Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Wahai Presiden Terpilih, Lakukanlah Wakilmu dengan Sebaik-baiknya

23 Juni 2023   15:40 Diperbarui: 23 Juni 2023   19:30 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam konstitusi, Presiden bukan dipilih hanya untuk menunjukkan siapa Presidennya, melainkan 1 paket dengan seorang Wakil Presiden yang hendaknya membantu Presiden dalam tugas negara dan pemerintahan sehari-hari, dimana seyogyanya seorang Wakil Presiden bukan sekedar ditunjuk hanya untuk mendulang suara saja ketika pemilihan dimana Wakil Presiden selalu merepresentasikan golongan atau kelompok hingga kepentingan tertentu yang melekat dalam dirinya. 

Ingat, Wakil Presiden ada dalam kertas suara hanya saja perannya tidak lebih dominan dalam menentukan suatu kebijakan. To the point saja, seolah Wakil Presiden tidak ada peranan yang berimbang untuk memastikan konsep menghargai-melengkapi itu benar-benar berjalan. 

Kalau dalam sejarah, saya jujur akui bahwa duet seorang Soekarno dengan Mohamad Hatta adalah padanan pas waktu awal kemerdekaan (kurang lebih dari 1945-1950).

Seorang Soekarno alias Bung Karno yaitu orator ulung dan juga negosiator handal karena memiliki kharisma dan juga pandai dalam urusan-urusan yang membumi karena kedekatan dengan rakyat. 

Mohamad Hatta alias Bung Hatta lahir sebagai seorang profesional karena berkecimpung di dunia akademisi yang selaras dengan pergerakan sekaligus pemikir dan eksekutor dimana ia banyak pada tataran kebijakan dan keputusan untuk melengkapi konsensus yang tepat bagi Indonesia Merdeka. 

Keduanya memang berbeda, tidaklah sama karena selalu berdebat atas dasar perbedaan gagasan, namun keduanya adalah sosok terbuka dan diskusi terbangun adalah soal kesepakatan bangsa dan negara untuk saling melengkapi. Itulah dwitunggal sesungguhnya karena keduanya punya tujuan sama yaitu Indonesia Merdeka dan Berdaulat. Dulu tidak pakai Keppres lho, sesuai porsinya saja.

Duet antara Abdurrahman Wahid dengan Megawati Soekarnoputri (Gusdur-Mega) juga oke menurut saya bila menjadi pijakan dalam memberikan kewenangan yang sejalan dan setara antara seorang pemimpin dan wakilnya. 

Sekalian saja membuat aturan tertulis ada Keppresnya bahwa Presiden memberikan penugasan terkait sebagian hal-hal pokok yang selayaknya menjadi kewenangan Presiden diarahkan kepada Wakil Presiden mengingat saat itu Gus Dur sendiri memiliki keterbatasan sehingga sudah dirambukan mana yang bisa dikerjakan oleh seorang Wakil Presiden dan tegas di Keppres dijelaskan. 

Kalau secara spesifik adalah salah satunya dalam memutuskan kebijakan tertentu dalam Rapat Kabinet Terbatas, dimana Presiden hanya memberikan pengantar dan selebihnya Wapres yang akan memimpin dan memutuskan dalam sidang Kabinet tentu sepengetahuan Presiden. Kemudian beberapa penugasan lainnya yang intinya sudah dirambukan selaras dengan kepentingan dan situasi terkini. 

Menurut saya jujur itu terobosan, maka demikian to the point bahwa seorang Presiden wajib membuat Keppres serupa untuk menegaskan (bukan sekedar membatasi) tapi menjadi contoh keadilan bisa dicapai selaras dengan idealnya.

Jadi, prinsipnya tidak ada kepemimpinan yang one man show dimana Presiden bertugas sendiri dan seolah tidak berkaca pada sekitarannya seperti apa, hanya karena dia merasa dominan. 

Bukan pula, Presiden yang justru malah banyak memberikan atau sering mendelegasikan kepada Menteri atau Menko (hingga dicap sebagai Menteri Utama) sementara ada Wapres yang jelas sepaket cuma dijadikan pajangan atau banserep. Atau Matahari Kembar, seperti seorang Wapres yang berani bertindak sendiri atas dasar kewenangan dan kekuatan yang dimiliki secara realita, tapi tidak memahami bahwa ia punya atasan yaitu seorang Presiden. 

Bahkan ribetnya adalah ketika Presiden dan Wapres bersinggungan pendapat bahkan memutuskan kebijakannya sendiri-sendiri. Seolah, malah Wapres yang paling utama karena banyak memutuskan (apalagi dia didukung banyak pihak) Presiden jadi seolah sekedar seremoni saja, alias Wapres = The Real President. 

Atau jelek-jeleknya Presiden dan Wapres ibarat Presiden seorang Pemerintah dan Wapres seorang Oposisi, awalnya sepaket ujungnya malah ribut. Ini berbahaya, karena mereka dipilih sebagai satu paduan dan tidak semestinya untuk membuat perpecahan dan pertentangan yang sangat berlarut sehingga situasi seperti ini pasti menimbulkan ketidakstabilan (chaos).

Dahulu ada Capres dan Cawapres yang sudah merencanakan untuk mengikut pada kepemimpinan Gusdur-Mega, yaitu Megawati yang saat itu berpasangan dengan Prabowo Subianto mencalonkan di 2009. 

Saat itu kita kenal perjanjian Batutulis dan poin pentingnya adalah penegasan kesepahaman jikalau terpilih bahwa Presiden tidak saling dominan dan Wapres pun demikian sehingga seimbang. Apa itu? Prabowo sebagai Wakil Presiden (di pasal 2) berhak dalam menentukan dan bertanggungjawab dalam program kebijakan perekonomian yang notabene fokus pada reformasi ekonomi kearah orientasi berdikari (antitesa dari kebijakan SBY yang katanya neolib) selaras dengan Pancasila yaitu berkepribadian kebudayaan Nasional. 

Pasal selanjutnya jelas, bahwa dalam rangka mendukung tupoksi strategis tersebut (berarti butuh tim) Prabowo berhak menentukan dalam tugas kerangka luas kabinet yang bertanggungjawab membantunya yaitu Portofolio kehutanan, pertanian, keuangan, ESDM, kelautan & perikanan, perindustrian, tenaga kerja & transmigrasi, hukum & HAM dan pertahanan. Intinya kalau portofolio tersebut juga adalah sepengetahuan bahkan usul Wapres, maka Wapres bertanggungjawab berkoordinasi aktif dengan Menteri tersebut bahkan paling tidak melalui portofolio tersebut setidaknya manifesto atau nilai yang dibawa Wapres dapat berjalan seirama. Namun sayangnya kalah.

Maka demikian, siapapun nanti yang terpilih di 2024. Mereka harus menjaga keseimbangan yang selayaknya bisa dicapai dalam sebuah kekuatan dwitunggal. Mungkin untuk sekarang tidak tertulis kurang relevan. Jadi, harus tertulis melalui Keppres yang menentukan sejauh mana kewenangan Wakil Presiden dan sejauh mana pula sesuatu diputuskan. 

Semisal resiprokal, dimana hal-hal atau bidang yang menjadi kewenangan Wakil Presiden namun bisa diputuskan Presiden sekalipun harus berkoordinasi dengan Wakil Presiden dan sebaliknya jika pada akhirnya Wakil Presiden musti memberikan masukan atau sebuah usulan strategis yang selayaknya diputuskan harus tetap sepengetahuan Presiden. Sehingga tidak ada yang saling menutup-tutupi dan membangun pertentangan. 

Bahkan jeleknya, malah ada kubu terbangun atas Presiden dan Wapresnya. Seperti sekarang, jika Wapres bertanggungjawab dalam bidang Penanggulangan Kemiskinan, Stunting, Otonomi Daerah, Papua, Olahraga Nasional, Pengendalian Inflasi, sama Ekonomi Syariah dan Reformasi Birokrasi, Tegaskan itu dalam Keppres supaya sama-sama jelas, Tidak saling bertabrakan kedepan, terutama dalam rapat-rapat. 

Paling tidak, kebijakan yang berkaitan dengan bidang-bidang tersebut jangan cuma urusan memo rapat tapi paraf draf kebijakan dan naskah akademik juga seperti Perpres, Permen, PP dan UU, Wapres berperan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun