Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Awal 2024 Cukai Rokok Naik, Lebih Baik Berhenti, Mengurangi, atau Mengakali?

19 Desember 2023   12:11 Diperbarui: 20 Desember 2023   10:55 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Intinya, jumlah tenaga kerja yang diserap oleh industri rokok dan pengolahaan tembakau lainnya itu sangat besar, dan hal tersebut harus benar-benar diperhitungkan oleh Pemerintah dalam setiap mengeluarkan kebijakannya.

Di sisi lain, Pemerintah juga harus memerhatikan aspek kesehatan masyarakat, lantaran rokok pada dasarnya  merupakan salah satu penyebab utama gangguan kesehatan  yang dialami masyarakat, bagian dari caranya adalah dengan menurunkan tingkat prevelansi perokok usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen seperti yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, angka prevalansi perokok remaja di Indonesia menurut Kementerian Kesehatan mencapai 22,04 persen pada tahun 2022.

Pertimbangan selanjutnya, tingkat konsumsi rokok di Indonesia ini sudah masuk dalam tahap mengkhawatirkan. Menurut Data Global Adult Tobacco Survey (GATS) jumlah perokok aktif di Indonesia pada tahun 2021, mencapai 70,2 juta jiwa, nomor tiga terbanyak di dunia setelah China dan India.

World of Statistic menyebutkan 70 persen pria Indonesia adalah perokok aktif, dan itu menjadikan Indonesia sebagai pemilik jumlah perokok aktif pria tertinggi di dunia. Data BPS menunjukan rata-rata pemuda Indonesia merokok 11,65 batang per hari.

Tribunnews.Com
Tribunnews.Com

Bahkan sepeti yang diungkapkan Sri Mulyani, secara nominal nilai konsumsi rokok di indonesia hanya kalah dari pengeluaran masyarakat untuk membeli beras, melebihi  pengeluaran untuk mengkonsumsi sumber protein seperti telur dan daging ayam bahkan tempe dan tahu. 

Asal tahu saja, menurut BPS pengeluaran per kapita untuk konsumsi rokok mencapai Rp.85,6 ribu  pada tahun 2022. Belum lagi kalau kita berbicara masalah biaya penanganan kesehatan yag disebabkan oleh rokok, jumlahnya pasti sangat besar, mencapai ratusan triliun.

Mengingat hal-hal tersebut di atas, Pemerintah berupaya mengendalikan konsumsi dan produksi rokok,  salah satunya dengan cara menaikan tarif cukai rokok seperti yang belakangan dilakukan cukup agresif, meskipun besarannya harus tetap mempertimbangkan aspek lainnya di sisi perekonomian termasuk di dalamnya penerimaan negara dan tenaga kerja.

Sebagai tambahan informasi, target penerimaan negara dari cukai rokok tahun 2023 ini sebesar Rp.232,48 triliun, menurut data Kemenkeu dari Januari sampai dengan Oktober 2023, Pemerintah telah mengantongi pendapatan dari cukai rokok sebesar Rp.163,2 triliun.

Sikap Para Pemangku Kepentingan Dalam Industri Rokok

Tentu saja penetapan kebijakan kenaikan cukai rokok ini akan di komentari dan disikapi secara berbeda oleh mereka yang terlibat dalam urusan "rokok merokok" ini.

Pihak yang anti rokok dan mereka yang concern terhadap kesehatan masyarakat pasti bakal berteriak-teriak, "Wah masih terlalu rendah tuh kenaikan tarif cukainya" harga segitu sih masih bisa dibeli masyarakat berbagai kalangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun