Lebih lanjut lagi, menurut sebuah studi seperti yang saya kutip dari The Conversation, film-film yang karakter utamanya melakukan adegan kekerasan bergenre horor, thriller, dan action menguasai 90 persen film berpendapatan tertinggi di dunia.
Mundur lagi lebih ke belakang, di masa film-film Quentin Tarantino menguasai jagat layar lebar yang penuh adegan kekerasan pun, banyak sekali ditonton oleh masyarakat dunia.
Di masa lebih kuno lagi,warga Romawi berbondong-bondong menyaksikan pembantaian di Colosseum. Beberapa abad kemudian eksekusi hukuman mati yang dilangsungkan di hadapam publik menjadi tontonan box office.
Dengan fakta-fakta tersebut, berarti pada dasarnya manusia gemar menyaksikan adegan kekerasan terlepas itu artificial lewat adegan dalam film maupun secara langsung.
Padahal, pembahasan mengenai dampak buruk atas kekerasan yang dimunculkan dalam film telah dipelajari secara luas.
Dan menghasilkan konsensus, bahwa tontonan penuh adegan kekerasan apalagi sadis berdarah-darah berdampak negatif.
Namun, mengapa tetap saja manusia gemar menonton dan menyaksikan adegan kekerasan, kematian, dan darah?
Sejumlah penelitian menelisik siapa saja manusia yang cenderung menyukai adegan kekerasan yang ditampilkan melalui media.
Salah satunya, adalah kaum pria atau sebagian kecil wanita yang agresif dan memiliki sedikit empati. Golongan ini disebut cenderung dapat menikmati adegan kekerasan.
Selain itu, ada juga ciri-ciri kepribadian yang cenderung menyukai kekerasan. Seseorang dengan kepribadian ekstrovert yang lebih terbuka terhadap pengalaman estetik juga lebih menyukai menonton adegan kekerasan dalam film.
Sebaliknya, seseorang yang memiliki empati dan keramahan yang tinggi, serta rendah hati cenderung tidak menyukai tontonan penuh kekerasan.