[caption id="attachment_213531" align="aligncenter" width="640" caption="Gedung Tempat Elit Berakrobat Politik"][/caption] Bagai bumi dan langit ketika menyandingkan tingkah laku elit politik kita dengan pesepak bola profesional. Elit kita miskin akan nilai-nilai sosial budaya adiluhung seperti kurangnya akuntabilitas, miskin etika dan rendahnya nasionalisme.
Sebagai penyelenggara negara dan pengemban amanah rakyat, elit politik sudah seharusnya mempunyai standar perilaku (code of conduct) yang tinggi dalam menjalankan tugasnya. Tetapi justru pesepakbola profesional yang bukan abdi negara dan bukan dipilih rakyat menampilkan standar etika yang tinggi di kesehariannya.
Bertanggung Jawab
[caption id="attachment_213514" align="aligncenter" width="364" caption="Rahmad Darmawan (Dok M Detik)"]
Dilihat dari segi prestasi, coach RD telah melampaui pendahulunya, karena sejak meraih emas saat Sea Games 1987, tim nas Indonesia tidak pernah mencapai babak final sekalipun sampai berlangsungnya Sea Games 2011 lalu. RD bisa saja tetap menjadi pelatih kepala timnas, karena selain publik tidak menuntut ia mundur, RD juga dapat berkilah bahwa tampil di final setelah 24 tahun lamanya adalah sebuah prestasi luar biasa.
Tetapi justru dalam situasi kondusif itu RD tidak larut dengan prestasi yang cukup bagus tersebut. Ia justru mengundurkan diri layaknya perwira sejati, "Saya tidak menyangka respons terhadap pengunduran diri saya begitu luar biasa. Padahal, sebelumnya saya kira biasa saja kalau orang mengundurkan diri dari pekerjaannya," kata RD.
Jika Coach RD mundur akibat merasa gagal, Josep Pep Guardiola mundur sebagai pelatih FC Barcelona dengan alasan professional yaitu sudah lelah dengan pekerjaan yang ditukanginya selama 4 tahun belakangan ini.
[caption id="attachment_213515" align="aligncenter" width="300" caption="Pep-Guardiola Saat Pertandingan Perpisahan (Dok: Bola)"]
“Ini sangat melelahkan, saya selalu menginginkan kontrak yang singkat karena tekanan di Barcelona sangatlah besar. Saya sudah menjalani hal tersebut sebagai pemain Barcelona. Empat tahun adalah keabadian sebagai pelatih,” ujar Guardiola.
Tindakan RD yang mundur dari jabtan disaat gagal adalalah barang langka di republic ini, apalagi kasus Guardiola dimana mundur saat menapaki puncak prestasi. Elit kita justru mati-matian mempertahankan jabatannya dengan cara apapun walaupun serangkaian kegagalan dan skandal mendera mereka.
Alih-alih mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggung jawaban pada publik, mereka lebih sibuk melakukan pembelaan atau pencitraan untuk menutupi ke gagalan dan ke bobrokannya.
Mengutamakan Rakyat
[caption id="attachment_213516" align="aligncenter" width="300" caption="Messi Dalam Seragam Argentina (Dok: Messigoal)"]
“Hampir segala gelar telah saya menangi secara individu dan di level klub, tapi itu tetap membuat saya kurang lengkap sebab belum memenangi Piala Dunia,”kata peraih 3 kali gelar pemain terbaik dunia.
Ia berkata, segala gelar yang ia capai telah cukup ia nikmati, akan tetapi saya selalu bermimpi merebut gelar piala dunia nanti. “Saya selalu tertuju bagaimana meraih gelar itu, meskipun dipuja-puja ditempat lain, namun saya tetap mengutamakan apa yang rakyat Agentina harapkan dari saya,” ucap Messi dikutip harian Marca.
Bagi Messi mempersembahkan gelar piala dunia untuk Argentina adalah segalanya. Tetapi bagi elit kita kepentingan dan kepuasaan rakyat kebanyakan bukanlah prioritas utama mereka. Kepentingan mereka dan golongannya adalah diatas kepentingan rakyat.
Kode Etik
Pesepakbola profesional diharuskan menjunjung etika baik didalam maupun diluar lapangan. Seperti sanksi berupa pelarangan bermain empat kali dan denda £220.000 bagi John Terry akibat melakukan pelecehan rasial kepada pemain belakang MU Patrice Evra.
[caption id="attachment_213532" align="aligncenter" width="292" caption="John Terry Mantan Kapten Tim Nas Inggris"]
"Sebagai seorang kapten, John Terry telah menunjukkan sikap yang sangat positif,” kata Capello. ”Meski demikian, saya juga harus memasukkan berbagai hal lain sebagai bahan pertimbangan dan apa ya apa yang terbaik untuk skuad Inggris.”
Disini bisa kita lihat, pemain akan dihukum tidak hanya karena melanggar peraturan pertandingan, tetapi juga saat terbukti melakukan tindakan tidak terpuji yang tidak berkaitan dengan pertandingan itu sendiri, baik didalam dan diluar lapangan.
Berbeda dengan elit kita yang selalu pragmatis dan kompromistis, sudah menjalanii pidana tipikorpun masih bisa diangkat sebagai pejabat Negara, kerugian keuangan Negara dianggap sebagai kesalahan administrasi belaka. Memiliki rekening gendut hingga puluhan miliar dianggap wajar dan tidak perlu dicurigai.
Melanggar ham hingga menewaskan rakyat dianggap kesalahan prosedur semata. Ada Ketua DPR yang menyalahkan korban tsunami mengapa tinggal di pinggir pantai tetapi dapat menjabat dengan tenang sampai sekarang. Tidak perlu kehilangan jabatan seperti Terry.
Nasionalisme
[caption id="attachment_213517" align="alignleft" width="300" caption="Gedung La Masia FCB"]
Lewat sistem pembinaan yang tepat, akademi menelurkan pemain yang permainannya sekaligus kepribadian yang berkualitas. Kesuksesan Barcelona dan klub Spanyol lainnya dalam hal menghasilkan pemain berkualitas, membawa Spanyol berhasil merengkuh dua kali Piala Eropa dan sekali Piala Dunia dalam kurun empat tahun terakhir ini.
Buktinya saat Piala Eropa 2012 lalu, dari total 22 pemain dalam squad Spanyol, hanya empat pemain tim nas yang bermain di klub luar Spanyol, selebihnya adalah pemain yang bermain di klub dalam negeri. Intinya, kesabaran Spanyol dalam membina talenta dalam negeri, sukses mengantarkan klub dan Negara Spanyol mendominasi jagat sepak bola dalam satu dekade terakhir.
Tidak seperti para elit kita, kemampuan dan produk anak bangsa tidak dibina dan diperhatikan. Elit sibuk memburu rente seperti mengimpor beras, garam, BBM, hortikultura, mesin hingga alutsista TNI. Padahal jelas-jelas produk diatas telah dihasilkan didalam negeri dan dengan sedikit keberpihakan, produk kita dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Sungguh rakyat tercederai ulah elite politik yang memuakan itu