Mohon tunggu...
Mohamad FebrianSyukur
Mohamad FebrianSyukur Mohon Tunggu... Aktor - Mahasiswa

Bersiap Kecewa, bersedih tanpa kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Money

Peran Milenials sebagai Katalis di Bidang Riset

19 September 2020   06:20 Diperbarui: 19 September 2020   06:46 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Indonesia merupakan negara yang besar dan terletak dari ujung pulau aceh hingga papua dengan pulau sebanyak 17.504 yang dibagi ke dalam 34 provinsi dengan bentang luas 1,905 juta km (+5,8 X Malaysia) dan Suku bangsa sebanyak 1.340[1]. 

Negara yang kaya baik dari segi sumber daya manusia, pulau yang dimilikinya serta kelompok etnis dan kebudayaan yang sangat beragam inilah yang membuat Indonesia sering dilirik oleh negara lain dan masuk kontestasi dalam perpolitikan global dimana kita merupakan salah satu anggota G-20. 

Berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 jumlah penduduk Indonesia pada 2019 sebanyak 267 juta, sedangkan untuk tahun 2020 diproyeksikan meningkat ke 269,6 juta jiwa dengan laju penduduk (Angka pertumbuhan penduduk Indonesia) sebesar 1,49% pertahun.

Berarti tiap tahun pertambahan penduduk mencapai 3,5-4 juta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memperkirakan bila pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan.

Maka diprediksi jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2050-2060 mencapai 450- 480 juta atau dua kali lipat dari jumlah penduduk sekarang. Jumlah yang sangat fantastis bukan menimbang dari jumlah penduduk kita hingga ke luas negara kita yang luas.

Dengan penduduk diperkirakan mencapai 269,6 juta pada tahun 2020 maka apabila kita kalikan dengan angka pertumbuhan penduduk indonesia menciptakan suatu bonus demografi dimana sebanyak 185,34 juta jiwa penduduk indonesia dalam usia produktif (15-64 tahun). 


Potensi yang sangat besar bahkan jika kita bandingkan dengan negara yang sudah maju seperti jepang hanya berjumlah 75,96 juta jiwa namun potensi yang sangat besar ini akan percuma apabila kaum millenials (sebutan untuk mendefinisikan penduduk indonesia yang berumur dalam rentang 20-30 tahun an atau dalam usia produktif kelahiran 1990-2000 awal) tidak dibekali kemampuan untuk mengembangkan dirinya dan pendidikan serta fasilitas yang memadai. 

Angka kemiskinan di Indonesia pada september 2019 sebesar 9,22 persen (nyaris 10 persen dari total populasi) yang mengabikatkan banyak usia produktif atau anak indonesia kurang bisa mendapatkan akses dan fasilitas pendidikan yang baik.

Angka riset/penelitian di Indonesia menurut data SCImago, sepanjang 1996-2016, jumlah publikasi terindeks global Indonesia mencapai 54.146 publikasi. Bila dibandingkan Singapura, Thailand, dan Malaysia, peringkat Indonesia masih jauh berada di bawah ketiga negara ASEAN itu. 

Pada 2016, di tingkat dunia, Indonesia menempati peringkat 45 untuk jumlah dokumen yang terpublikasi internasional. Di kawasan Asia, posisi Indonesia berada di urutan 11, sementara di tingkat ASEAN peringkat keempat. 

Lebih lanjut terkait dengan dokumen yang terpublikasi meningkat menjadi 46,41 persen (11.470 publikasi) jika dibandingkan 7.834 publikasi pada 2015. Kendati naik, angka ini masih jauh bila dibandingkan Singapura (19.992 publikasi) dan Malaysia (28.546 publikasi).

Berkaitan dengan angka publikasi yang meningkat namun Indonesia sendiri masih jauh tertinggal dibandingkan negara tetangga bahkan di riset global namun dalam memetakan iklim riset selain dari angka publikasi kita juga harus memperhitungkan jumlah paten di Indonesia bersumber dari United States Patent and Trademark Office, hingga 2015 total paten Indonesia yang terdaftar pada Kantor Paten Amerika berjumlah 333. 

Angka ini masih sangat jauh dibandingkan negara ASEAN lainnya, seperti Singapura (10.044 paten), Malaysia (2.690 paten), dan Thailand (1.043 paten). 

Tidak hanya tertinggal, pertumbuhan paten Indonesia juga menunjukkan tren yang stagnan sejak 2005. Stagnansi yang melanda jumlah paten Indonesia menunjukkan bahwa dalam perkembangannya iklim riset (Research & Development) belum menjadi suatu keharusan ataupun priotitas Indonesia saat ini.

Rendahnya jumlah dokumen yang terpublikasi secara internasional, salah satunya, disebabkan sedikitnya jumlah peneliti di Indonesia. Data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2017 menunjukkan peneliti di Indonesia (hanya) berjumlah 9.685 orang. 

Angka tersebut merupakan jumlah peneliti di seluruh pejabat fungsional yaitu peneliti dari seluruh Kementerian/LPNK di Indonesia. Terdapat tren kenaikan kuantitas sejak 2010. Pada 2010 jumlah peneliti di Indonesia mencapai 7.502 orang, pada 2012 berjumlah 8.075 orang. Angka terus meningkat menjadi 9.128 orang pada 2014. 

Meski jumlahnya terus bertambah, jumlah ini masih terbilang sedikit dibandingkan negara di kawasan ASEAN. Sebab, rasio jumlah peneliti dengan jumlah penduduk di Indonesia adalah sebesar 1.071 peneliti per satu juta penduduk. 

Misalnya saja, rasio jumlah peneltii dengan jumlah penduduk di Singapura adalah lebih dari 7000 ribu peneliti per satu juta penduduk. Sedangkan Malaysia sebanyak 2.590 peneliti per satu juta penduduk. Sementara di Indonesia.

Lebih lanjut rendahnya iklim publikasi yang berdampak pada rendahnya aspek kualitas dan kuantitas iklim riset di Indonesia Jumlah penduduk indonesia yang lulus perguruan tinggi pun mengakibatkan korelasi yang serupa menurut data BPS pangsa tenaga kerja lulusan sekolah dasar (SD) mendominasi pangsa tenaga kerja Indonesia. 

Selama 2014 hingga 2018, setidaknya seperempat dari tenaga kerja merupakan lulusan SD. Maka hemat penulis secara pribadi tergugah untuk bertanya apakah para tenaga kerja siap dengan perubahan dan dinamika industri? 

Apakah para pekerja Indonesia cukup adaptif, fleksibel, dan inovatif untuk bertahan dalam gelanggang kerja? Sejumlah pertanyaan tersebut dapat menjadi catatan. 

Hal ini karena memasuki masa industri 4.0 tak cuma soal kesiapan dan kecanggihan teknologi yang digunakan, kualitas SDM ketenagakerjaan tak kalah penting dan mesti menjadi perhatian utama.

Maka melihat dari ketiga faktor diatas yaitu ; jumlah peneliti yang sedikit, angka lulus perguruan tinggi yang minim dan jumlah penduduk Indonesia dalam usia Produktif yang besar dibutuhkan suatu katalistator untuk menyelamatkan iklim Riset di Indonesia. 

Dan jawabannya adalah Millenials itu sendiri, dimana masalah yang sering kita hadapi yaitu kurangnya minat, motivasi dan informasi untuk melakukan riset padahal Milenials merupakan unsur terbanyak sekaligus penopang kemajuan bangsa.

Melihat dari urgensi dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi bangsa yang maju dan dihormati oleh masyarakat Dunia Riset dan Pengembangan berkorelasi positif akan persepsi bangsa Indonesia itu sendiri karena masyarakat yang maju merupakan masyarakat yang mandiri dan dapat menyelesaikan masalah atau tantangan yang dihadapinya. 

Cara untuk bisa menjawab dan menyelesaikan itulah disebut dengan Riset. Dukungan para pihak dan usaha yang tidak henti serta korelasi riset yang dilakukan kepada ekonomi dan sektor industri yang efektif dapat menjawab tantangan sekaligus menjadi Negara Indonesia sebagai negara yang maju dan untuk mencapai itu semua dibutuhkan milenials yang berperan aktif serta progresif di bidang riset.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun