Mohon tunggu...
Fernandes Nato
Fernandes Nato Mohon Tunggu... Guru - Guru | Cricket Coach

Saya adalah seorang pendidik pada sebuah sekolah swasta di Jakarta. Semoga melalui tulisan dan berbagi gagasan di media ini kita dapat saling memberdayakan dan mencerahkan. Mari kita saling follow 'tuk perluas lingkar kebaikan. Salam Kenal.

Selanjutnya

Tutup

Book

Menggagas Diri Bermakna

4 September 2022   01:56 Diperbarui: 4 September 2022   02:36 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Effie melihat potensi bahwa ayahnya, Tommy bisa-bisa akan bunuh diri bersama kedua gadis kecilnya dan meninggalkan Laura dengan sebuah kecupan perpisahan yang menyedihkan. Persis sama seperti yang dilakukan oleh Kakeknya, ayar dari Laura ibunya, ketika bunuh diri di kamar meninggalkan Laura sebatang kara.

Effie sangat mengasihi ayahnya. Ia lalu mengrim salah satu rekaman hasil obrolan Laura, Ibunya, dengan Steven/Ryan tentang rencana gantung dirinya yang bersih tapi jebakan. Laura kaget bukan kepalang sebab data yang masuk ke surelnya berasal dari surel Jenny yang telah mati dihabisinya. Dia kaget hingga kejang-kejang sebab masalah yang ia timpakan kepada orang lain kini datang menghampirinya, bahkan lebih sadis sebab dilakukan oleh putrinya sendiri, Effie.

Istilah 'what goes around comes around' menjadi sangat cocok untuk menggambarkan kehidupan Laura. Apa yang kamu tabur maka itu yang akan kamu tuai. Bila engkau menabur angin maka bersiap-siaplah menuai badai.

Menjadi Pribadi Bermakna

Novel The Good Samaritan tulisan John Marrs ini bisa jadi sebuah kisah pembunuhan yang sadis dengan memengaruhi cara berpikir mereka yang terjebak dalam persoalan hidup mendera dan setiap jalan keluar serasa buntu sebab tidak ada pegangan hidup lantas bunuh diri atau mengakhiri hidup menjadi pilihan relevan.

John Marrs menggambarkan dengan benderang realitas hidup manusia yang rapuh dan sangat mungkin menjadi putus asa dihadapan menggunungnya persoalan hidup.

Marrs juga benderang menarasikan bahwa banyak diantara mereka yang menjadi konselor (Laura, Jenny, Merry, dll) juga memiliki persoalan pelik dalam hidup. Menjadikan diri sebagai konselor untuk menyelubungi kekejian diri ataupun jiwa terluka dalam diri mereka sendiri. Bagaimana mungkin mampu menyembuhkan jiwa terluka oleh jiwa lain yang juga telah terlebih dahulu terluka bahkan sangat mendalam.

Di sini saya melihat pesan tersirat sang penulis kepada banyak orang, terutama pembaca, agar tidak lekas menyerahkan persoalan hidup kita kepada orang lain, terutama konselor, dalam menyelesaikannya. Setiap orang punya luka dan setiap orang adalah tabib bagi dirinya sendiri. Setiap orang dapat menyembukan dirinya sendiri asalkan tahu bagaimana meletakkan persoalan hidup secara proporsional lalu mencarikan jalan keluar terbaik atasnya. Solusi kiranya bukan seperti upaya menciptakan persoalan baru dia atas persoalan yang telah ada.

Marrs secara implisit berpesan agar setiap orang wajib menjadi pribadi yang bernilai. Melihat tujuan 'keterlemparan' ke tengah dunia sebagai sebuah misteri semesta yang harus dipecahkan. Tidak ada pribadi yang diciptakan tanpa tujuan. Tujuan itupun tidak serta merta tertulis dalam kitab hidup setiap orang tetapi sebuah upaya sadar untuk mencari dan merefleksikan eksistensi kita sebagai manusia. Mengapa kita ada dari pada tidak ada? Apa beda antara adanya saya sebagai manusia dan adanya monyet yang hidup di hutan? Ini dua pertanyaan sederhana yang dapat digunakan untuk mengantar kita menuju refleksi mendalam atas hidup.

Apalagi bila Anda adalah seorang yang beriman kepada Tuhan. Pegangan hidup Anda sangat kuat dan kokoh. Bila ada persoalan hidupmu bicaralah kepadaNya dalam doa yang khusyuk. Orang-orang terdekat juga tentu dapat membantu mendampingi kita dalam situasi sulit dan menyiasati turbulensi hidup.

Jangan buru-buru ke konselor sebab Anda tidak pernah akan dapat menyelami diri mereka dan motivasi terdalam dari mereka yang mau mendengar keluh-kesah hidup orang lain. Jangan juga buru-buru menggendam dan mendendam pada orang lain karena kemalangan hidup kita. Bisa jadi justru akan melahirkan persoalan yang lebih besar dan kita juga akan ikut digulung olehnya. Menjadi pribadi bernilai itu tentu tidak mudah sebab hal itu bukan sesuatu yang terberi tetapi sesuatu yang dicari (by design).

Penulis: FERNANDES NATO

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun