Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Alasan "Wanita" dalam Diskon Hukuman Pinangki, Kesetaraan atau Keistimewaan Gender?

17 Juni 2021   09:47 Diperbarui: 17 Juni 2021   10:21 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memberikan diskon hukuman sebanyak 60 persen terhadap terdakwa korupsi kasus permintaan fatwa Mahkamah Agung (MA) Pinangki Sirna Malasari salah satunya karena terdakwa adalah Wanita menimbulkan keriuhan dan sakwasangka.

Sebagian besar pihak mulai dari anggota Parlemen, penggiat korupsi hingga pengamat hukum mempertanyakan alasan "Perempuan" sebagai salah satu dasar putusan dalam memberikan potongan hukuman, dari 10 tahun penjara di tingkat Pengadilan Negeri menjadi 4 tahun saja.

Bukankah di Indonesia sebagai negara hukum, menganut asas equality before the law terlepas dari apapun status pihak yang berperkara, termasuk isu kesetaraan gender di dalamnya.

Meskipun demikian, pihak Komisi Nasional Perempuan menyatakan bahwa wajar saja ke-perempuan-an dijadikan bahan pertimbangan hakim dalam memberikan diskon hukuman terhadap Pinangki.

"Peran gender baik laki-laki dan perempuan dalam praktik pengadilan, seperti kepala keluarga (laki-laki) dan ibu (perempuan) memang menjadi pertimbangan sebagai alasan yang meringankan. Jadi tidak hanya untuk kasus PSM dan korupsi. Tapi untuk semua kasus, sepanjang yang saya ketahui," kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardy, Selasa (15/6/2021).

Logikanya, jika "perempuan" bisa dijadikan alasan pengurangan hukuman, andai Pinangki itu pria maka kemungkinan besar majelis hakim banding tersebut tak akan memberikan potongan hukuman bahkan sangat mungkin memperberatnya.

Artinya menjadi "perempuan" dalam kasus Pinangki ini sebagai sebuah keistimewaan. Ketika Komnas Perempuan menyatakan "keistimewaan" tersebut sebagai sebuah kewajaran.

Saya menjadi bertanya-tanya apakah yang selama ini diperjuangkan para feminis dan para penggiat hak-hak perempuan itu adalah Privilege sebagai perempuan atau kesetaraan gender seperti narasi yang selama ini mereka bangun.

Kesetaraan memiliki kata dasar 'tara' yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah 

ta*ra1 n yang sama (tingkatnya, kedudukannya, dan sebagainya); banding(an); imbangan: tiada -- nya; sukar dicari; -- banding(an)nya, tidak ada bandingannya;

Artinya kesetaraan itu kesamaan kedudukan atau ekuivalensi. Sementara Gender menurut uraian Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) memiliki pemahaman peran yang dibentuk oleh masyarakat serta perilaku yang tertanam dalam proses sosialisasi budaya yang berhubungan dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun