Pemangkasan yang lebih dalam lagi diproyeksikan terjadi pada tahun anggaran 2026, di mana persentase TKD terhadap total Belanja Negara turun drastis dari pola alokasi yang selalu di atas 25 persen menjadi hanya 18,03 persen.
Penurunan pagu dan persentase yang drastis ini mencerminkan upaya penyeimbangan fiskal nasional oleh Pemerintah Pusat akibat dari berbagai program kerja yang memakan alokasi anggara besar.Â
Namun, pemangkasan yang cukup dalam ini otomatis menyebabkan defisit anggaran yang parah di daerah-daerah dengan PAD rendah, sehingga Pemda dipaksa melakukan "akrobat" fiskal.
Respons Utama Daerah dengan Cara Menaikkan PBB
Salah satu cara memitigasi defisit paling cepat adalah dengan mencari dana pengganti dari sumber pendapatan yang dapat dikelola Pemda secara mandiri.Â
Menaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atau melakukan penyesuaian tarif pajak dan retribusi daerah lainnya menjadi respons utama yang paling logis dan bisa segera dilakukan.
Menaikan PBB, yang merupakan bagian dari komponen PAD, adalah tuas fiskal paling cepat ditarik untuk meningkatkan penerimaan.Â
Hal inilah yang tercermin dengan munculnya kebijakan menaikkan tarif PBB hingga ratusan persen di berbagai daerah. Ini merupakan konsekuensi langsung dari tekanan fiskal yang diciptakan oleh pemangkasan TKD.
Opsi Penerbitan Obligasi atau Sukuk Daerah, Alternatif yang Tak Mudah Dilakukan Pemda
Sebenarnya, ada opsi lain yang lebih terstruktur untuk membiayai defisit APBD, yakni melalui penerbitan obligasi atau sukuk daerah (creative financing), seperti yang saat ini sedang direncanakan oleh Pemprov DKI Jakarta pasca pemangkasan TKD sebesar Rp16 triliun.
Namun, opsi utang ini tidak mudah diakses dan bukan merupakan respons utama bagi mayoritas Pemda lantaran memiliki sejumlah batasan serta risiko yang perlu dipertimbangkan.Â
Bagi sebagian besar Pemda, opsi ini justru menciptakan kerumitan tersendiri karena membutuhkan persyaratan ketat, SDM ahli, dan persetujuan yang rumit, menjadikannya pilihan terakhir (atau bahkan dihindari) untuk menambal defisit.
Penerbitan obligasi atau sukuk daerah diatur secara ketat dalam regulasi, terutama Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD), dan detail teknisnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 87 Tahun 2024.