Mohon tunggu...
fikrijamil
fikrijamil Mohon Tunggu... Administrasi - Wong Dusun Tinggal di Kampung

Menulis Untuk Menjejak Hidup

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tak Ternilainya Harga Seorang Istri

10 Januari 2017   14:17 Diperbarui: 10 Januari 2017   14:25 1358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : tabloidnova.com

By. Fikri Jamil Lubay

Sttt....sabar dan tunggu dulu, jangan marah dulu apalagi sampai membuat para suami ambigu. Istri kita memang tak ternilai lho...tidak percaya...? kalau lah para suami sadar sesadar-sadarnya pastilah tidak akan pernah marah apalagi sampai harus melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap istri, seperti yang diberitakan Harian Prabumulih Pos, Senin, tanggal 9 Januari 2017 yang berjudul “Tragis! Suami Siram Air Keras ke Anak-Istri”. Berita yang sama juga dimuat di www.kompas.com pada hari yang sama.

Hampir seluruh pekerjaan yang dilakukan oleh istri kita hampir tidak mungkin dilakukan sendiri oleh para suami. Entah itu dengan alasan tidak sempat, capek, lelah, sibuk,  ngeles, sampai ke alasan kurang terhormat dan tidak sesuai kodrat.

Bayangkan saja kalau suami harus bangun pagi hari, memasak dan menyiapkan makan pagi, menyiapkan baju anak-anak untuk sekolah, menyemir sepatu anak atau sepatunya sendiri, mencuci, menyetrika pakaian, kemudian menyapu rumah dan halaman, mengepel lantai,  memberi makan hewan peliharaan.  Terus ke kantor pulang sore dan memasak lagi. Begitu seterusnya.

Nah yang satu ini apa mungkin para suami menyusui anak yang masih bayi. Terus kalau malam para istri itu “dinaiki” lagi. Mereka dengan setia menemani para suami tidur. Menidurkan anak-anak kita penerus generasi kita kelak dengan penuh kesabaran dan kasih sayang serta sambil bersenandung sholawat badar.

Berani bayar berapa coba dengan semua itu...? pastilah semua gaji plus tunjangan kita dipastikan tidak akan cukup kalau semuanya dihargakan kedalam rupiah. Bila para istri menuntut untuk dirupiahkan, maka sudah bisa dipastikan para suami akan jatuh bangkrut.

Hai para suami, mengapa waktu masih mau pendekatan untuk menjadikannya pacar saja kita berani beromantis ria dengan berlutut segala dengan setangkai bunga mawar dihadapannya. Perbuatan yang sepertinya lebay dan terkadang perbuatan itu tidak kita lakukan terhadap sembarang orang termasuk kepada kedua orang tua kita.

Setelah mereka kita jadikan istri, mereka kita paksa untuk menjadi boneka kita. Para suami sering kali “memaksa” para istri untuk sesempurna yang kita inginkan. Bila tidak maka, tangan akan melayang, tendangan menjadi mainan, umpatan dan sumpah serapah seperti menjadi hiasan hari-hari bersama sang istri. Dan terkadang nyawa sang istri melayang ditangan orang yang disayanginya.

***

Jadi,  sudah saatnya para suami tidak hanya menuntut meja makan yang sudah harus siap, dandanan rapi dengan strika baju yang halus nan mulus dan masih tetap saja mendamprat dan kasar kepada para istri. Mikir dong....! mereka adalah orang yang wajib kita lindungi.

Sudah menjadi tugas para suami menyenangkan hati istrinya sebagaimana yang ditunjukkan oleh sahabat Baginda Nabi SAW, Umar Ibnu Hattab.  Beliau sangat menyayangi dan patuh dengan istrinya, ibu dari anak-anaknya. Jangankan melakukan KDRT dan mendamprat sang istri, si Singa padang pasir itu tidak pernah berani melawan istrinya dan hanya berani menunduk saja ketika sang istri memarahinya. Apa kata Ummar, “Dia adalah ibu dari anak-anak ku”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun