Sehingga kepadatan saat transit di Stasiun Manggarai tak terlalu parah meskipun chaos sempat juga terjadi akibat kerusakan fasilitas pendukung.
Tadinya, saya pikir kebijakan perubahan jalur tersebut akan bersifat temporer, setelah pengerjaan SO5 kelar, pola perjalanan akan kembali lagi ke pola sebelumnya.
Ndilalalah-nya belakangan saya baru tahu setelah ikut menghadiri zoom meeting dengan para petinggi PT.KCI, PT KAI dan Dirjen Perkeretaapian, bahwa perubahan pola perjalanan itu permanen.
Beberapa wakil komunitas pengguna KRL saat zoom meeting tersebut sempat mempertanyakan, kenapa hal itu diberlakukan secara permanen padahal penumpang dari arah Bogor/Depok menuju Sudirman -Tanah Abang sangat banyak sehingga berpotensi menyebabkan penumpukan penumpang di Manggarai.
Petinggi-petinggi ketiga instansi tersebut meyakinkan bahwa keputusan itu sudah berdasarkan analisa data jumlah penumpang dari arah Bogor dan kapasitas di Manggara.
Sayangnya, data yang mereka gunakan bukan hasil survei terbaru, kalau tidak salah ingat, yang mereka gunakan data tahun 2015.Â
Apalagi studi Detail Engineering Design(DED) yang digunakan dalam pembangunan Stasiun Manggarai dilakukan pada tahun 2012, 11 tahun lalu.
Data yang menurut saya sudah obsulit alias out of date, sehingga validitasnya layak untuk dipertanyakan.
Apalagi kemudian, akhir tahun ini Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dicabut oleh Pemerintah. Dengan demikian para pekerja sudah tak lagi bekerja dari rumah, akibatnya jumlah penumpang KRL terus bereskalasi.
Jadi peristiwa penumpukan penumpang saat transit kedepannya bakal menjadi  ssbuah keniscayaan, tak heran juga kejadian seperti tanggal 25 Januari lalu itu akan terus berulang.
Situasi ini seharusnya sudah dapat diantisipasi oleh PT KCI, PT KAI dan Kemenhub, jangan menunggu korban jatuh terlebih dahulu dan viral baru diadakan evaluasi.