Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menakar Kinerja Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina dan Sistem Tata Kelola Perusahaan

24 November 2019   11:42 Diperbarui: 24 November 2019   11:43 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Basuki Tjahaja Purnama atau lebih dikenal dengan Ahok rupanya masih memiliki magnet luar biasa di kancah nasional. Betapa tidak sesaat setelah dirinya dipanggil Menteri BUMN Erick Thohir untuk mengisi salah satu jabatan di Perusahaan BUMN, pro kontra langsung merebak bak jamur di musim penghujan.

Linimasa media sosial langsung menjadi riuh oleh perdebatan terkait potensi pengangkatan Ahok menjadi petinggi di Pertamina atau bisa jadi di PLN.

Akhirnya Erick setelah melalui pertimbangan Tim Penilai Akhir (TPA) yang langsung dipimpin oleh Presiden Jokowi, mengumumkan bahwa Ahok sudah dapat dipastikan akan memimpin perusahaan minyak nasional, Pertamina.

Berbagai penolakan termasuk dari pihak serikat pekerja Pertamina, tak menjadi halangan bagi TPA untuk menunjuk Ahok sebagai Komisaris Utama.

Kembali linimasa ramai menggugat kemampuan dan kapabilitas Ahok jika kelak ia memegang jabatan itu. Lah padahal sebagai Komisaris Utama Ahok tak bisa-bisa cawe-cawe terlalu dalam dalam operasional perusahaan.

Walaupun misalnya ada special assignment dari Erick Thohir, tetap saja akan ada batasan secara sistem. Karena Perusahaan-Perusahaan BUMN Indonesia menganut tata kelola Two Tier Board System.

Terus apakah dengan sistem itu efektifitas penempatan Ahok sebagai Komisaris Utama untuk mengatasi berbagai masalah akan sesuai dengan harapan pemegang saham? Bisa tapi tak akan efektif. Jika mau sistemnya yang harus dirubah.

Agar dapat melaksanakan visi dan misinya secara efektif, sebuah organisasi atau perusahaan harus merumuskan kebijakan dan inisiatif strategis, melaksanakan kegiatan operasional, serta melakukan pengawasan atau monitoring supaya operasionalnya sejalan dengan kebijakan strategis yang telah ditetapkan.

Dalam tata kelola perusahaan terkait pengurus perusahaan di dunia ini terdapat berbagai macam variasi sistem, namun yang paling banyak digunakan ada dua sistem, yakni One Tier Board System dan Two Tier Board System.

One Tier Board System

Dalam One Tier Board System keseluruhan wewenang pelaksanaan fungsi dalam sebuah perusahaan dilaksanakan oleh satu dewan yang lazim disebut Dewan Direktur, atau untuk beberapa organisasi bisa juga disebut Dewan Komisioner.

Pada sistem ini, dewan direktur berfungsi menetapkan kebijakan, menjalankan operasional sekaligus melakukan monitoring dan pengawasan.

Bagi sebagian pihak, sistem ini dipandang kurang memperhatikan pemisahan wewenang dan tanggungjawab  karena ketiga fungsi utamanya dlaksanakan oleh satu dewan.

Padahal jika ditilik lebih jauh, sejatinya di dalam dewan itu sendiri terjadi pemisahan wewenang, fungsi dan tugas yang jelas dalam pelaksanaannya.

Setiap kebijakan yang diputuskan harus berdasarkan keputusan bersama dewan direktur sebagai satu kesatuan yang bersifat kolegial. 

Sehingga setiap anggota dewan direksi memiliki hak yang setara untuk berpartisipasi dalam melaksanakan fungsi tersebut.

Sementara dalam melaksanakan kegiatan operasional  ditunjuk satu atau beberapa anggota dewan direktur yang biasa disebut Direktur Eksekutif.

Untuk fungsi pengawasan dan monitoring dilaksanakan oleh beberapa anggota dewan direktur lainnya, yang lazim disebut Non-eksekutif direktur.

Mereka ini biasanya bekerja secara paruh waktu, dengan komposisi jumlah lebih banyak dibanding direktur eksekutif.

Kemudian pemegang saham memilih satu anggota non eksekutif  direktur sebagai Chairman. Sedangkan salah satu anggota dewan eksekutif dipilih untuk memegang jabatan Chief Operating Officer (CEO) atau Presiden Direktur.

Dalam prakteknya terdapat perbedaan penerapan dalam penetapan chairman dan CEO ini. Di Amerika Serikat, seorang Chairman biasanya ditunjuk sebagai CEO juga, sehingga kemudian memunculkan istilah Executive Chairman.

Sementara di Inggris, pada umumnya seorang CEO tak bisa merangkap sebagai Chairman, sehingga kedua jabatan itu harus dipegang oleh dua orang yang berbeda.

One Tier Board System ini banyak dianut oleh negara-negara Anglo-Saxon seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Australia.

Di Indonesia sistem ini dipakai antara lain oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Dalam hal LPS, meskipun tak secara eksplisit diterangkan sistem yang dianut dalam tata kelola organisasinya.

Namun jika dilihat pengaturan tata kelola organisasi  dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang LPS. Dapat disimpulkan bahwa LPS memakai pendekatan One Tier Board System.

Pilihan pendekatan One Tier Board System tersebut dimaksudkan agar Dewan Komisioner (DK) sebagai organ tertinggi dan pimpinan LPS dapat menjaga independensinya dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. 

Hal tersebut konsisten dengan ketentuan Pasal 2 UU tersebut yang menyatakan bahwa LPS adalah lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. 

Two Tier Board System

Dalam Two Tier Board System terdapat dua dewan yang terpisah. Satu dewan yang menetapkan kebijakan dan operasional perusahaan atau biasa disebut management board.

Satu dewan lagi melakukan fungsi monitoring dan pengawasan yang disebut supervisory board. Jadi pada dasarnya Dewan Manajemen merupakan dewan eksekutif. Sementara dewan pengawas ialah non eksekutif direktur.

Pemisahan fungsi penetapan kebijakan dan pelaksanaan operasional dengan fungsi pengawasan dan monitoring tersebut dimaksudkan untuk menghindari benturan kepentingan yang diharapkan akan memberikan hasil yang lebih baik.

Namun berdasarkan pengalaman penetapan kriteria dan pelaksanaan pemilihan dewan pengawas atau komisaris  pada umumnya kurang jelas dan terkesan kurang transparan.

Sehingga akhirnya akan menghasilkan sistem pengawasan  yang tidak efektif dan bisa menghasilkan tata kelola yang kurang baik.

Berkaca pada hal tersebut, saat ini terdapat kecenderungan perusahaan atau organisasi mulai mengkaji kembali penggunaan sistem ini.

Two Tier Board System ini banyak digunakan di negara-negara Eropa Daratan seperti Belanda, Perancis, dan Jerman. 

Sebagai negara yang pernah dijajah oleh Belanda, tata kelola perusahaan atau organisasi di Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh sistem yang diterapkan di Belanda yakni Two Tier Board System.

Berkaca pada 2 sistem tersebut, jika pemerintah sebagai pemegang saham pengendali, ingin memperkuat posisinya dengan menempatkan Ahok sebagai Komisaris Utama di PT Pertamina.

Sudah waktunya pemerintah untuk mengkaji ulang keberadaan Two Tier Board System yang selama ini dianut oleh perusahaan perusahaan pelat merah.

Karena tanpa perubahan sistem, siapapun bahkan Ahok sekalipun yang jadi komisarisnya ya pasti dampaknya tak akan terlalu signifikan, mengingat ada batasan dalam operasionalnya.

Kalaupun tak mengubah sistem, harus ditelusuri cara terbaik agar komisaris itu bisa berdaya dengan maksimal.

Sumber.

https://www.lps.go.id/uu_perpu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun