Kenapa sih kuota penawaran dalam setiap penerbitan SBN dan SBSN harus dibatasi, tak mengikuti saja volume permintaan masyarakat?
Menurut Kemenkeu, dibatasinya kuota penawaran ST 010 dan SBN serta SBSN Ritel sebelumnya dan akan datang, karena beberapa alasan, diantaranya menyesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan, pengelolaan yang optimal, serta khusus untuk SBN berbasis Syariah harus dipikirkan juga underlying asset-nya yang sesuai dengan kaidah-kaidah syariah seperti yang ditetapkan dalam Undang-Undang nomor 19 tahun 2009 tentang SBSN dan Dewan Syariah Nasional (DSN), dan itu harus benar-benar valid apalagi ST 010 juga merupakan bagian dari Green Sukuk.
Konsep penerbitan dan pengelolaan instrumen investasi syariah hijau ini juga sedikit lebih ribet dibandingkan SBN konvensional.
Hal yang menarik dari penambahan kuota dengan mekanisme scheduler seperti yang saya ungkapkan di atas, karena dengan mekanisme ini lah kemungkinan terjadinya "War Pemesanan" menjadi terbuka.
Lantaran dengan mekanisme ini, para pemburu cuan biasanya cepat-cepatan untuk mendapatkqn kuota yang ada, di menit-menit awal penawaran itu dibuka, persis seperti halnya war ticket saat mendapatkan tiket konser Coldplay.
Ketika kuota Rp 8 miliar habis dalam 5 menit misalnya, maka jatah kuota pada jam tersebut ya kelar.
Konon katanya, menurut beberapa sumber informasi yang saya dapatkan di awal-awal penambahan kuota ST 010 T2 di buka, hanya dalam waktu 3 menit kelar tuh barang.
Investor yang masih belum kebagian harus menunggu jam berikutnya untuk mendapatkan ST 010 T2 ini.
Persis seperti saat para fans berat Coldplay berperang untuk mendapatkan tiket konser band yang digawangi oleh Chris Martin beberapa waktu lalu.
Mekanisme scheduler dalam mendapatkan ST 010 T2 ini sangat inovatif, berbau gimmick pemasaran yang cukup mutakhir.
Dengan gimmick semacam "war ticket" ini maka penerbitan SBN atau SBSN Ritel menjadi bahan perbincangan publik, sehingga mendorong literasi masyarakat terkait hal tersebut menjadi lebih mudah dicapai.