Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

BPJS Kesehatan Tekor dan Tekor Lagi

23 Juli 2019   09:35 Diperbarui: 23 Juli 2019   10:09 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masalah BPJS-Kesehatan (BPJSK)  sepertinya terus berputar dari itu ke itu saja, ya defisit terus terjadi nyaris tanpa perbaikan, malah semakin dalam saja defisit yang harus dialaminya. Untuk tahun 2019 ini BPJSK diprediksi akan tekor sebesar Rp. 28 triliun. Jumlah yang sangat fantastis.

Hal ini diungkapkan oleh Asisten Deputi Direksi Bidang Pengelolaan Faskes Rujukan BPJS Kesehatan Beno Herman,  "Jadi, kalau kita hitung lagi defisit BPJS Kesehatan yang riil 2019 itu Rp 19 triliun. Tetapi, kumulatifnya (utang 2018 dan 2019) sekitar Rp 28 triliun," ungkapnya beberapa  hari lalu.

Utang jatuh tempo BPJSK yang harusnya dibayar kan per 8 Juli 2019 lalu kepada rumah sakit sebesar Rp.7,1 triliun, " namun setelah dilakukan verifikasi yang harus dibayarkan ternyata Rp.6,5 triliun, belum dibayarkan juga sih"ujar Beno.

Keterlambatan pembayaran kepada rumah sakit ini berimplikasi kepada penerima manfaat dalam hal ini masyarakat luas pengguna BPJSK. Rumah sakit rujukan nasional, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengeluhkan kan hal ini,"Kami direpotkan sekali kasus-kasus keterlambatan atau kurang bayar dari BPJS Kesehatan. Padahal, 80 persen pasien kami adalah peserta JKN-KIS, sedangkan biaya operasional sangat besar," Ujar Direktur Utama RSCM Lies Dina Liastuti

Saking parahnya kondisi keuangan, terutama terkait pasien peserta BPJSK, RSCM harus membatalkan operasi hanya karena ketidak tersediaan obat bius untuk kebutuhan anastesi. "Kami harus kencangkan ikat pinggang supaya program JKN-KIS tetap berjalan. Namun, di sisi lain, kami juga harus mendapatkan obat, alat kesehatan, dan juga bisa membayar karyawan non-PNS," ujarnya.

Untuk mengatasi masalah biaya operasional akibat piutang yang dimilikinya belum dibayarkan oleh BPJSK, RSCM akhirnya meminjam dana ke bank dengan bunga dibayar oleh pihak BPJSK.

Kondisi dan permasalahan BPJSK tak pernah beranjak dari kata defisit. Kok bisa dan apa sih sebenarnya yang terjadi, padahal per Mei 2019 lalu saja jumlah peserta sebesar  221.580.743 jiwa atau sekitar 83,6% dari total penduduk Indonesia. 

Kalau sampai BPJSK tidak mampu menyelesaikan defisitnya yang berakibat kepada tertundanya pembayaran ke rumah sakit dan kemudian rumah sakit berdarah darah keuangannya karena piutangnya tidak dibayarkan yang terkena dampak adalah pasien BPJSK yang notebenenya 83,6 % dari seluruh rakyat Indonesia jumlah yang luar biasa besar.

Dengan jumlah pendapatan iuran JKN-KIS yang dikelola BPJSK untuk tahun 2018 mencapai Rp. 81, 97 triliun. Jika diakumulasikan iuran tersebut selama 5 tahun jumlahnya sebesar Rp. 317,04 triliun. Pemerintah sendiri telah membayarkan iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp. 115,5 triliun bagi 92, 1 juta jiwa selama 5 tahun ini.

BPJSK juga telah bekerjasama dengan 23.929 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang terdiri dari puskesmas, Dokter Praktik Periorangan (DPP), klinik TNI/Polri, klinik pratama, rumah sakit D pratama, dan dokter gigi praktik perorangan.


Di tingkat Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTRL), BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 2.455 rumah sakit dan klinik utama. Pada 2018, pemanfaatan di FKTP mencapai 147,4 juta, pemanfaatan di poliklinik rawat jalan, rumah sakit sebesar 76,8 juta, dan pemanfaatan rawat inap di rumah sakit sebanyak 9,7 juta. 

Maka ada 233,9 juta pemanfaatan pelayanan kesehatan di seluruh tingkat pelayanan.
Sementara rata-rata pemanfaatan pelayanan kesehatan per hari kalender adalah 640.822 pemanfaatan. Adapun total pemanfaatan dari tahun 2014 sampai 2018 adalah 874,1 juta pemanfaatan.

Mengingat begitu banyak yang terlibat dan betapa pentingnya fungsi BPJSK ini seharusnya pemerintah mencari solusi yang komprehensif dan sustainable dalam mengatasi masalah BPJSK yang menahun dan akut ini. Jangan hanya kebijakan tambal sulam yang dibikin saat isu defisit kembali mencuat. 

Rasanya big data analytic bisa dipergunakan untuk memganalisa dan mengidentifikasi serta memprediksi secara lebih akurat besaran dana yang dibutuhkan BPJSK setiap tahunnya dan kemudian di kolaborasikan dengan peran aktuaria-aktuaria yang ada di BPJSK dalam memhitung besaran premi yang harus dibayarkan peserta BPJSK. 

Menurut Kepala Hubungan Masyarakat (Humas)BPJSK, sesuai dengan PP 87 tahun 2013, juncto p 84 tahun 2015. Jika program ini ingin sustainable maka kebijakan PP 87 tahun 2013 harus dilakukan. "Pilihan itu ya  diantaranya adalah pertama menyesuaikan iuran. Kedua menyesuaikan manfaat, dan ketiga memberikan suntikan dana." Katanya.

Dengan kata lain BPJSK berharap pemerintah menentukan sikapnya dalam menangani permasalahan akut ini. Karena ketiga pilihan itu adalah kewenangan pemerintah untuk memutuskannya. 

Namun di lain pihak, pemerintah seperti menuduh pihak BPJSK lah yang tidak becus mengurus permasalahan ini sehingga mereka harus terus menerus menutupi defisit yang terjadi setiap tahun sejak BPJSK di dirikan seperti yang dikatakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) yang tidak mau hanya menjadi kasir untuk menambal defisit bagi BPJSK "saya ingin perubahan menyeluruh dilakukan di tubuh BPJS Kesehatan."ujarnya.

Pemerintah akan melakukan beberapa tindakan untuk memecahkan permasalahan ini, "Pertama mengenai forecast atau proyeksi sampai akhir tahun kita tentu akan melihat kembali capaian sampai 6 bulan dan proyeksi ke depan," kata Sri Mulyani Senin kemarin seperti yang dikutip dari CNBCIndonesia.com

Kedua, lingkungan koordinasi antar Kementerian/Lembaga sudah dilakukan identifikasi langkah-langkah yang bisa dilakukan di dalam mengelola BPJS Kesehatan. Ketiga, dari sisi tata kelola di dalamnya apakah sudah sesuai dengan rekomendasi BPKP mengenai pendataan peserta. Karena menurut Sri Mulyani, itu merupakan salah satu sumber mengenai tata kelola tagihan.

"Itu juga merupakan salah satu hal yang penting untuk diperbaiki, tata kelola dari sisi penerimaan. Terutama dari peserta yang bukan penerima upah reguler, itu menjadi salah satu yang perlu untuk ditingkatkan," jelas SMI.

Pemerintah ingin ada perbaikan fundamental terhadap sistem jaminan kesehatan nasional agar tercipta sistem yang berkelanjutan. Makanya berbagai sumber terjadinya defisit akan terus diperiksa agar pemerintah tidak hanya melakukan penambalan defisit BPJSK saja.

Banyak hal yamg menjadi pekerjaan rumah bagi BPJSK  selain masalah keuangan mulai dari manajemen sistem rujukan, penyesuain tarif iuran yang pantas tapi tidak memberatkan peserta. Dan yang paling penting manajemen investasi yang di lakukannya. 

Sudah waktunya BPJSK mencari manajer investasi yang mumpuni dan memiliki pengalaman serta network yang  luas. Pemerintah sebenarnya bisa saja membuat dana abadi yang dikelola secara profesional oleh manajer investasi yang top untuk membiayai defisit BPJSK tanpa harus terus menerus menyedot APBN. 

Yah semoga saja permasalahan BPJS Kesehatan ini akan menemukan solusinya, karena memang permasalahan yang harus dihadapi cukup komplek

Sumber: 1, 2, 3, 4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun