Secara kelembagaan sebuah institusi negara memilki otoritas dan kewenangan terhadap operasional kantornya sehari-hari mulai dari anggaran, rumah tangga, hingga urusan tata kelola karyawannya.
Jadi Jokowi menghormati otoritas tersebut, dan itu sebuah tindakan yang bijak saya kira, buat kepentingan bernegara secara keseluruhan.
Jawaban kedua, ini agak nakal sedikit berbau teori konspirasi, bisa jadi ada tekanan  dari pihak-pihak yang terlihat alias "invinsible hand" agar ke-56 orang pegawai KPK ini harus disingkirkan melalui TWK tadi.
Seperti banyak di dengungkan oleh mereka yang menentang pemecatan ke 56 orang pegawai KPK ini.
Pertanyaan lanjutannya, lantas kenapa ke 56 orang ini tak dikembalikan saja menjadi ASN KPK, toh jika TWK menjadi dasar ketidak lulusan mereka untuk menjadi ASN di KPK, ke 56 orang tersebut seharusnya tak bisa diterima di formasi ASN lembaga negara manapun termasuk Polri.
Masa sebuah organisasi besar seperti negara tak memiliki standar ajeg dalam menetapkan rekrutmen para pegawainya, apalagi yang berkaitan dengan ideologi kebangsaan.
Apabila demikian, berarti TWK ini bisa lah disebut omong kosong, dan sinyalemen para aktivis anti korupsi yang menyebutkan bahwa TWK ini merupakan akal-akalan untuk menendang keluar pihak-pihak yang berseberangan dengan pimpinan KPK saat ini ada benarnya.
Saya sih menduga, Jokowi berkeinginan untuk mengembalikan mereka yang tak lulus TWK ini kembali menjadi ASN KPK.
Namun, ada banyak faktor yang membuatnya tidsk bisa melakukan itu, salah satu faktor yang paling krusial adalah "Trust".
Ya kepercayaan antara ke 56 pegawai senior KPK dan pimpinan KPK sudah berada dalam titik nadir yang tak mungkin bisa diperbaiki.
Apabila dipaksakan mereka kembali menjadi pegawai KPK, secara institusi KPK bakal terganggu suasananya, akibatnya kerja-kerja pemberantasan korupsi yang dilakukan  tak akan optimal.