Mohon tunggu...
Ferni Nofianty Dewi
Ferni Nofianty Dewi Mohon Tunggu... wiraswasta -

Seorang ibu yang gemar memasak

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Antara Ibu, Anak dan Gadget itu

27 Mei 2015   12:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:33 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebagai ibu, saya seringkali tak bisa menolak ajakan anak untuk makan di luar. Bukan karena banyak uang, tetapi ini satu siasat biar anak doyan makan. 6 hari makan di rumah, 1 hari makan di luar tak apalah. Toh anak punya hak yang sama sebagai manusia, pengen jalan-jalan dan kongkow di mall seperti ayah dan ibunya. Untuk pilihan makanan, saya lebih memilih yang bukan cepat saji. Ya saya lebih memilih jenis makanan ala rumahan. Ada ayam, sayur, lauk pauk, dan tentu saja ada nasinya. Seperti kemarin itu, kami makan di Hypermart Cianjur. Gedung mirip mall seperti ITC, namun kadung dikenal sebagai nama sebuah supermarket. Biar tahu saja, mana tahu anda berkunjung ke Cianjur di dalamnya banyak ragam pedagang. Contohnya pedagang hape, jual baju, mobil, rumah, dan lain-lain.

Nah pas makan inilah ada kejadian antara ibu dan anak. Ada seorang anak yang nangis terisak-isak. Pasalnya dia minta dibelikan minum, minta kepa ibunya. Agak lama ibunya menyambut permintaan anaknya, terlihat sedang asik memainkan handphone. Setelah berhenti bermain handphone, dijewernya anak itu dan sambil mengomel sambil menunjukkan muka jutek. Anak saya melihat ke arah saya, dia melihat kejadian itu juga. Tetapi tak pula berkata atau bertanya apapun. Mungkin kalau dia sudah agak besar pengen bertanya kenapa ibunya harus marah pada anaknya karena hanya sekedar meminta minuman. Setelah dibelikan minuman, ibu dan anak itu kembali ke meja tempat mereka makan. Anaknya duduk manis meminum teh botol dan begitu pula ibunya, tampak manis sigap memegang gadget. Diam hening, tanpa bicara sepatah kata pun dengan anaknya. Anaknya tak menangis lagi karena teh botol sudah di tangan.

Anak itu terus saja minum hingga dihabiskannya tiga perempat dari isi teh botol itu. Tak bicara. Anak itu tak berupaya mengajak ibunya berbicara. Padahal ibunya tak marah lagi, malah tampak tersenyum. Tetapi senyumannya diberikan kepada handphone yang ada digenggamannya. Lalu, anak itu meletakkan teh botol itu ke meja, dan dilahapnya perlahan-lahan sisa makanannya tadi. Tampak lahap dan terus terdiam sambil sesekali melihat ke kenan dan ke kiri, juga melihat ke arah kami.

Tak sampai habis, dia letakkan sendok ke piring kembali. Tetapi sayang, “Pranggg”, sendok terjatuh. Anak itu berusaha cepat mengambil sendok. “Pokkkk”,sedikit terhuyung sambil memegang kepala. Ibunya, ya ibunya memukul kepala anaknya sendiri. Anak itu mengusap-usap kepalanya, pastilah rasanya sakit dipukul begitu. Anak itu kembali duduk. Ibu nya sedikit ngedumel, “kenapa sendoknya dijatuhin”. Saya sendiri tak yakin ibunya melihat kenapa sendok itu sampai terjatuh. Pokoknya perkara sendok itu tampak menjadi kesalahan besar bagi si anak. Menangistetapi tak keras suaranya. “Diam, jangan bikin malu,” kata ibunya. Lalu sesegukan tak berani mengeluarkan suara.

Saya tergidik. Anak saya mengerutkan keningnya. Tampaknya anak saya juga melihat perangai ibu yang memarahi anaknya itu. Saya ajak anak saya berbicara tentang makanan ayam dan nasi, enak atau tidak. Agar tak memperhatikan kejadian itu lagi. Sementara anak itu, terus sesegukan. Ibunya emosi, sempat main handphone kembali tak lama berhenti. Ditariknya anak itu ke luar dari tempat makan itu. Hening. Tak lama anak saya minta teh botol, persis yang diminum anak tadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun