kita. Jangan dibebankan sesuatu yang tidak penting hanya karena kebodohan dan keegoisan kita. Suadah saatnya kita hidup makin produktif dan positif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun