Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Emas Greysia/Apriyani Hasil Perjalanan Panjang, Setiap Kesuksesan itu Ada Jalannya

2 Agustus 2021   15:26 Diperbarui: 2 Agustus 2021   15:59 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa sangka gadis cilik kelahiran Desa bernama Lawulo kecamatan Anggaberi Kabupaten Konawe nun jauh di sudut provinsi Sulawesi Tenggara bernama Apriyani Rahayu Mangarang ini bakal menjadi pemain bulutangkis handal yang mengharumkan nama bangsa dan Negara Indonesia.

Ia bersama Greysia Polii pasangannya di ganda putri, mampu mempersembahkan yang terbaik bagi Indonesia, medali emas Olimpiade Tokyo 2020 itu buah perjalanan dan perjuangan panjang Ani demikian ia biasa dipanggil untuk menjadi seorang pemain badminton dunia.

Melansir portal berita Telisik.id, sejak usia 9 tahun Ani kecil  sudah tergila-gila pada olahraga tepok bulu ini.

Namun, apa daya karena keterbatasannya pertama kali bermain bulu tangkis ia hanya menggunakan raket kayu yang dibuat oleh sang Ayah bernama Amiruddin yang biasa Ani panggil Opande.

"Jadi di depan rumah kan halamannya lumayan besar, ada tetangga saya laki-laki nah dia juga senang bulutangkis. Karena saya nggak ada raket saya gunakan raket kayu, dibuatin oleh opande. Bener-bener kayu, di situ main aja berdua sama anak cowok itu, kock (bola) juga yang udah rusak banget, kita main aja sampe sore, sampe keringatan," ungkap Apriyani.

Kehidupan sehariannya pun, cukup struggle Ani bersama ibunya yang kini telah tiada, berjualan sayur keliling kampung. Sayur yang ia dapatkan dari hasil kebun neneknya.

Dengan segala keterbatasannya tersebut, gadis kelahiran 29 April 1998 ini terus melakukan hobinya bermain bulutangkis.

Bakat dan tekadnya untuk terus bermain bulutangkis mulai terlihat dan ia pupuk dengan dukungan keluarga dekatnya terutama dari Opande Amirudin.

Sampai saat Ani terpilih mewakili sekolah dasarnya dalam Porseni antar sekolah di Kota Kendari. Meskipun berhasil lolos ke final tetapi ia kalah dalam pertandingan tersebut alhasil impiannya untuk bisa ke Jakarta sempat kandas.

Setahun kemudian ia kembali dipercaya oleh untuk mewakili sekolahnya dalam kejuaraan yang sama, kali ini Ani menang dan ia mendapat tiket untuk mengikuti kejuaraan di Jakarta.

Namun setibanya di Jakarta ternyata Ani menyadari kemampuan buluangkisnya masih sangat jauh dibandingkan anak-anak dari Pulau Jawa.

Ia terus latihan lebih keras lagi, meskipun untuk mendukungnya Opanda dan Omande-nya harus habis-habisan menjual harta bendanya yang tidak seberapa demi sang anak bisa berlatih badminton.

Ani mulai memutuskan untuk menceburkan diri menjadi pebulutangkis profesional pada tahun 2011.

Kala itu Ani yang masih berusia 13 tahun di bawa oleh pengurus bukutangkis di Kendari bernama Akip ke salah satu legenda bulutangkis Indonesia Icuk Sugiarto yang juga pemilik klub bulutangkis PB Pelita  Jakarta.

Icuk sempat menolak meskipun kemudian ia menerima dengan syarat-syarat tertentu,Ani boleh tinggal dan berlatih di PB Pelita tetapi dalam masa percobaan 3 bulan dan tak mendapatkan uang saku.

Pada 2012 ia dipasangkan dengan putri Icuk, Jauza Fadhillah Sugiarto, bersamanya Apriyani Rahayu berhasil menorehkan prestasi nasional dan internasional.

"Ada perkembangan Alhamdulillah, pada akhirnya saya diberi fasilitas seperti gratis latihan, gratis nyuci, sehingga bisa dibilang Pa Icuk ini sangat berjasa dalam karir bulutangkis saya,” jelas Ani

Sebenarnya Ani di awal datang ke Jakarta adalah pemain tunggal putri, tetapi diarahkan menjadi pemain ganda karena kesempatannya lebih besar.

Titik balik kehidupan dan prestasi Apriyani terjadi saat ia mengikuti Kejuaraan Dunia Yunior di Malaysia, ia yang ketika itu berpasangan dengan Rosyita Eka Putri Sari berhasil menjadi Runner-Up kejuaran tersebut, di final pasangan Apriyani Rahayu/Rosyita dikalahkan oleh pasangan China yang pada final Olimpiade Tokyo di kalahkan oleh Apriyani Chen Qing Chen/Jia Li Fan.

Prestasi ini lah yang kemudian mengantarkan Ani menjadi pemain Pelatnas PBSI Cipayung. Dari sini prestasinya terus menanjak, apalagi setelah dirinya dipasangkan dengan seniornya yang berbeda usia 10 tahun Greysia Polii.

Greysa Polii saat itu tengah galau dan hampir memutuskan untuk gantung raket setelah tragedi di Olimpiade London 2012.

Ia yang kala itu bertanding perdana di ajang olimpiade bersama pasangannya saat itu Meilani Jauhari harus didiskualifikasi lantaran dianggap terlibat skandal.

Skandal tersebut berawal dengan adanya dugaan manipulasi antar pemain karena kedua pasangan berupaya untuk kalah. Mereka dianggap melakukan demi menghindari pasangan nomor satu dunia asal China Wang Xiaoli/Yu Yang di perempat final.

Insiden tersebut akhirnya membuat kedua pasangan didiskualifikasi bersama dua ganda putri lainnya yakni Wang/Yu dan Kim Ha Na/Jung Kyung Eun. Mereka karena dinilai memanipulasi dan mencoret nilai sportivitas permainan.

Akhirnya Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) memutuskan kalau keempat pasangan mengatur permainan, supaya mendapatkan undian tertentu di perempat final di Olimpiade 2012.

Selepas Olimpiade London 2012,Greysa berpisah dengan Meilani, ia dipasangkan dengan Nityia Krishinda Maheswari hingga kemudia pasangan ini lolos ke Olimpiade Rio 2016.

Namun hasilnya kurang menggembirakan, mereka rontok di perempat final dikalahkan pasangan China Yu Yang/Tang Yuanting  11-21 14-21.

Pasca Olimpiade Rio 2016 pasangannya Nityia terpaksa pensiun dini lantaran cedera parah yang dialaminya.

Kondisi ini memukul perasaan Greysa, bahkan ia memilih untuk gantung raket saja, untungnya sang pelatih Eng Hian dan keluarganya membujuk Greysa untuk tetap bertahan.

Lalu munculah Apriyani Rahayu yang saat itu, dicobalah Greysia dipasangkan dengan Ani, kerennya begitu dipasangkan, Greysia /Apriyani langsung menjuarai 2 turnamen besar Koeea Open dan Thailand Open.

Dari situlah pasangan ini kian moncer hingga akhirnya meraih medali emas Olimpiade Tokyo.

Greysia sendiri mulai mengayunkan raket pada usia 14 tahun dan bergabung di klub bulutangkis PB Jaya Raya Jakarta di bina oleh salah seorang legenda bulutangkis putri Indonesia Retno Kustiyah.

Perjalan menuju kesuksesan memang berliku, tak setiap orang terkadang mampu melewati liku-liku tersebut.

Kesuksesan Greysa Polii dan Apryani Rahanu Mangarang  hari ini merupakan buah dari perjalanan yang panjang dan melelahkan, menguras keringat dan air mata.

Butuh kesabaran, kegigihan, dan semangat serta sedikit keberuntungan untuk mencapai posisi seperti yang diperoleh Pasangan Emas ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun