Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Defisit APBN 2020 Tembus 1.000 Triliun, Utang Baru Bakal Jadi Solusi, Lantas Bagaimana Bayarnya?

3 Juni 2020   12:38 Diperbarui: 3 Juni 2020   13:14 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati menyebutkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Indonesia tahun 2020 berpotensi menembus Rp.1.000 triliun.

Rupanya penanganan pandemi Covid-19 yang kini tengah mencengkram dunia termasuk Indonesia, memberikan tekanan yang sangat besar terhadap APBN tahun 2020 ini.

"Karena itu APBN defisit Rp 1.028,6 triliun atau 6,72 persen dalam rangka menalangi dan mendorong perekonomian agar bertahan di tengah tekanan Covid-19 dan itu diharap bisa pulih lagi," ujar Sri Mulyani saat menggelar video conference Outlook APBN Perubahan 2020, Senin (18/5/20). Seperti yang dilansir Kompas.Com

Besaran defisit tersebut lebih besar dari besaran defisit yang dipatok pemerintah dalam Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Pendapatan dan Belanja Negara Anggaran Tahun 2020.

Dalam Perpres tersebut defisit APBN 2020 telah dilebarkan menjadi 5,07 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau mencapai Rp. 852,9 triliun.

Sri Mulyani memerinci, pendapatan negara tahun ini hanya akan mencapai Rp.1.691,6 triliun, turun 13,6 persen dibandingkan realisasi pendapatan tahun 2019 yang sebesar Rp. 1.957,2 triliun.

Angka ini juga lebih rendah Rp.69,3 triliun dari target yang dipatok dalam Perpres nomor 54 tahun 2020.

Asumsi pendapatan negara sebesar itu terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp.1.404,5 triliun dan penerimaan bukan pajak sebesar Rp.286,6 triliun.

Besaran pendapatan dari sektor perpajakan sebesar itu terkontraksi  9,27 persen dibanding tahun lalu, sedangkan penerimaan bukan pajak lebih tinggi lagi mencapai 29,6 persen dibanding tahun 2019 lalu.

"Ini akibat dari begitu banyak insentif pajak diberikan dan pelemahan semua sektor ekonomi," ungkap Sri Mulyani.

Di tengah berkurangnya pendapatan negara, proyeksi belanja yang harus dilakukan pemerintah justru malah meningkat, maka tak heran jika defisit APBN terus melebar.

Dari sisi belanja pemerintah memproyeksikan anggaran naik sebesar Rp.106,3 triliun dibandingkan Prepres 54/2020 yang sebesar Rp. 2..613,8 triliun. Dalam  APBN 2020 Perubahan anggaran belanja naik menjadi sebesar Rp. 2.720,1 triliun.

Belanja negara sebesar itu, terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp. 1.954,4 triliun, sedangkan sisanya sebesar Rp. 760,7 triliun untuk dana transfer ke daerah termasuk di dalamnya dana desa.

Dalam kenaikan belanja tersebut, ada tambahan stimulus fiskal untuk mengurangi dampak ekonomi akibat pandemi bagi UMKM berupa subsidi bunga sebesar Rp.34,2 triliun.

Selain itu terdapat pula kenaikan kompensasi bagi perusahaan BUMN yang memberikan subsidi dalam penanganan pandemi Covid-19 sebesar Rp.76,08 triliun .

Perusahaan BUMN tersebut adalah PT.PLN dan PT. Pertamina masing-masing sebesar Rp.45,32 triliun dan Rp.45.02 triliun.

Diskon tarif listrik yang tadinya hanya berlaku 3 bulan menjadi 6 bulan sebesar Rp.3,5 triliun. Bantuan sosial tunai dan sembako hingga Desember 2020 sebesar Rp.19,6 triliun.

Sedangkan untuk cadangan stimulus dianggarkan sebesar Rp. 60 triliun dan tambahan belanja sebesar Rp. 40,7 triliun.

Namun demikian, Kementerian Keuangan berhasil menghemat anggaran dari penghematan lanjutan dari anggaran Kementerian/Lembaga Negara sebesar Rp.50 triliun dan Rp.12,4 triliun dari belanja pegawai berupa THR dan gaji ke-13.

Lantas dari mana pemerintah menambal defisit yang menganga begitu lebar? Paling mungkin adalah dengan melakukan pembiayaan berupa menjual surat berharga negara.

Emisi Surat Berharga Negara ini sudah diatur dalam Perppu nomor 1 tahun 2020 yang belakangan ramai diperbincangkan.

Hal tersebut dikonfirmasi oleh Sri Mulyani, "akan ada penambahan PMN sebesar Rp. 25,27 triliun dalam pemulihan ekonomi,"ujar Sri Mulyani.

Yah artinya akan ada utang baru. Beberapa diantara bentuk utang yang rencananya akan dilakukan pemerintah adalah melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) baik domestik maupun global berdenominasi valas  senilai US$ 10 miliar hingga US$ 14 miliar.

Selain penerbitan surat berharga, pemerintah Indonesia juga akan melakukan pinjaman dalam kerangka development partners baik secara bilateral maupun multilateral sebesar US$ 8 miliar hingga US$ 10 miliar.

Tambahan utang baru ini tentu saja akan menambah jumlah utang luar negeri yang ada saat ini. Data yang dirilis oleh Bank Indonesia mencatatkan posisi utang luar negeri Indonesia pada kuartal-I 2020 sebesar US$ 389,3 miliar atau setara dengan Rp.5839,5 triliun.

Jumlah sebesar itu di dominasi oleh utang luar negeri sektor swasta termasuk di dalamnya BUMN yang sebesar US$ 205,5 miliar. Sedangkan utang pemerintah sendiri senilai US$ 183,8 miliar.

Jika dibandingkan dengan secara year on year, peertumbuhan utang luar negeri pemerintah pada kuartal I tahun 2020 mengalami penurunan sebesar 3,6 persen menjadi US$180 miliar.

Jika sudah berbicara tentang penambahan utang, biasanya banyak pihak yang akan riuh mengomentari besaran utangnya tanpa melihat pengelolaan dan peruntukannya.

Apapun alasan pemerintah terkait pertumbuhan utang akan dianggap angin lalu saja, yang penting bagi mereka yang menamakan dirinya oposisi utang adalah haram, padahal dalam menangani pandemi seluruh negara di dunia melakukan hal yang sama.

Buat mereka, sepanjang mereka tidak berkuasa apapun yang dilakukan pemerintah Jokowi tak pernah benar. Rasio utang Indonesia terhadap PDB sebenarnya sehat-sehat saja, ada dikisaran 32 persen.

Bandingan dengan Singapura yang rasionya mencapai 100 persen, Amerika Serikat 150 persen bahkan Jepang hingga 180 persen.

Memang beban utang yang harus ditunaikan pemerintah Indonesia untuk tahun 2020 meningkat cukup tajam.

Hal itu tercermin melalui, naiknya Debt to Service Ratio (DSR) tahun 2020 ini yang menurut data  BI,  DSR Tier-1 yang meliputi pembayaran pokok dan bunga atas utang jangka panjang dan pembayaran bunga atas utang jangka pendek mencapai 27, 65 persen.

Angka ini naik tajam dibanding kuarta IV tahun 2019 yang tercatat sebesar 18 persen. Semakin tinggi rasio DSR maka semakin tinggi pula beban utang yang harus ditanggung setiap tahunnya.

DSR ini mencerminkan kemampuan sebuah negara untuk menyelesaikan kewajibannya dalam membayar utang.

Nah, bagaimana pemerintah Indonesia akan membayar utang tersebut?

Saya rasa pemerintah akan membayar utang luar negeri setelah pandemi Covid-19 melalui pembiayaan dengan melakukan penerbitan surat utang.

Dan sepertinya emisi surat utang oleh pemerintah akan diserap oleh pasar, mengingat imbal hasil yang ditawarkan masih cukup menarik.

Namun demikian pemerintah juga harus tetap mengantisipasi perebutan likuiditas di pasar emerging market, yang diperkirakan akan sangat ketat, sepanjang vaksin Covid-19 belum ditemukan.

Selain itu Pemerintah juga bisa melakukan debt switched terhadap utang-utang berbunga rendah, mengingat suku bunga yang ada saat ini sudah sangat rendah.

Dan kalau memungkinan dorong penggunaan utang tersebut untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif seperti melanjutkan hilirisasi industri, sehingga mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.

Terlepas dari itu semua, apabila ditinjau dari segi kemampuan, pemerintah Indonesia masih memiliki kemampuan kok untuk menanggung beban utamg tersebut.

Hanya saja, tetap harus sangat hati-hati dalam mengelola utang tersebut. Karena selain potensi beban bunga utang yang terus membengkak dan membebani APBN. Utang dalam bentuk valas akan ikut membengkak pula jika nilai tukar rupiah terus melemah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun