Kebijakan tarif impor timbal balik atau Reciprocal Tariffs yang diterapkan oleh Amerika Serikat [AS] telah memberikan tekanan besar terhadap industri tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki di Indonesia.Â
Dengan tarif impor sebesar 32% untuk produk Indonesia, industri dalam negeri menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan daya saing ekspor ke AS. Sementara itu, Vietnam [46%], Kamboja [49%], dan China [34%] juga terkena tarif tinggi, yang memicu lonjakan ekspor mereka ke pasar alternatif, termasuk Indonesia.
Kondisi ini diperparah oleh kebijakan domestik, seperti Peraturan Menteri Perdagangan [Permendag] Nomor 8 Tahun 2024 yang belum direvisi, menyebabkan banjirnya impor produk tekstil ke pasar domestik.Â
Kita akan menganalisis dampak kebijakan tersebut dan mengusulkan solusi berbasis pendekatan regulasi, ekonomi, dan strategi industri untuk menjaga daya saing Indonesia.
Dampak Tarif Impor AS terhadap Industri Tekstil Indonesia
1. Penurunan Ekspor dan Hilangnya Pasar Utama
Berdasarkan data 2024, ekspor pakaian jadi Indonesia ke AS mencapai 61,4%, sementara ekspor alas kaki mencapai 33,8%. Dengan meningkatnya tarif impor, banyak merek internasional yang beroperasi di Indonesia kemungkinan akan menurunkan jumlah pesanan ke pabrik lokal. Hal ini akan mengurangi volume produksi dan mengancam keberlanjutan industri tekstil dalam negeri.
2. Banjirnya Produk Impor ke Pasar Domestik
Vietnam, Kamboja, dan China yang juga terkena tarif tinggi akan mencari pasar alternatif, salah satunya Indonesia. Dengan regulasi impor yang longgar, seperti yang tercantum dalam Permendag 8/2024, pasar domestik justru dibanjiri produk-produk asing dengan harga lebih murah. Hal ini berpotensi menekan produsen lokal dan meningkatkan risiko deindustrialisasi sektor tekstil.
3. Ketidakpastian Regulasi dan Daya Saing yang Menurun
Indonesia juga menghadapi tantangan dalam menciptakan lingkungan bisnis yang stabil dan kompetitif. Ketidakpastian regulasi, seperti tertundanya revisi Permendag 8/2024, membuat industri sulit beradaptasi dengan perubahan pasar global.Â
Di sisi lain, kebijakan insentif pajak seperti tax holiday kini terbatas akibat implementasi Global Minimum Tax, sehingga Indonesia harus mencari cara lain untuk menarik investasi industri.
Solusi Strategis untuk Menjaga Daya Saing Industri Tekstil Indonesia
1. Revisi Regulasi Impor dan Penguatan Kebijakan Perdagangan [Jangka Pendek: 3-6 Bulan]
Revisi Permendag 8/2024 untuk mengendalikan volume impor tekstil dan melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk luar.
Pengetatan pengawasan bea cukai untuk mencegah masuknya barang impor ilegal yang dapat merusak harga pasar.
Penerapan kebijakan Safeguard Measures bagi industri tekstil untuk melindungi produsen dalam negeri dari praktik perdagangan yang tidak adil.
2. Negosiasi Dagang dan Diversifikasi Pasar Ekspor [Jangka Pendek -> 6-12 Bulan]
Menjalin diplomasi dagang dengan AS untuk mencari solusi tarif yang lebih adil bagi produk Indonesia.
Diversifikasi pasar ekspor dengan meningkatkan penetrasi ke Eropa, Timur Tengah, dan Afrika melalui perjanjian perdagangan bebas.
Mendorong kerja sama bilateral dengan negara-negara ASEAN untuk memperkuat pasar regional.
3. Insentif dan Stimulus bagi Industri [Jangka Menengah-> 1-2 Tahun]
Penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia sebesar 50 bps untuk mendukung industri terdampak.
Pemberian subsidi energi dan insentif fiskal terbatas bagi industri tekstil dan alas kaki agar tetap kompetitif.
Program pelatihan SDM dan digitalisasi industri untuk meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing global.
4. Relokasi Pabrik dan Efisiensi Produksi [Jangka Panjang -> 2-5 Tahun]
Mendorong relokasi pabrik ke kawasan industri dengan biaya produksi lebih rendah, seperti daerah dengan insentif khusus.
Investasi dalam energi terbarukan untuk memenuhi standar produksi ramah lingkungan dan menarik investor global.
Peningkatan infrastruktur logistik dan distribusi untuk mengurangi biaya produksi dan mempercepat ekspor.
Kesimpulan
Dengan meningkatnya tarif impor AS, industri tekstil Indonesia berada dalam tekanan besar. Namun, dengan langkah-langkah strategis seperti revisi regulasi impor, negosiasi dagang, insentif industri, dan efisiensi produksi, Indonesia masih memiliki peluang untuk mempertahankan daya saingnya.Â
Dalam jangka pendek, revisi Permendag 8/2024 dan diversifikasi pasar ekspor menjadi prioritas utama. Sementara itu, dalam jangka panjang, peningkatan infrastruktur dan investasi dalam SDM serta energi terbarukan menjadi faktor kunci keberlanjutan industri.
Langkah-langkah ini harus segera diimplementasikan agar Indonesia tidak hanya bertahan, tetapi juga dapat berkembang dalam lanskap perdagangan global yang semakin kompetitif.
Referensi
- Badan Pusat Statistik (BPS). (2024). Ekspor-Impor Indonesia Menurut Negara Tujuan Utama: Komoditas Tekstil dan Pakaian Jadi. Jakarta: BPS.
- Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. (2024). Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Jakarta: Kementerian Perdagangan.
- Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. (2023). Laporan Kinerja Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Jakarta: Kementerian Perindustrian.
- United States International Trade Commission (USITC). (2024). Harmonized Tariff Schedule of the United States: Apparel and Footwear Tariff Rates for Indonesia, Vietnam, Cambodia, and China. Washington D.C.: USITC.
- World Trade Organization (WTO). (2023). Trade Policy Review: United States – Reciprocal Tariffs and Developing Country Impacts. Geneva: WTO.
- Indonesian Textile Association (API). (2024). Paparan Dampak Kenaikan Tarif Impor AS terhadap Industri TPT Nasional. Jakarta: API.
- McKinsey & Company. (2023). The State of Fashion 2024: Global Trade and Production Pressures. New York: McKinsey & Company.
- Bank Indonesia. (2024). Laporan Kebijakan Moneter dan Stabilitas Sistem Keuangan Triwulan I 2024. Jakarta: Bank Indonesia.
- International Labour Organization (ILO). (2023). Indonesia’s Garment Industry: Employment, Transformation, and Supply Chain Resilience. Geneva: ILO.
- Global Trade Alert. (2024). United States Tariff Actions and Trade Defense Measures: 2022–2024 Dataset. Zurich: University of St. Gallen.
- United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD). (2023). World Investment Report 2023: Investment in Sustainable Value Chains. Geneva: UNCTAD.
- Oxford Economics. (2024). Cost Competitiveness in Southeast Asian Textile Markets: A Comparative Study. London: Oxford Economics.
- World Bank. (2024). Indonesia Economic Prospects: Boosting Economic Resilience amid Global Uncertainty. Washington D.C.: World Bank Group.
- Center for Strategic and International Studies (CSIS Indonesia). (2024). Studi Dampak Ketidakpastian Regulasi terhadap Daya Saing Industri Tekstil Nasional. Jakarta: CSIS.
- ASEAN Secretariat. (2023). ASEAN Trade in Goods Statistics Database: Textile and Apparel Trade Flows. Jakarta: ASEAN Secretariat.
- PricewaterhouseCoopers (PwC Indonesia). (2023). Implikasi Global Minimum Tax bagi Industri Padat Karya di Indonesia. Jakarta: PwC Indonesia.
- Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI). (2024). Usulan Penerapan Safeguard Measures pada Produk Tekstil Tertentu. Jakarta: KPPI.
- International Trade Centre (ITC). (2023). Trade Map: Trade Statistics for International Business Development - Textile and Footwear Export Trends. Geneva: ITC.
- Green Industry Indonesia. (2023). Energi Terbarukan untuk Industri Tekstil: Peluang dan Tantangan. Jakarta: Kementerian Perindustrian.
- Asia Development Bank (ADB). (2023). Strengthening Regional Value Chains in Southeast Asia's Apparel Industry. Manila: ADB.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI