Mohon tunggu...
Fenti G.
Fenti G. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya suka menulis artikel dan berita, selain menulis saya juga senang meliput berita dan mengisi acara sebagai seorang host atau moderator.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kejanggalan Kasus Brigadir J Mirip dengan Kasus Kematian Hendrikus Hendra, Cara 'Permainan' yang Sama?

20 Juli 2022   18:30 Diperbarui: 20 Juli 2022   19:11 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

BEKASI - Saya menyoroti ada beberapa kejanggalan dalam proses pengusutan kasus adu tembak antar polisi yang terjadi di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Pol, Ferdy Sambo yang berakhir menewaskan seorang brigadir berinisial J. Melalui laman web media online terpercaya, saya mendapati 7 kejanggalan yang didapati saat proses penyelidikan kasus Brigadir J, meliputi:

Pertama, terkait disparitas waktu yang cukup lama sejak insiden dengan pengungkapan ke publik yakni sekitar 2 hari. Lalu, kronologis yang berubah-ubah disampaikan oleh pihak kepolisian, membuat kasus ini tidak masuk akal.

Kedua, ditemukannya luka sayatan pada jenazah Brigadir J di bagian muka. 

Ketiga, keluarga sempat dilarang melihat kondisi Jenazah. 

Keempat, CCTV dalam kondisi mati pada saat peristiwa terjadi.

Kelima, 3 Handphone keluarga inti diduga diretas sehingga mereka tidak dapat mengakses media sosial dan Whatsapp.

Keenam, Pakaian dan 3 Handphone milik Brigadir J hilang.

Ketujuh, Pernyataan hasil otopsi penyidik dengan dokter forensik berbeda.

Atas beberapa kejanggalan yang ada, saya memandang bahwa kasus baku tembak antara Brigadir J dengan Bharada E ini, sama halnya dengan kejanggalan pada kasus kematian tidak wajar Hendrikus Hendra, Sanggau.

Dalam kasus Hendrikus Hendra atau Aphin, kejanggalan-kejanggalan yang terjadi berupa:

Pertama, Aphin ditemukan meninggal dunia di rumahnya pukul 7 pagi dan cepat-cepat ingin dikuburkan oleh keluarga intinya pada jam 9 pagi tanpa memberitahu keluarga adik-adik kandung Aphin terlebih dahulu.

Kedua, adanya luka-luka dibagian dahi dan bibir bagian dalam, garis lurus agak dalam di atas jakun dugaan seperti bekas jeratan tali dan tulang metacarpal di tangan Hendrikus Hendra dugaan remuk atau patah.

Ketiga, saat keluarga adik-adik kandung Aphin mengunjungi jenazah Aphin untuk terakhir kali. Jenazah sudah dimasukan kedalam peti dan di paku mati sehingga hanya menamakan wajah almarhum.

Keempat, Hasil ekstrak CCTV tidak kunjung diperlihatkan dan disembunyikan selama berbulan-bulan oleh penyidik.

Kelima, Handphone hitam milik Hendrikus Hendra atau Aphin tidak diketahui keberadaannya dan diduga di dalam handphone tersebut berisi SMS ancaman pembunuhan yang dikirim 2 bulan sebelum Aphin ditemukan meninggal.

Keenam, Baju biru yang dikenakan Aphin dan sempat terlihat di rekaman CCTV singkat entah dimana keberadaannya. Anehnya, saat pertama kali Hendrikus Hendra ditemukan meninggal oleh istrinya, Marta Yanti, baju Aphin berubah warna menjadi coklat.

Ketujuh, Handphone adik-adik kandung Aphin diduga disadap terutama untuk Whatsapp. 

Kedelapan, Pernyataan Penyidik mengatakan jika Aphin meninggal karna riwayat TBC, sedangkan pernyataan forensik menyatakan jika Aphin meninggal karna kepalanya ditekan dengan kuat dari belakang dan posisi wajah tertutup bantal.

Oleh karena itu, saya menilai adanya kejanggalan pertanggungjawaban perkara pidana sering terjadi apabila melibatkan anggota kepolisian dengan sejumlah pola yang sama.

Seperti ketidaktegasan dalam mekanisme pidana terhadap anggota yang terbukti bersalah dan pada akhirnya hanya menindak secara mekanisme internal etik atau disiplin.

Keberulangan peristiwa ini tentu saja akan berdampak pada mengikisnya kepercayaan masyarakat dan menghancurkan wibawa Korps Bhayangkara. Hashtag yang sempat viral yaitu #percumalaporpolisi pun menjadi saksi bobroknya kepercayaan masyarakat kepada Kepolisian Republik Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun