Artinya dengan membiarkan virus SARS NCov-2 menjangkiti sebanyak mungkin orang dalam beberapa kawasan hingga mencukupi treshold herd immunity, dan akhirnya seluruh populasi akan memiliki imunitas.
Hal ini pernah terjadi saat pandemi flu Spanyol pada tahun 1918, yang saat itup menimbulkan korban jiwa hingga 33 juta orang.
Menurut ahli Epidemologi dari Harvard University Mark Lipstich virus corona diperkirakan memiliki reproduksi dasar 2-2,5, artinnya 1 orang terinfeksi bisa menularkan terhadap 2 orang.
Sehingga berdasarkan perhitungan matematis dibutuhkan 60-70 persen orang agar kekebalan komunitas bisa terjadi secara alami.
Herd Immnunity ini memang bisa dilakukan untuk.menghentikan penyebaran virus corona, namun cara itu biadab dan tak manusiawi, karena harus membiarkan masyarakat terekspose agar terpapar Covid-19.
Entah karena frustasi dengan penyebaran Covid-19 yang sangat cepat dan masif, beberapa politisi di Eropa sempat memunculkan wacana Herd Immunity.
Nah, terkait hal tersebut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) melakukan kajian terhadap konsep Herd Immunity.
Hasil kajiannya menyatakan bahwa Herd Immunity tidak layak dilakukan di Indonesia, dan Pemerintah harus menolak keras konsep ini.
Karena menurut kajian PAPDI, seperti yang diungkapkan oleh Dr Dirga Sakti Rambe salah satu pengurus PAPDI lewat akun Twitternya @Dirgarambe .
Jika Herd immunity dilakukan di Indonesia maka akan ada korban jiwa sebanyak 5 juta jiwa. Hitungan tersebut berdasarkan asumsi untuk.mencapai herd immunity dibutuhkan 70 persen artinya yang harus terinfeksi adalah 70 persen dari 267 juta orang, yakni sebesar 189,7 juta jiwa.
"Biasanya Pandemi itu multiple waves anggaplah 1/3 kasus terjadi pada first wave 63 juta jiwa,"tulisnya seperti yang saya kutip dari akun twitternya.