Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mencoba Memahami Pro dan Kontra Perpres 10/2020 Tentang Miras

2 Maret 2021   13:45 Diperbarui: 2 Maret 2021   19:54 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peraturan Presiden nomor 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang juga mengatur investasi industri minuman keras (miras), menuai pro dan kontra, banyak penolakan datang dari masyarakat terutama organisasi yang berafiliasi keagamaan.

Saya bisa memahami itu, lantaran setiap agama sebenarnya melarang meminum atau memakan sesuatu yang memabukan, termasuk minuman beralkohol ini.

Namun pertanyaannya, apakah sebelum Pepres nomor 10/2020 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang juga mengatur investasi industri minuman keras (miras) ini dikeluarkan Pemerintah Jokowi, miras atau minuman beralkohol itu tak beredar untuk kemudian di konsumsi masyarakat Indonesia?

Ya beredar dan dikonsumsi, bahkan minuman beralkohol dalam berbagai kadar terutama yang kadarnya bawah 5 persen dengan mudah kita temui di pasar swalayan besar dan toko-toko minuman keras baik yang legal maupun ilegal.

Mungkin asumsi para penolak Perpres Miras ini adalah "Tak diproduksi sendiri saja miras sudah bertebaran dimana-mana apalagi setelah diproduksi". Seolah mereka lupa bahwa produksi Miras ini sudah lama berjalan di Indonesia baik yang legal maupun ilegal.

Sebenarnya industri alkohol di Indonesia sudah ada sejak lama, arak atau minuman hasil fermentasi sudah dikenal lama di Indonesia. Nah beberapa diantaranya adalah yang kita kenal kalau di daerah pulau Jawa di sebut ciu, di Sumatera Utara Tuak. di Sulawesi Utara Cap Tikus, di Nusa Tenggara Timur dikenal dengan Sophi dan di Bali disebur arak Bali.

Menurut sejarawan dari Universitas Padjajaran, Fadly Rachman, penelitiannya menunjukan bahwa miras hasil fermentasi di Indonesia sudah ada sejak abad ke 8 masehi.

"Catatan tertua tentang minuman fermentasi ada di dalam beberapa prasasti dan naskah kuno Jawa, mulai dari abad ke-8 sampai abad ke-13," ujarnya, seperti dilansir oleh CNNIndonesia.com.

Minuman beralkohol hasil fermentasi ini merupakan pengolahan dari bahan pangan yang memang dikonsumsi sehari-hari seperti nira, beras, dan ketan.

Dalam skala industri, minuman beralkohol mulai diproduksi di Indonesia pada abad ke-18 seperti yang diungkapkan oleh J. David Owens dalam bukunya yang bertajuk "Indigenous Fermented Foods of Southeast Asia" mengungkapkan, produksi arak Batavia dimulai di Batavia (kini Jakarta) pada 1743. Batavia Arrack van Oosten mengandung 50 persen alkohol dan menjadi terkenal pada abad ke-18 di seluruh Indonesia.

Bahkan, Batavia Arrack van Oosten ini disukai oleh orang-orang Eropa yang datang ke Hindia Belanda atau Indonesia kala itu sehingga sering dibawa pulang dan namanya cukup populer di negara-negara Barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun