Mohon tunggu...
Fiqih P
Fiqih P Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Semarakkan literasi negeri

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bubuk Kopi Terakhir

4 Desember 2017   23:06 Diperbarui: 4 Desember 2017   23:15 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kopi dan bubuk kopi: www.mesinpertanian.com

Deru air terdengar deras paska hujan panjang. Mengaliri parit desa menuju sungai. Malam yang gelap tanpa aliran listrik membuat desa semakin mencekam. Bukan tak mensukuri datanganya hujan. Mereka hanya takut kalau nikmat itu bukan ditujukan pada mereka.

Angin berhembus dengan ritme abstrak. Ketika kencang suara dedaunan yang berlaga terdengar seram bagai nafas raksasa. Dilema antara tinggal atau segera pergi. Seperti biasa pada penghujan-penghujan sebelumnya.

Para lelaki tak tidur, berjaga daan memantau. Wanita dewasa ikut tak tidur meski hanya di dalam rumah. Bukit disebelah utara mengindikasikan longsor. Hujan biasanya mengundang bencana. Pengalaman yang memberitahu. Tapi warga desa memilih menetap.

Sulaiman berjaga sendiri di depan rumah, menunggu jatah memantau desa secara bergantian. Istri di dalam bersama si anak bergumul mengejar hangat.

"Bu tambah kopinya," pinta Sulaiman pada si Istri.

"Itu tadi bubuk kopi terakhir pak, sudah tidak ada lagi."

"Kalau begitu bapak pergi dulu ya cari bubuk kopi," jawab Sulaiman.

"Tapi pak..."

Belum istrinya mengeluarkan kata larangan, Sulaiman pergi bersenjata sebuah senter. Tak berapa lama Sulaiman pergi, suara gemuruh terdengar. Tampaknya longsor benar terjadi. Tanah seperti bergerak. Sulaiman yang baru mendapat bubuk kopi langsung kembali.

Tapi beruntung, tanah yang longsor tak merenggut keluarga kecilnya. Sulaiman mengungsikan istri dan anaknya. Jalan desa basah dan licin. Mereka menuju tanah lapang tempat pengungsian. Perjalanan itu butuh waktu limabelas menit.

Itupun tetap mereka tempuh. Namun, dalam perjalanan Sulaiman dijegat oleh Danung. Musuh Sulaiman yang telah lama menghilang. Dendam Danung pada Sulaiman tak pernah padam, meski Danung telah diusir warga desa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun