Mohon tunggu...
Fiqih Akhdiyatu Salam
Fiqih Akhdiyatu Salam Mohon Tunggu... Writer

Nama: Fiqih Akhdiyatu Salam. Latar Pendidikan. Sarjana Ilmu Komunikasi, Jurusan Public Relations, dan Magister Ilmu Komunikasi, Jurusan Corporate Communication. Sebagai penulis, saya memiliki minat yang kuat dalam berbagi ilmu pengetahuan melalui tulisan. Saya telah menulis berbagai tulisan diberbagai media, seputar Ilmu Parenting, Media Massa, Politik, Propaganda, dan Komunikasi yang efektif di kehidupan sehari-hari. Saya ingin berbagi ilmu pengetahuan yang saya miliki dengan masyarakat luas, dan menuliskan yang belum banyak ditulis di platform media lainnya, serta memberikan perspektif berbeda dari yang lain. Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi saya melalui fiqihucil24@gmail.com] atau IG Fiqihakhdiyatusalam

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Main TikTok Tiap Hari, Tapi Nulis Opini Bingung?

25 April 2025   19:31 Diperbarui: 25 April 2025   23:25 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presentasi di kelas jadi beban mental. Bukan cuma soal gugup, tapi juga karena kebiasaan konsumsi konten serba instan bikin otak kurang terlatih mikir dan bicara runtut. Lucunya, saat dikritik guru, malah baper dan balas dengan kata-kata kasar. Peneliti University of Michigan (2021) bilang, terlalu sering main media sosial bisa nurunin empati dan bikin nggak tahan dikritik.

5. Serba Copas, Anti Proses

Zaman sekarang, ngerjain tugas itu bukan mikir, tapi copas. ChatGPT jadi solusi utama. UNESCO (2023) mencatat penurunan signifikan dalam kemampuan berpikir kritis pelajar karena kebiasaan mengandalkan teknologi tanpa refleksi pribadi.

6. Hidup untuk Tren

Setiap hari isinya cuma bahas tren TikTok: dance viral, sound lucu, parodi. Isi kepala lebih hafal lirik sound TikTok daripada rumus matematika. Tugas sekolah keteteran karena perhatian habis untuk scroll, bukan sekolah.

7. Konsumtif Akibat FYP

Istilah "keracunan TikTok" udah jadi fenomena. Banyak remaja beli barang karena viral, bukan karena butuh. McKinsey (2022) bilang Gen Z jadi makin impulsif gara-gara media sosial, terutama TikTok.

Dari Kacamata Psikologi Perkembangan: Otak yang Terlalu Dimanjakan

Jean Piaget dalam teorinya bilang, usia remaja seharusnya udah masuk tahap berpikir abstrak dan logis. Tapi nyatanya, banyak yang justru mundur. Karena terlalu sering terpapar konten instan, otak mereka nggak terlatih buat delayed gratification alias menunda kepuasan. Akibatnya? Stagnan. Mereka terbiasa dapet reward instan (likes, views, hiburan) tanpa perlu mikir atau usaha lebih.

Neurosains Bicara: TikTok = Mesin Dopamin

TikTok itu mesin dopamin berjalan. Setiap swipe kasih kejutan baru. Mirip kayak pola otak waktu kecanduan judi atau junk food. Profesor Anna Lembke (Stanford) dalam Dopamine Nation bilang. Otak butuh keseimbangan antara rasa senang dan tantangan. Tapi kalau tiap hari disuapin hiburan instan, ambang kenikmatan kita naik. Baca buku jadi ngebosenin. Diskusi jadi berat. Tugas sekolah? Ya... nyari jalan pintas aja. Efek Jangka Panjang. Literasi Emosional & Kognitif Menurun

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun