Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hitam Putih Pramoedya Ananta Toer "Sang Algojo Lekra" dan Propaganda

27 September 2020   15:17 Diperbarui: 27 September 2020   15:47 948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Serangan Pram dan beberapa sastrawan Lekra terhadap para anggota Manikebu dimanfaatkan PKI untuk menarik perhatian dari Presiden Soekarno, bahkan ketika perlawanan Manikebu tambah sengit PKI melakukan lobi tingkat tinggi hingga kemudian Soekarno membubarkan Manikebu.

Ajip sangat yakin bahwa Pram tak berhaluan komunis dan ia bukan merupakan anggota PKI, karena sifat asli Pram itu seorang individualis, mana mungkin seorang soliter seperti Pram mau sama rasa sama rata seperti ajaran komunis.

Keyakinan Ajip ini kemudian diakui Pram saat ia telah dibebaskan dari penahanannya di Pulau Buru, bahwa ia memang tak pernah sepemahaman dengan pikiran para petinggi PKI, seperti Nyoto dan DN Aidit.

Meskipun demikian memang faktanya Lekra dan Manikebu itu terus berseteru, Taufiq Ismail lewat bukunya berjudul "Prahara Budaya: Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI Dkk." sangat yakin Lekra di bawah pimpinan Pram merupakan antek PKI, yang pada zamannya melakukan tindakan brutal terhadap para seniman dan sastrawan Manikebu.

Puncak perseteruan antara Lekra dan Manikebu terjadi pasca 30 September 1965  yang berakibat dihabisinya komunisme dan PKI sampai ke akar-akarnya.

Soekarno lengser, PKI dan kader hingga simpatisan atau siapapun terindikasi menyukainya ditangkapi satu persatu bahkan sebagian dari mereka dibantai sehingga menimbulkan korban hingga ratusan ribu orang.

Hal yang sama terjadi juga terhadap Lekra dan para anggotanya, Pram sendiri ditangkap oleh massa yang terdiri  dari gabungan masyarakat dan militer tak lama berselang setelah peristiwa G30S di rumahnya di Utan Kayu Rawamangun Jakarta Timur.

Pram dibawa ke markas Kodim Jalarta Timur bersama adiknya Koesalah, dalam penangkapan tersebut konon katanya Pram dan adiknya sempat mengalami penyiksaan, beberapa naskah tulisan pun hilang diambil oleh massa termasuk naskah buku Panggil Aku Kartini  jilid 3 hingga 7.

Setelah dari markas Kodim Pram dijebloskan ke Penjara Salemba dan Nusakambangan sebelum kemudian di buang ke Pulau Buru selama 14 tahun tanpa pernah diadili, disana ia dilarang melakukan aktivitas tulis menulis oleh rezim Orde Baru hingga tahun 1978 ketika Panglima Kopkamtib saat itu Jenderal Soemitro berkunjung ke Pulau Buru.

Dalam kunjungan tersebut Soemitro berjumpa dengan Pram, ia bertanya pada Pram mengapa ia masuk Lekra, Pram menjawab 

"Saya ingin menyalurkan profesi saya sebagai seorang sastrawan, hanya PKI yang punya program itu, partai lain tidak"ujar Pram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun