Mohon tunggu...
De Kils Difa
De Kils Difa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat

Berkarya Tiada BAtaS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Banci pilpres] Tragedi Akibat Cuitan PilPres

15 Maret 2019   13:56 Diperbarui: 15 Maret 2019   15:12 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah sudah berapa lama aku berada di ruang mirip kamar kos saat kuliah dulu. Bedanya tak ada rak buku yang terpampang di pojok, tempat biasa aku menghabiskan waktu dari kesuntukan aktivitas kampus.

Ruang yang ku tempati sekarang hanya ada tikar lusuh yang berfungsi sebagai alas aku shalat atau sekedar merebahkan diri dengan kepalan tangan sebagai bantal. Tak ada lampu, hanya sinar matahari atau rembulan yang masuk lewat celah-celah jendela atau tembok.

Seperti saat ini. Aku yakin sekarang siang hari, kalau diukur dengan jam, ku perkirakan antara pukul 13.00 sampai 14.00. Ini karena cahaya matahari banyak yang masuk menyinari ruang yang membuatku pusing setiap terena sinar.

Aku berdiri, tapi tak sanggup. Lututku tampak memar. Darah kering masih membekas di kening dan beberapa bagian tangan. Aku ingin teriak tapi tak bisa. Hanya erangan yang nyaris tak terdengar.

Cacing-cacing dalam tubuh kurusku sedang demo. Terdengar suara krucuk berulang. Aku pun lantas mengelusnya. Berusaha merayu untuk tidak mengeluarkan bunyi berujung panggilan.

Kreeeeek... krekkkk..

Terdengar seperti orang yang sedang membuka pintu. Aku mencoba teriak kembali, masih belum bisa. Tapi aku tak mau putus asa.

Tak berapa lama pintu terbuka, namun belum melihat siapa gerangan yang datang aku sudah tergeletak kembali karena kelelahan berteriak.

##

"Alhamdulillah sudah sadar" samar terdengar suara dari seseorang yang ku kenal saat mulai membuka kedua mata.

Ada dua anakku, orang tua, dan juga istri tercinta ketika kedua mata ini terbuka lebar. Istriku menangis dengan menggenggam telapak tanganku. Yang lain ku perhatikan mulai mengembangkan senyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun