Mohon tunggu...
Fiona Marvela
Fiona Marvela Mohon Tunggu... Lainnya - Fiona Marvela (13) - XI MIPA 5 - SMAN 28 Jakarta

Pelajar SMAN 28

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Sahabat Pena dari Pulau Tello

23 November 2020   19:08 Diperbarui: 23 November 2020   19:38 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepulang sekolah, Satria mengajak Rino dan Retna mengerjakan tugas kelompok di rumahnya. Mama sudah menunggunya di pintu.

"Satria, ada kejutan di kamarmu!" kata Mama sambil menyambut ketiga anak itu. "Horeee..!" teriak Satria riang. Ia pun segera berlari menuju kamar diikuti kedua temannya.

"Surat dari siapa, Sat?" tanya Retna.

"Dari Alam, sahabat penaku, Na. la tinggal di Pulau Tello, Nias. Karena pulaunya terpisah dari pulau besar, suratnya lama sekali sampainya. Kadang aku jadi tidak sabar menunggu!" jelas Satria. Satria segera merobek amplop surat yang diterimanya.

"Kok, hari gini masih pakai surat. Kenapa enggak pakai e-mail saja. Kan, lebih praktis?" tanya Rino.

"Alam, kan, tinggal di pulau kecil, No. Sambungan internet dan telepon di sana sulit," cerita Satria pada Rino dan Retna.

"Kehidupan di pulau itu beda! Alam pernah cerita, kalau dia sering main di laut untuk menangkap ikan kecil. Malah, dia pernah mengirimkan fotonya sedang berselancar di bawah ombak. Hebat, kan?" Satria sangat bangga menceritakan sahabat penanya itu.

"Itu rumah temanmu?" tanya Rino sambil mengerutkan dahi, ketika melihat foto rumah Alam. Retna juga terlihat kaget.

"Orangtua Alam, kan, tidak seperti orangtua kita, No. Alam selalu membantu orangtuanya dikebun,"jelas Satria perlahan. perasaan Satria mulai tidak enak. Ia merasa kedua temannya tidak bisa melihat keunikan kehidupan Alam.

"Umur berapa dia, Sat?" tanya Retna.

"Kelas enam. Tapi, umurnya sedikit di atas kita. Alam pernah tinggal kelas karena..." Satria tidak menyelesaikan kalimatnya. Satria melihat Retna dan Rino saling berpandangan. la keburu malas menjelaskan bahwa Alam beberapa kali harus tinggal kelas, karena terkadang harus meninggalkan sekolah saat orangtuanya tidak sanggup membayar.

***

Ketika berjalan memasuki halaman sekolah pagi itu, Satria merasa aneh. Beberapa temannya tersenyum ke arahnya.

"Katanya kamu punya teman di kampung ya, Sat?" tanya Dio menggodanya. "Memangnya kenapa kalau punya teman di kampung?" Satria balik bertanya. "Awas loh, nanti kamu ikut jadi kampungan! Ha ha ha.." Dio dan beberapa anak lain ikut tertawa.

"Lebih baik kita lihat aplikasi baru di telepon genggamku ini. Keren! Kita bisa mengedit video pakai gerakan lambat, loh!" seru Rino sambil merangkulnya.

Satria bingung. Selama ini, ia merasa senang bertukar cerita dengan Alam. Ia menceritakan kehidupan di kota, dan Alam menceritakan kehidupannya di pulau. Hmm, menurut Satria cerita Alam itu seru. Namun, kenapa sepertinya hal itu tidak bisa diterima teman-temannya?

***

"Ma, aku jadi malu, deh, berteman sama Alam. Benar juga kata Rino dan Retna. Kan, aneh Ma, dia tinggal di rumah yang lantainya masih tanah. Kalau diajak bercerita tentang flm-flm di TV saja, Alam tidak bisa balas bercerita di suratnya. Karena katanya, dia tidak mengerti," Satria berkeluh kesah.

"Tapi, selama ini dengan kondisi Alam seperti itu, kamutetap semangat menulis surat dan menunggu balasan dari Alam, kan? Malah, seringkali Pak Pos cemberut karena bosan kamu tanya-tanyaterus mengenai surat balasan dari Alam," jawab Mama sambil tersenyum sabar.

Satria hanya terdiam. la agak kesal karena Mama tidak bisa mengerti akan kekhawatirannya.

"Kalau aku masih berteman dengan Alam, teman-temanku di sekolah masih mau main denganku enggak, ya?" pikir Satria bingung.

Akhirnya, ia memutuskan menunda menulis surat balasan untuk Alam. Padahal, biasanya Satria tidak menunggu lama untuk membalas surat dari Alam.

"Satria! Cepat lihat TV, ini!" seru Papa dari ruang keluarga. "Itu temanmu, kan? Lihat, dia mendapat juara pertama lomba selancar junior di Pulau Nias! Wah, ini baru namanya hebat! Dia bahkan mengalahkan beberapa peserta dari luar negeri, loh!" seru Papa bangga.

Mulut Satria menganga.

la bangga pada Alam, la juga merasa malu karena Satria sempat menganggap Alam tidak keren. Padahal, walaupun berasal dari pulau kecil, Alam bisa mengharumkan nama bangsa.

"Maafkan aku, Alam. Besok, aku akan menceritakan prestasimu pada teman-temanku di sekolah. Siapa tahu, anak-anak di kota jadi bersemangat untuk mengharumkan nama bangsa seperti dirimu," kata Satria dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun