Mohon tunggu...
Kebijakan Pilihan

Penguatan Kapasitas LPSK dalam Proses Peradilan di Indonesia

12 November 2018   10:39 Diperbarui: 12 November 2018   11:03 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sistem peradilan Indonesia merupakan suatu bentuk konkret penerapan hukum dalam masyarakat yang didasarkan pada aturan-aturan hukum. Dalam  Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 menyebutkan, "Negara Indonesia adalah Negara Hukum". Artinya, siapapun warga negara, wajib tunduk dan  patuh pada hukum. Dalam penerapannya, hukum tidak hanya untuk memperoleh keadilan, tetapi harus seimbang antara tuntutan keadilan dengan tuntutan kepastian hukum.

Dalam proses peradilan terdapat lembaga-lembaga penegak hukum dengan tugas dan fungsi yang berbeda-beda.  Lembaga tersebut antara lain (1) Kepolisian yang mempunyai fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. (2) Kejaksaan yang melaksanakan tugas dan wewenang serta fungsi kejaksaan di daerah hukum Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan  dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa serta tugas-tugas lain yang ditetapkan oleh Jaksa Agung. (3) Pengadilan dengan tiga tingkatan yaitu tingkat pertama, banding, dan kasasi. (4) Lembaga pemasyarakatan untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia.

Selain lembaga di atas terdapat sebuah lembaga yang independen yang berada di luar dari cabang kekuasaan eksekutif, legislatif maupun yudikatif, namun memiliki fungsi campuran antar ketiga cabang kekuasaan tersebut. Lembaga tersebut adalah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang bertanggungjawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada saksi dan korban. LPSK Melayani masyarakat sesuai dengan tugas dan fungsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tantang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Pemberian perlindungan bagi saksi dan korban dari suatu tindak pidana adalah bagian dari proses peradilan untuk penegakan hukum. Saksi dan korban adalah kunci untuk mewujudkan peradilan. Penegak hukum dalam proses peradila sering mengalami kesulitan karena tidak dapat menghadirkan saksi dan atau korban. Hal itu disebabkan adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu.

Dalam menyelenggarakan tugas LPSK mempunyai wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 12 A Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014. LPSK melaksanakan tugas untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada saksi dan korban sesuai dengan kewenangannya, yaitu:

1.      Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari pemohon dan pihak lain yang terkait dengan permohonan;

2.      Menelaah keterangan, surat, dan/atau dokumen yang terkait untuk mendapatkan kebenaran atas permohonan;

3.      Meminta salinan atau fotokopi surat dan/atau dokumen terkait yang diperlukan dari instansi manapun untuk memeriksa laporan pemohon sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

4.      Meminta informasi perkembangan kasus dari penegak hukum;

5.      Mengubah identitas terlindung sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;

6.      Mengelola rumah aman;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun