Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Generasi Emas Belgia Berakhir Sampai di Sini?

28 November 2022   12:37 Diperbarui: 28 November 2022   13:40 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kejutan kembali terjadi pada matchday ke-2 penyisihan Grup F  Piala Dunia 2022  Qatar. Pemilik ranking 2 FIFA, Belgia dikalahkan wakil dari Afrika Utara, Maroko dengan skor akhir 0-2.

Pertandingan kedua tim ini diselenggarakan di Stadion Al Thumama pada Minggu (27/11/22) malam waktu Indonesia.

Kekalahan dari Maroko membuat upaya Belgia untuk memastikan satu tiket ke fase knock out pada laga keduanya gagal.

Andai, skuad berjuluk setan merah ini menang melawan Maroko tiket ke babak 16 besar sudah pasti digenggam.

Sayang, Belgia absen menampilkan performa terbaiknya dalam laga tersebut sehingga harus menelan pil pahit yang membuat fansnya di Brussel Belgia ngamuk dan menimbulkan kerusuhan. 

Dengan demikian untuk kepastian lolos ke fase berikutnya harus ditentukan hingga pertandingan akhir fase grup melawan Kroasia yang semalam mencukur Kanada tim yang sempat merepotkan Belgia pada matchday pertama dengan skor 4-1.

Memang peluang De Rude Duivels untuk lolos ke babak selanjutnya masih terbuka karena sebelumnya menang susah payah atas Kanada dengan skor 1-0, meski posisinya berada di ujung tanduk

Mengalahkan Kroasia yang bermain cukup apik saat mengalahkan Kanada cukup sulit, apalagi jika Belgia tetap bermain tidak efektif seperti dua laga sebelumnya.

Belgia terlihat gelagapan saat berhadapan dengan kesebelasan yang melakukan high pressure seperti yang dilakukan oleh Kanada dan Maroko

Seri atau kalah akan membuat tim asuhan Roberto Martinez ini angkat koper, karena dalam saat bersamaan Maroko akan berhadapan dengan Kanada yang sudah dipastikan tersingkir, menang atau seri saja bagi Maroko, mereka lah yang akan melangkah ke fase knock out.

Jika itu yang terjadi, maka generasi emas Belgia yang dipenuhi pemain berbakat dipastikan gagal memberikan gelar juara apapun bagi negeranya.

Skuad Belgia saat ini merupakan masa akhir generasi emas yang dimiliki mereka, beberapa pemain top mereka seperti Kevin de Bruyne, sang kapten Eden Hazard, dan salah satu kiper terbaik di dunia Thibault Courtois sudah berusia 30 tahun atau di atasnya.

Sebutan generasi emas Belgia bukan kali ini saja muncul.  Belgia memiliki generasi emas pada era 80-an. Era generasi emas kala itu dihuni pemain-pemain seperti penjaga gawang handal Jean Marie Pfaff, gelandang tengah flamboyan Eric Gerets, Jan Ceulemens, Rene Vandereckyen, dan penyerang tajam penuh pesona, Enzo Scifo.

Kehadiran pemain-pemain tersebut berhasil membawa Belgia menjadi salah satu negara yang sangat diperhitungkan di percaturan sepakbola Eropa dan dunia.

Meskipun belum sempat mempersembahkan gelar juara, tapi prestasinya terbilang moncer dengan menjadi runner-up perhelatan Piala Eropa 1980 dan menjadi semifinalis Piala Dunia 1986.

Selang, seperempat abad kemudian kembali Belgia melahirkan generasi emas berikutnya dalam dua fase. Pada sekitar tahun 2008-an masa generasi emas Belgia bermula dengan pemain seperti Vincent Company, Thomas Vermaulen, Jan Vertonghen, Marouane Fellani, Axel Witsel, Mousa Dembele, Nicolas Lombaerts, hingga Kevin Miraless.

Mereka ini merupakan generasi emas Belgia era 2000-an fase pertama, prestasinya mampu mengantarkan Belgia maju ke putaran final 2014, setelah dalam dua Piala Dunia sebelumnya 2006 dan 2010 tak lolos.

Pada Piala Dunia 2014 yang berlangsung di Brazil tersebut, Belgia mulai menggabungkan generasi emas fase pertama ditambah fase kedua, dengan pemain seperti Eden Hazard, Kevin de Bruyne, Thibault Courtois, Radja Nainggolan, Toby Alderweirlerd, hingga Romelu Lukaku dan Divock Origi.

Prestasi yang diraihnya hanya sebatas melaju hingga babak perempat final Piala Dunia 2014. 

Kemudian di Piala Eropa 2016, Belgia akhirnya bisa tampil kembali di turnamen antar negara benua biru tersebut, setelah absen pada tiga edisi berturut-turut, 2004, 2008, dan 2012.

Prestasi Belgia di Piala Eropa tersebut mentok hingga babak perempat final. Sejak saat itu, generasi emas Belgia fase kedua mulai lebih berperan.

Dalam perjalanan menuju Piala Dunia 2018, generasi emas Belgia tengah dalam periode emasnya, di babak kualifikasi dan berbagai pertandingan persahabatan serta uji coba mereka sangat digdaya, makanya tak heran ranking FIFA yang mereka miliki meroket hingga menjadi paling top.

Di hajatan Piala Dunia 2018, Belgia tampil menawan, banyak pandit sepakbola dunia memperkirakan The Red Devil bakal melaju jauh, minimal hingga babak final.

Meski prediksi tersebut tak terpenuhi, Belgia mencatatkan pencapaian tertingginya dalam Piala Dunia, dengan meraih juara ketiga setelah mengalahkan Inggris.

Di Piala Eropa 2020 yang diselenggarakan tahun 2021, performa generasi emas Belgia tak sehebat pada Piala Dunia 2018. Prestasinya hanya sampai babak perempat final setelah ditekuk Italia 1-2.

Kini masa generasi emas Belgia sudah memasuki waktu senja, Piala Dunia Qatar 2022 menjadi kiprah terakhir mereka. Apabila kemudian mereka tak berhasil lolos dari fase grup karena tak bisa mengalahkan Kroasia di matchday ketiga grup F, maka generasi emas Belgia ini berakhir dengan tragis.

Sejatinya, secara teknis generasi emas pesepakbola Belgia ini sangat mumpuni, buktinya prestasi para pemainnya di level klub terbilang cemerlang.

Siapa yang meragukan kemampuan Kevin de Bruyne saat bermain di Manchester City, ia gelandang tengah paling piawai memberikan assist, umpan-umpan ajaibnya berhasil membawa tim asuhan Pep Guardiola ini berkali-kali menjawa jawara Premier League.

Romelu Lukaku sangat tajam ketika bermain di Inter Milan, pun Divock Origi sang supersub yang kerap menjadi penentu kemenangan bagi Liverpool.

Thiboult Courtois pun demikian, ia mampu membawa klubnya, Real Madrid menjadi juara Piala Champions. Lantas apa yang salah dengan generasi emas Belgia in sehingga tak mampu menapaki puncak dan meraih gelar juara.

Bagaimana pun peran mental menjadi sangat krusial dalam melakoni sebuah turnamen  akbar seperti Piala Eropa Antar Negara atau Piala Dunia, mental bertanding mereka belum sekokoh negara-negara "besar" sepakbola seperti Jerman, Brasil, Perancis, dan Argentina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun