Di hajatan Piala Dunia 2018, Belgia tampil menawan, banyak pandit sepakbola dunia memperkirakan The Red Devil bakal melaju jauh, minimal hingga babak final.
Meski prediksi tersebut tak terpenuhi, Belgia mencatatkan pencapaian tertingginya dalam Piala Dunia, dengan meraih juara ketiga setelah mengalahkan Inggris.
Di Piala Eropa 2020 yang diselenggarakan tahun 2021, performa generasi emas Belgia tak sehebat pada Piala Dunia 2018. Prestasinya hanya sampai babak perempat final setelah ditekuk Italia 1-2.
Kini masa generasi emas Belgia sudah memasuki waktu senja, Piala Dunia Qatar 2022 menjadi kiprah terakhir mereka. Apabila kemudian mereka tak berhasil lolos dari fase grup karena tak bisa mengalahkan Kroasia di matchday ketiga grup F, maka generasi emas Belgia ini berakhir dengan tragis.
Sejatinya, secara teknis generasi emas pesepakbola Belgia ini sangat mumpuni, buktinya prestasi para pemainnya di level klub terbilang cemerlang.
Siapa yang meragukan kemampuan Kevin de Bruyne saat bermain di Manchester City, ia gelandang tengah paling piawai memberikan assist, umpan-umpan ajaibnya berhasil membawa tim asuhan Pep Guardiola ini berkali-kali menjawa jawara Premier League.
Romelu Lukaku sangat tajam ketika bermain di Inter Milan, pun Divock Origi sang supersub yang kerap menjadi penentu kemenangan bagi Liverpool.
Thiboult Courtois pun demikian, ia mampu membawa klubnya, Real Madrid menjadi juara Piala Champions. Lantas apa yang salah dengan generasi emas Belgia in sehingga tak mampu menapaki puncak dan meraih gelar juara.
Bagaimana pun peran mental menjadi sangat krusial dalam melakoni sebuah turnamen akbar seperti Piala Eropa Antar Negara atau Piala Dunia, mental bertanding mereka belum sekokoh negara-negara "besar" sepakbola seperti Jerman, Brasil, Perancis, dan Argentina.