TANAH YANG KAYA UNTUK ORANG MISKIN: SEBUAH MANUSIAWI DARI SURGA KECIL JATUH KE PERUT INVESTOR
(Disusun dengan balutan ironi, hiperbola, dan sindiran halus khas satire politik)
Oleh: Ferdinand Nauw Tahoba
(Guru, Kepala Sekolah, dan Mantan Penjaga Pintu Surga yang Kini Jadi Penonton Proyek)
Di tanah yang katanya surga kecil yang jatuh ke bumi, manusia dibesarkan oleh hutan, disusui oleh sungai, dan diasuh oleh gunung. Lalu datanglah peradaban dengan sepatu mengkilap, dasi yang rapi, dan rencana-rencana pembangunan demi rakyat.
Eh, maksud saya, demi rakyat yang kebetulan punya saham.
Kini, hutan yang dulunya tempat bermain anak-anak, sudah jadi lahan sawit. Sungai yang dulunya tempat mandi, berubah jadi jalur limbah. Bahkan gunung pun dipermak, karena emas di dalamnya katanya lebih berharga daripada nyawa orang yang tinggal di sekitarnya. Tapi tenang, semua ini dilakukan demi kemajuan. Atau lebih tepatnya: demi mengisi perut segelintir orang yang doyan rapat dan tender.
MENGAPA HARUS ADA MASYARAKAT ADAT JIKA ADA PERUSAHAAN?
Pertanyaan ini mungkin terdengar kejam, tapi jujur. Sebab ketika sebuah perusahaan datang membawa dokumen AMDAL dan restu dari menteri, masyarakat adat hanya jadi dekorasi pembuka acara. Kadang disuruh menari, lalu difoto dan dimuat di website kementerian. Judulnya: "Harmoni Pembangunan dan Adat"---padahal isinya: "Kami Gusur, Mereka Diam".
Menurut JATAM Papua (2022), lebih dari 60% wilayah adat sudah dikapling menjadi konsesi tambang dan HTI[^1]. Tapi tenang saja, itu dilakukan dengan restu negara. Karena dalam kamus pembangunan, tanah adat = lahan kosong. Manusia adat = potensi penghambat investasi. Maka solusinya: geser sedikit, kasih sedikit, tipu sedikit.
Semuanya halal, asal ada stempel.
FREEPORT & SAHABAT-SAHABAT DERMAWAN DARI LUAR NEGERI
Kita harus berterima kasih pada Freeport dan perusahaan besar lainnya. Tanpa mereka, bagaimana mungkin negara bisa dapat triliunan rupiah? Cuma jangan ditanya kenapa masyarakat Mimika tetap susah air bersih, miskin, dan sering gatal-gatal[^2]. Itu bukan salah tambang. Itu salah warga yang tak pandai bersyukur.
Karena dalam logika pembangunan hari ini, semakin banyak kekayaan diambil, maka semakin besar peluang rakyat untuk menderita secara merata.
JALAN TRANS PAPUA: DARI HUTAN KE LUBANG RAKSASA
Kita bangga punya Jalan Trans Papua. Panjangnya ribuan kilometer. Tapi jangan salah, jalan itu bukan untuk membawa guru ke kampung, atau mengantar anak sekolah ke kota. Jalan itu untuk truk kayu, alat berat, dan mobil double cabin berpelat merah yang suka hilir mudik membawa proposal dan janji.
LIPI (2020) menyebut jalan ini lebih berguna bagi aktivitas korporasi dibanding kebutuhan dasar warga[^3]. Tapi jangan protes. Karena mereka bilang, jalan adalah tanda cinta negara. Walau cinta itu sering datang hanya saat musim Pemilu.
AFIRMASI KHUSUS UNTUK YANG PUNYA KONEKSI
Katanya Otsus dibuat untuk memberdayakan Orang Asli Papua. Tapi kenyataannya, jabatan-jabatan penting lebih sering diisi orang-orang yang asli dekat dengan kekuasaan, bukan asli Papua.
Menurut KPPOD (2022), banyak pelanggaran dalam pengangkatan jabatan ASN di Papua[^4]. Tapi siapa peduli? Toh dalam sistem ini, yang penting loyal, bukan lokal. Maka tak heran jika banyak guru asli Papua tetap jadi honorer, sementara "tamu dari luar" sudah jadi kepala dinas. Afirmasi? Ah, itu cuma bahan seminar.
KESIMPULAN YANG SEBENARNYA SUDAH KITA TAHU, TAPI SELALU DIABAIKAN
Tanah Papua memang kaya. Tapi kekayaan itu tak pernah mampir ke dapur rakyat. Ia langsung terbang ke rekening para pengambil kebijakan, pemilik saham, dan kontraktor proyek nasional. Yang tersisa untuk rakyat hanyalah debu jalan, air keruh, dan undangan untuk rapat koordinasi yang tak pernah ada solusinya.
Tapi tenang. Selama kita masih bisa menyanyi lagu "Tanah Papua, tanah yang kaya", berarti belum waktunya marah.
Karena mungkin di mata negara, kita hanya latar belakang eksotis dari drama investasi yang memuakkan.
Sekian!!!
CATATAN KAKI (DARI MEREKA YANG MASIH BISA MEMBACA)
- JATAM Papua. Peta Konflik dan Konsesi di Papua, 2022.
- Tempo. Kekayaan Freeport, Kemiskinan di Papua, Desember 2021.
- LIPI. Jalan Trans Papua dan Dampaknya, 2020.
- KPPOD. Pelanggaran Prinsip Afirmasi ASN Papua, 2022.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI