Mohon tunggu...
fery setiawan
fery setiawan Mohon Tunggu... Bagian Patologi Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga

saya adalah seorang dokter gigi dan sekaligus seorang master of sains yang merupakan alumni dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga dan Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Forensik Universitas Airlangga. Saat ini, saya adalah assisten dosen di Bagian Patologi Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ancaman Konflik Laut China Selatan (LCS) terhadap Kedaulatan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Laut Natuna Utara

13 Maret 2024   12:08 Diperbarui: 13 Maret 2024   12:08 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.rri.co.id/kalimantan-selatan/nasional/326445/tiongkok-masih-dianggap-persoalan-terkait-laut-cina-selatan

                                          Gambar 1. Laut China Selatan (LCS) yang menjadi perebutan klaim oleh beberapa negara.

Gambar 1 menunjukkan perkembangan isu lingkungan strategis saat ini semakin cepat terjadi, di mana salah satu fokus yang saat ini menjadi fokus perhatian dunia internasional adalah kasus perebutan klaim (geopolitik) atas Laut China Selatan (LCS). Negara-negara banyak terlibat di dalam kasus klaim ini adalah negara China, Taiwan, Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Indonesia. Sebelumnya, klaim LCS berawal pada bulan Agustus tahun 1951 dimana Perdana Menteri (PM) China yang bernama Zhou Enlai menyatakan kepemilikan China atas kepulauan Paracel dan Spratly. Klaim tersebut berlandaskan atas dokumen yang dikeluarkan oleh rezim Goumintang di masa pimpinan Chiang Kai-shek pada saat menguasai Tiongkok. Di dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa Kepulauan Pratas, Paracel, Spratly, dan Maccelsfield River Banks merupakan bagian dari Republik Rakyat China (RRC) di mana klaim lebih ditekankan pada prinsip historical rights. Kepulauan Spratly dan Paracel merupakan dua jenis kepulauan yang rawan dalam masalah klaim territorial, terutama untuk kepulauan Spratly yang memiliki letak strategis baik dari segi militer maupun pertahanan. Selain oleh klaim Chiang Kai-shek ketika berkuasa, China telah berpendapat bahwa wilayah dan pulau-pulau yang terletak di LCS oleh dinasti Manchu juga sudah dimasukkan ke dalam kekuasaan Tiongkok dimana klaim tersebut dikuatkan oleh dokumen-dokumen sejarah, peta, sehingga China mengkalim secara historis atas wilayah ini.

Terdapat beberapa alasan utama mengapa terjadi perebutan klaim atas LCS, yaitu: 1. LCS LCS memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang menjanjikan, terutama pada potensi kekayaan laut yang cukup besar, 2. Terletak pada jalur yang strategis sebagai jalur pintu masuk bagi perdagangan internasional. Disebut sebagai jalur sangat strategis karena 85% impor negeri China dan suplai minyak untuk Jepang dan Korea melewati LCS. Selain itu, 55% hasil produk India yang diperdagangkan dengan Asia Pasifik melewati Tiongkok, Jepang, Korea, dan Amerika Serikat. LCS juga merupakan laut dengan kekayaan ekosistem laut yang luas karena terdiri dari berbagai macam ekosistem keanekaragaman hayati tertinggi di dunia sehingga menghasilkan ikan konsumsi terbesar di dunia untuk keperluan ekspor dan rumah tangga. Masalah pada nomer 2 ini juga mengancam kedaulatan wilayah sehingga negara-negara berusaha untuk mempertahankan atau mengejar kepentingannya agar tidak kehilangan hal-hal yang potensial. 3. Salah satu kepulauan yang terletak di LCS, yaitu kepulauan Spratly diketahui memiliki kekayaan sumber daya minyak dan gas alam yang sangat melimpah dimana LCS memiliki simpanan cadangan minyak sekitar 1.2 kilometer kubik (7.7 miliar barel) dan secara keseluruhan terdapat cadangan minyak 4.5 kilometer kubik (28 miliar barel) dengan potensi gas alam yang dimiliki sekitar 7.500 kilometer kubik (266 triliun kaki kubik). Cadangan minyak tersebut melalui riset oleh China lebih dari 10 kali lipat dari cadangan milik Amerika Serikat.

Penuntut atau negara yang paling signifikan dalam mengajukan klaim adalah negara China sendiri terhadap kedaulatan pada hampir di seluruh wilayah LCS, bahkan China diketahui telah membangun beberapa pulau buatan di Kepulauan Spratly dan menempatkan kekuatan militer di sana. Negara lainnya, yaitu Amerika Serikat (AS) juga merasa punya kepentingan di LCS sehingga Angkatan Laut AS secara rutin melakukan kegiatan operasi pelayaran di wilayah tersebut dengan tujuan untuk menantang klaim China. China melakukan pembangunan di sekitar LCS dengan mendirikan bangungn permanen, memperbanyak kapal penangkap ikan, pangkalan militer, dan penempatan kapal perang untuk patroli. Aktivitas-aktivitas inilah yang mengancam stabilitas keamanan kawasan LCS. Sengketa juga memasuki babak baru sejak Filipina menggugat Republik Rakyat China (RRC) ke Arbitral Tribunal UNCLOS pada tanggal 22 Januari 2013 dimana materi gugatan ini tentang keabsahan nine dash line RRC dan fitur maritim berupa ZEEI. Sampai saat ini kasus sengketa LCS merupakan salah satu kasus sengketa panas yang belum ditemukan penyelesaiannya.

Input sumhttps://regional.kompas.com/read/2022/08/02/223153978/3-batas-laut-indonesia-laut-teritorial-batas-landas-kontinen-dan-zonaber gambar
Input sumhttps://regional.kompas.com/read/2022/08/02/223153978/3-batas-laut-indonesia-laut-teritorial-batas-landas-kontinen-dan-zonaber gambar

                          Gambar 2. Ilustrasi Peta Indonesia yang terdiri dari: batas laut territorial, landasan kontinen, dan ZEE.

Berhubungan dengan kata-kata “laut” maka dihubungkan dengan istilah kedaulatan suatu negara (seperti ditunjukkan oleh gambar 2). Negara Indonesia memiliki batas-batas laut, yang terdiri dari: batas laut territorial, batas landasan kontinen, dan ZonaEkonomi Eksklusif (ZEE).  Batas laut teritorial (Territorial Sea) adalah garis batas laut di perairan sepanjang 12 mil laut atau 22,224 kilometer yang ditarik dari garis dasar. Garis dasar merupakan sebuah garis khayal yang ditarik pada pantai ketika air laut sedang mengalami surut, serta menghubungkan berbagai titik yang ada pada ujung pulau. Di dalam batas laut teritorial, Indonesia mempunyai kedaulatan mutlak atas wilayah laut, dasar laut, subsoil, dan udara yang berada di dalam wilayahnya. Selain berhak atas apa yang ada di dalamnya, Indonesia juga berkewajiban untuk menjamin hak lintas damai, baik melalui alur kepulauan maupun tradisional untuk pelayaran internasional.

Batas laut kedua yang ada di negara Indonesia adalah batas landas kontinen dimana batas landas kontinen diatur di dalam Konvensi Hukum Laut pada tahun 1982 pasal 78 hingga 85. Landas Kontinen adalah wilayah yang dikuasai terdiri dari dasar laut serta tanah di bawahnya yang berada di luar laut teritorialnya sepanjang adanya kelanjutan ilmiah pada wilayah daratannya hingga pinggiran tepi kontinen, maupun dasar laut serta tanah yang berada di bawahnya hingga jarak 200 mil laut yang dimulai dari garis pangkal dimana laut teritorial tersebut diukur. Konvensi hukum laut secara lebih detail menentukan kriteria pengukuran batas landas kontinen, yaitu: 1. Jarak sampai 200 mil laut jika tepian luar kontinen tidak mencapai jarak 200 mil laut; 2. Kelanjutan alamiah wilayah daratan di bawah laut hingga tepian luar kontinen yang lebarnya tidak boleh melebihi 350 mil laut yang diukur dari garis dasar Laut Teritorial jika di luar 200 mil laut masih terdapat daerah dasar laut yang merupakan kelanjutan alamiah dari wilayah daratan dan jika memenuhi kriteria kedalaman sedimentasi yang ditetapkan dalam konvensi; atau 3. Tidak boleh melebihi l00 mil laut dari garis kedalaman (isobath) 2500 meter. Batas laut yang ketiga adalah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah batas negara yang ditarik 200 mil dari asal garis dasar ke arah laut lepas atau laut bebas saat air laut surut. ZEE juga menjadi suatu zona dimana negara berdaulat (sovereign right) untuk memanfaatkan sumber daya alamnya. Hal ini memberikan ngara hak untuk memanfaatkan seluruh sumber daya alam di atas dasar laut sampai permukaan laut, serta pada dasar laut serta tanah di bawahnya.

Kembali lagi kepada permasalah dimana terjadi permasalahan penguasaan klaim atas keadaan geopolitik di LCS sehingga terjadi konflik antar negara yang ada di dalam wilayah LCS. Konflik dapat dilihat dari berbagai perspektif kepentingan aktor-aktor negara dimana salah satu yang menjadi aktor adalah negara Indonesia karena kedaulatan daripada Indonesia terancam. Kedaulatan Indonesia terancam karena berpengaruh terhadap konvensi hukum laut yang ada di Indonesia, khususnya pada daerah perairan di daerah Natuna. Laut Natuna Utara diketahui merupakan bagian daripada wilayah Indonesia menurut konsep yuridiksi ZEEI sehingga dengan adanya tindakan agresif dari China yang berupaya untuk mengklaim LCS sebagai milik China menimbulkan gangguan terhadap ZEEI atau dapat dikatakan bahwa klaim LCS mengancam kedaulatan Indonesia terutama dalam hal sumber daya baik cadangan minyak, kekayaan alam, hasil laut yang digunakan sebagai penopang ekonomi selama berabad-abad.

Sengketa yang terjadi atas klaim China terhadap LCS membawa dampak merugikan bagi Indonesia, terutama ancaman terhadap ZEEI. Walaupun Indonesia tidak termasuk dalam claimant state dengan LCS tetapi posisi geografis Indonesia yang bersinggungan dengan LCS yaitu tepatnya pada wilayah Laut Natuna menjadi terancam. Indonesia dapat menyelesaikan sengketa ini ke meja perundingan  bilateral antara kedua negara karena Indonesia perlu untuk mempertahankan haknya atas Laut Natuna Utara dari ancaman China terutama atas pengakuan terhadap ZEEI yang ada di Laut Natuna Utara.

Daftar Pustaka:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun