Mohon tunggu...
Fidia Wati
Fidia Wati Mohon Tunggu... wiraswasta -

Cerita khas emak emak http://omahfidia.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Abaikan Trauma Anak Setelah Perceraian, Berkaca dari Kasus Aurel – KD

1 September 2015   11:03 Diperbarui: 1 September 2015   11:16 1990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Saya menahan napas ketika membaca curhatan anak-anak KD, Aurel dan Azriel di Ig. Sebagai seorang ibu saya turut sedih,apalagi curhatan tersebut diumbar dimedia. Dimana semua orang bisa membaca, dengan presepsi masing-masing.

Siapa yang salah disini apakah Aurel,Azriel atau KD? Menurut saya nggak ada yang salah. Kenapa? Karena Aurel dan Azriel kecewa dengan sikap miminya. Selama ini mereka memendam rasa kecewa. Namun karena sudah nggak tahan akhirnya mereka luapkan dimedsos, sebagai bentuk rasa protes dan perlawanan supaya miminya melek dan nyadar bahwasannya mereka rindu dan butuh kasih sayang darinya.

Begitupun dengan sikap KD yang juga memberikan respond kecewa dengan sikap kedua anaknya. Saya juga memaklumi. Kenapa? Karena dia adalah istri Raul Lemos, yang merupakan bapak dari dua anaknya. Secara otomatis KD akan lebih membela suami barunya itu. Suka tidak suka KD sebagai istri harus patuh pada suaminya, dia harus berpikir berulangkali untuk melawan, meskipun dalam hatinya dia berontak dan menangis. Dan mungkin terselip rasa penyesalan kenapa jadi begini? Ini mungkin lho.
Setelah saya mengalami sendiri pengalaman tersebut dan terimakasih ya Allah tak ada perceraian. Setelah itu saya lihat banyak kisah pilu akibat perceraian baik dari pihak istri/suami terutama anak. Gimana mereka survive dan berusaha untuk tetap ceria menyongsong masa depan, meskipun dengan langkah terseok-seok.

Saya pernah melihat langsung ketika ada seorang ibu yang bertanya dengan entengnya kepada seorang anak. Gimana bapak/ibu barunya apakah mereka baik dan sayang pada mereka dan membandingkan dengan ibu/bapak mereka terdahulu. Kelewatan nggak sih. Tidakkah mereka mengerti perasaan anak tersebut, gimana mereka harus menelan sendiri rasa kehilangan dan kecewa tanpa pernah bisa mereka ungkapkan kepada orang lain. Dan itu tak mudah. Betul kata Azriel beruntunglah mereka baik-baik saja dan tidak mengalami depresi.

Kisah lain, ada anak yang sangat protektif kepada ayahnya, kemana-mana digandolin. Nggak bisa ditinggal. Malam selalu bangun untuk mencari ayahnya karena dia trauma ditinggal kabur ibu tercintanya karena nggak kuat dengan himpitan ekonomi. Anak tersebut selalu khawatir dan menangis bila ayahnya pergi lama karena takut ayahnya juga akan meninggalkan dia dan adiknya.
Ada lagi anak yang selalu murung suka marah-marah dan akhirnya melampiaskan pada gadget, dan menarik diri dilingkungan. Karena ibunya menikah lagi dengan seorang laki-laki yang tak pernah dia kenal sebelumnya. Sampai hari ini, masalah ini jadi dilemma bagi si Ibu. Karena baik anak dan suami barunya saling berebut perhatian. Bila si Ibu guyon dengan si ayah tiri, si anak ngambek, karena merasa dikucilkan. Dan bila si Ibu lebih banyak menghabiskan waktu dengan si anak, si bapak ngamuk. Dianggaplah tidak perhatian. Berabe khan? Sampai kapan mo seperti ini terus.

Makanya saya mengerti banget ketika ada teman atau saudara yang betah menjanda apalagi bila anaknya banyak. Karena mereka tidak ingin menambah kerumitan hidup lagi. Cukuplah mereka jalani sendiri, tanpa melibatkan lagi orang lain. Mereka takut untuk berspekulasi. Ia kalau suaminya baik dan sayang anak serta giat bekerja untuk masa depan keluarga barunya. Kalau nggak, kan repot. Belum apa-apa sudah perhitungan. Giliran sama emaknya mau, lah giliran biayain anak-anak udah deh kabur. Ahay..jadi rempong.

Kadang kita sebagai orangtua terlalu egois dan sok tahu tentang perasaan anak. Dikiranya anak-anaknya baik- baik saja padahal aslinya tidak. Anak itu pinter lho nyembunyiin perasaannya,kadang mereka jauh lebih dewasa dari kita. Karena anak tidak mau menambah beban orangtuanya. Ada anak yang kuat dan banyak pula yang tidak kuat menerima perceraian tersebut.

Memang,pernikahan itu tak selamanya berjalan lurus, untuk mengokohkannya kita harus melalui jalan berliku dan terkadang terjal dan curam. Andai ada masalah, jangan pernah putus asa. Bersikaplah sabar dan takwakal. Anggap semua itu ujian. Ingatlah saat-saat bahagia dulu, gimana kalian bersatu apalagi kalau sudah anak. Tataplah wajah mereka saat mereka tidur, wajah teduh dengan nafas yang berirama yang akan melumerkan hati. Janganlah kita hancurkan mimpi-mimpi mereka karena keegoisan kita sebagai orangtua dengan catatan selama tak ada KDRT.

Ya sudah, selamat siang sahabat

 sumber foto mommyish.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun