Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrat dan Nasdem Saling Serang, Koalisi Perubahan Terancam Layu Sebelum Dideklarasikan

18 November 2022   11:33 Diperbarui: 18 November 2022   11:56 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bakal koalisi politik macam apa, jika belum resmi saja calon anggotanya sudah terlihat tidak kompak, alih-alih membangun fondasi kebersamaan malah mengedepankan kepentingan masing-masing.

Mungkin hal tersebut masih bisa ditoleransi jika perdebatannya dilakukan dibelakang layar, hal yang dianggap wajar dalam membangun sebuah kesepahaman politik.

Politik itu pada dasarnya tentang bagaimana kepentingan para pihak yang terlbat didalamnya saling berkomunikasi agar setiap kepentingan para pihak tersebut bisa diakomodasi.

Oleh sebab itu ketika perdebatan keras terjadi, itu lah sifat alamiahnya. Tetapi jika perdebatan itu terpampang jelas dihadapan publik dan menjadi konsumsi umum, jelas kontraproduktif bagi upaya membangun kesepahaman tadi.

Itu lah yang saat ini tengah berlangsung di calon "Koalisi Perubahan" yang "apabila jadi" nantinya akan beranggotakan Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Fungsionaris sekaligus Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Demokrat Andi Arief lewat akun media sosial Twitter miliknya @Andiarief_  menyindir ucapan yang dilontarkan Ahmad Ali  petinggi partai politik yang merupakan calon teman koalisinya dari Nasdem terkait kemungkinan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi calon pasangan pendamping Anies Baswedan dalam Pilpres 2024.

Saling sindir ini bermula setelah Anies bertemu Walikota Solo tersebut beberapa waktu lalu. Kemudian Ahmad Ali dalam sebuah kesempatan, mengungkapkan terbuka peluang bagi Gibran untuk menjadi Cawapres Anies dalam Pemilu 2024.

"Tapi kalau kemudian Gibran dipantaskan untuk menjadi cawapres Anies, kenapa tidak?" ujar Ali seperti dilansir Kompas.Com.

Hal tersebut kemudian direspon oleh Partai Demokrat.

"Sebaiknya konsentrasi saja pada apa yang sudah dibicarakan di koalisi. Bulatkan saja tekad, bahwa NasDem bergabung bersama PKS dan Demokrat memilih di jalur perubahan. Jangan setiap bertemu figur di luar PKS dan Demokrat, NasDem menawarkan sana-sini," kata Andi Arief. Seperti yang saya kutip dari Detik.com.

Selain Andi Arief, petinggi Partai Demokrat lain Syahrial Nasution pun mengungkapkan hal senada terkait hal tersebut kepada publik.

Dalam pandangannya, wacana yang dikeluarkan oleh Ahmad Ali  anggota DPR dari Nasdem itu sudah keluar dari platform perubahan dan perbaikan yang sudah disepakati dalam penjajakan koalisi antar ketiga partai calon pengusung Koalisi Perubahan.

Syahrial pun kemudian menambahkan, sikap genit dalam berpolitik seperti yang dilakukan Nasdem bisa berdampak pada ketidakpercayaan publik terhadap mereka.

Tak berhenti sampai disini, Nasdem kembali menanggapi pernyataan para petinggi Demokrat tersebut.

Melalui Ahmad Ali lagi, Nasdem mengungkapkan bahwa dalam jalinan kesepakatan yang sedang mereka rajut tak ada pelarangan untuk mengungkapkan pendapat, apalagi menurutnya hingga saat ini belum disepakati bahwa pendamping Anies harus berasal dari internal calon koalisi.

Lebih lanjut lagi, Ali pun menmbahkan bahwa  hal itu hanya merupakan respon terhadap Rocky Gerung, yang memang sebelumnya pernah membuat pernyataan terkait kemungkinan Anies- Gibran dipasangkan dalam Pilpres 2024.

Ali kemudian berharap Demokrat tak perlu terlalu baper menyikapi berbagai wacana yang masih dalam lingkup diskursus itu.

Namun Nasdem dan Ahmad Ali lupa, bahwa calon teman koalisinya tersebut memang dikenal sangat baper alias sensitif terutama berkaitan dengan kelangsungan karir politik "pemilik" partai,  Keluarga Yudhoyono, dalam hal ini Agus Harimurty Yudhoyono Ketua Umum Partai Demokrat.

Bagi Demokrat, AHY mendampingi Anies sebagai cawapresnya adalah harga mati, pokoknya kalau AHY tak mendapatkan posisi itu, Demokrat ogah bergabung ke dalam koalisi, To be or not to be.

Saling sindir ini seolah mengkonfirmasi alasan mengapa deklarasi 10 November 2022 itu batal. Mereka bertiga belum memiliki kesepahaman siapa yang menjadi cawapres Anies, itu aja.

Jadi kalimat panjang berbusa-busa penuh filosofi kemulian politik  saat menjelaskan alasan deklarasi batal saatitu hanyalah lips service agar terlihat keren dan beradab saja.

Rasanya jika situasi ini terus berlanjut, Demokrat keukeuh mengharuskan AHY jadi pendamping Anies dalam Pilpres 2024, Koalisi Perubahan ini akan sulit terbentuk.

Apalagi nature ketiga partai politik ini sebenarnya tak sejalan. Mungkin Demokrat dengan PKS sejalan, tapi tidak dengan Nasdem.

Pendukung Nasdem, merupakan kebalikan dari arah pendukung Demokrat dan PKS. Nasdem sangat Jokowi sentris, sementara Demokrat dan PKS justru adalah kebalikannya.

Jadi kesan dipaksakan  tak terelakan lagi, "daripada tak ada lagi" padahal secara chemistry sebenarnya koalisi ini "gak dapet."

Andai dipaksakan juga karena tak ada pilihan lain, di tengah jalan kemungkinan perpecahan koalisi sangat bisa terjadi.

So, mumpung belum terlanjur hitung ulanglah berbagai kemungkinan terburuk tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun