Mohon tunggu...
Fery Nurdiansyah
Fery Nurdiansyah Mohon Tunggu... Konsultan - Adil Sejak Dalam Pikiran

Imajinasi berawal dari mimpi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Rem Covid-19 untuk Indonesia

9 September 2020   23:01 Diperbarui: 10 September 2020   19:29 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pandemi Covid-19 Menelusur Perlahan, Pemerintah Pun Krisis Finansial, Melawan Virus Tak Ayal Gugup Gempita, Untuk Warganegara Walaupun Tinggal Nama" 

Desas-desus mengenai Covid-19 yang terjadi di Wuhan, China telah pastinya telah didengar pada awal tahun 2020 ini, walaupun minimnya informasi yang diterima oleh masyarakat maupun pemerintah. 

Terang saja, sebagaimana diketahui, bahwa pemerintah masih merespon lambat untuk penanganan Covid-19 ini agar masyarakat tidak dirundung kepanikan. Tentu saja, walaupun pemerintah telah menghimbau masyarakat untuk tenang, kepanikan justru dibuktikan dengan larisnya produk supermarket didaerah Jabodetabek.

Kenapa terjadi Panic Buying di Indonesia, beberapa hal mungkin dapat menjadi alasan kuat yaitu, Pertama, Masyarakat tahu bahwa virus tersebut berbahaya walaupun dengan sedikit informasi yang didapat dari internet maupun media sosial. 

Kedua, kewaspadaan terhadap penyebaran virus tersebut membuat masyarakat dapat mengantisipasi yang akan terjadi jika kebijakan Lockdown di Wuhan kemungkinan besar akan diterapkan di Indonesia. Ketiga, geliat pemerintah yang tidak bisa bergimik, yang seolah-olah virus tersebut tidak berbahaya.

Seminggu setelah didapatinya beberapa orang yang positif Covid-19, pemerintah mengeluarkan berbagai macam kebijakan terkait penanganan Covid-19, produk hukum yang dikeluarkan pemerintah dapat dijelaskan berdasarkan tanggalnya, sehingga diakhir paragraf dapat disimpulkan apakah pemerintah telah siap menghadapi Pandemic Covid-19 atau malah Panic Decision, diantaranya yaitu :

1. Keppres Nomor 7 tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19

Keppres ini diteken Jokowi pada hari Jumat, 13 Maret 2020. Gugus Tugas yang diketuai oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, dibentuk dalam rangka menangani penyebaran Covid-19. 

Gugus Tugas memiliki sejumlah tugas diantaranya, melaksanakan rencana operasional percepatan penanangan Covid-19, mengkoordinasikan serta mengendalikan pelaksanaan kegiatan percepatan penanganan Covid-19. 

Lalu, melakukan pengawasan pelaksanaan percepatan penanganan Covid-19, mengerahkan sumber daya untuk pelaksanaan kegiatan percepatan penanganan Covid-19. Gugus Tugas harus melaporkan pelaksanaan percepatan penanganan Covid-19 kepada Presiden.

Tak lama berselang, 20 Maret 2020 Jokowi kemudian menerbitkan Keppres No. 9 Tahun 2020 yang mengubah atau merevisi beberapa pasal dalam Keppres No. 7 Tahun 2020, diantaranya perubahan struktur, pendanaan melalui APBN dan APBD serta percepatan Impor barang terkait penanganan Covid-19.

2. Inpres Nomor 4 tahun 2020 tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. 

Tertanggal 20 Maret 2020, melalui Inpres ini, Jokowi meminta kementerian dan lembaga mengalokasikan anggarannya serta mempercepat pelaksanaan pengadaan barang dan jasa untuk penanganan Covid-19. 

Lalu, Menginstruksikan Menteri Keuangan Sri Mulyani memafasilitasi revisi anggaran dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dengan kepala daerah dalam percepatan penggunaan APDB untuk penanganan Covid-19. Tanggal 31 Maret 2020, ada 4 produk hukum yang keluar secara bersamaan dan terkait satu sama lain, yaitu:

3. Perpres Nomor 52 Tahun 2020 tentang Pembangunan Fasilitas Observasi dan Penampungan dalam Penanggulangan COVID-19 atau Penyakit Infeksi Emerging di Pulau Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau.

Perpres yang diteken Jokowi pada 31 Maret 2020 diterbitkan dengan pertimbangan bahwa penyebaran virus corona terus meningkat. Sehingga, menugaskan Menteri PUPR-Basuki Hadimuljono membangun rumah sakit yang dikhususkan untuk penyakit menular seperti Corona. Pembangunan RS Darurat Covid-19 di Pulau Galang sudah rampung dan mulai beroperasi sejak 6 April 2020.

4. Keppres Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Penetapan status itu didorong kasus Covid-19 di Tanah Air yang terus bertambah setiap hari. Jumlahnya pertanggal 22 April 2020 mencapai 7.418 orang, 913 Sembuh dan Kasus kematian 635 orang.

5. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19

PP yang mengatur soal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini dibuat Jokowi untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Kebijakan ini dinilai lebih cocok diterapkan di Indonesia daripada opsi karantina wilayah atau Lockdown. 

Pemilihan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB berarti pemerintah memutuskan tidak ada kebijakan lockdown atau isolasi penuh. Indonesia, menurut Jokowi, sudah belajar dari pengalaman negara lain dan memiliki ciri khas berbeda

Dalam PP yang diteken 31 Maret 2020 ini, dijelaskan bahwa pemerintah daerah boleh menerapkan PSBB dengan mendapat persetujuan dari Menteri Kesehatan (Menkes). Pembatasan sosial yang dimaksud yakni membatasan pergerakan orang dan barang ke provinsi, kabupaten atau kota. 

Berdasarkan Pasal 3 PP ini, PSBB harus memenuhi sejumlah syarat yaitu, jumlah kasus atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat signifikan dan terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.

PSBB paling sedikit meliputi, peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum sebagaimana bunyi Pasal 4 ayat (1). Aturan mengenai PSBB kemudian dijelaskan lebih rinci melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB. Sejauh ini, Menkes Terawan Agus Putranto telah menyetujui PSBB di DKI Jakarta, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi. Kemudian diikuti Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, hingga Kota Pekanbaru.

6. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19) Dan / Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan.

7. Dan yang terakhir adalah Keppres Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid -19) sebagai Bencana Nasional, ditetapkan pada tanggal 13 April 2020, yaitu sebulan setelah keppres Gugus Tugas. Selain itu 33 hari setelah WHO telah menyatakan Global pandemic pada tanggal 11 Maret 2020.

Berkaitan dengan tanggal 31 Maret 2020, pemerintah mengeluarkan 4 sekaligus aturan hukum mengenai Covid-19, apakah semua itu dapat dianggap sebagai Cepat tanggap atau dirasa Panic Decision! Sementara mengenai Perppu Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. 

Di dalamnya pemerintah menambah alokasi belanja dan pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (ABPN) Tahun 2020 sebesar 405,1 triliun. 

Alokasi belanja APBN tahun ini sesuai undang-undang yang sudah diputuskan yaitu sebesar 2.540,4 triliun. Selain itu, sekitar 150 triliun anggaran itu untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional. Termasuk di dalamnya restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk UMKM dan dunia usaha.

75 triliun untuk bidang kesehatan, meliputi perlindungan tenaga kesehatan, pembelian alat kesehatan, perbaikan fasilitas kesehatan, dan insentif dokter. Kemudian, sebesar 110 triliun untuk jaring pengaman sosial (Social Safety Net). 

Pemerintah akan menambah anggaran kartu sembako, kartu prakerja, dan subsidi listrik. Serta yang terakhir, 70,1 Triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR).

Konsekuensi dari naiknya belanja negara adalah defisit APBN yang bertambah hingga 5,07% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini melampaui batas ketentuan undang-undang yang dipatok di 3% dari PDB. 

Selain itu, dalam artikel penulis sebelumnya yang berjudul, 'Negara Kehilangan Langkah, Saat Bidikan Skakmat Covid-19'. "Bahwa, Belanja rumah tangga masih menopang kontribusi yang besar terhadap PDB, yaitu sekitar 57%. 

Hal tersebut diartikan sebagai Konsumen Indonesia memiliki kontribusi besar terhadap PDB, secara khusus dalam pembelanjaan barang maupun jasa konsumsi rumah tangga." Sementara ekspor masih kalah dengan impor, artinya negara ini masih bergantung pada negara lain untuk memproduksi barang.

Masyarakat Indonesia berjumlah sekitar 260 juta penduduk, 60% berada di Pulau jawa, sementara berdasarkan data dari BPS, melihat pertumbuhan ekonomi hingga 2024 yaitu ada 5 daerah yang telah tumbuh diatas standar perkapita Nasional yang dibuat oleh Bappenas yaitu US$ 5,930 diantaranya, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur menuju US$ 12.000 perkapita dengan persentase harus tumbuh 5-9% pertahunnya, sedangkan DKI Jakarta sudah cukup mapan yaitu menuju US$ 22.000 perkapita. perhitungan tersebut dibagi dari data primer pada tahun 2018 dan dibagi dengan pertumbuhan penduduk tahun 2024.

Global pandemi ini mengguncang Indonesia dengan perlahan-lahan, sementara itu, disisi lain, sarana dan prasarana Kesehatan termasuk tenaga medis apakah cukup untuk melayani pasien Covid-19? Sekali lagi, kecukupan layanan Kesehatan yang ada di Indonesia. Hal ini hanya exercise sebagai dasar untuk menganalisa jika terjadi penyebaran yang sangat massif.

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan tahun 2018 menunjukan bahwa total Rumah Sakit saat ini berjumlah 2858, dengan jumlah tempat tidur 422.448, sedangkan tempat tidur Intensif (UGD/IGD/sejenisnya) totalnya 30.133 atau 7,3% dari tempat tidur yang tersedia dan itu pun telah ditambahkan dengan Wisma atlet dan Pulau Galang khusus menangani pasien Covid-19.

Kemungkinan terburuk yang tetap masuk dalam strategi dari pemerintah, dengan penduduk mencapai 263 juta jiwa, dapat dipastikan bahwa pasien Covid-19 tidak lebih 0,16% dari jumlah penduduk Indonesia, itu pun semua pasien yang berada di RS adalah Pasien Khusus Covid-19. Sedangkan jumlah Dokter tidak sebanding dengan jumlah pasien yang ada, atau 100 kali lipatnya.

Indonesia tidak sama dengan China, Korea, Amerika, maupun eropa. Tentu saja, kedisiplinan dan kemandirian untuk menjaga Kesehatan bukan perkara mudah di negara ini. 

Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa, sangat tidak mungkin pemerintah melakukan Lockdown. Maka PSBB pun diambil sebagai kebijakan alternatif dari yang terburuk. 

Krisis ekonomi yang dialami pemerintah saat ini menggambarkan bahwa, Negara ini sangat butuh peran serta seluruh elemen masyarakat, pelaku usaha dalam bekerja sama dan bergotong royong bahu-membahu untuk pencegahan, penanganan Covid-19 serta pulihnya ekonomi Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun