Aku tidak tahu. Tapi malam-malam setelah itu, aku menulis ulang pola pikirku. Tentang maskulinitas yang keliru. Tentang kebutuhan yang tidak perlu disembunyikan. Tentang cinta sebagai tindakan, bukan kondisi.
Aku belajar untuk bicara. Untuk menyapa lebih dulu. Untuk mengakui rapuhku tanpa merasa kehilangan harga diri. Istriku belum sepenuhnya pulih. Tapi dia bilang, “Kalau kita mau sembuh, kita harus jadi dua orang baru yang mau belajar dari yang lama.”
Dan mungkin itulah harapan yang tersisa: bukan untuk menghapus kesalahan, tapi membentuk pemahaman yang bisa mencegahnya terjadi lagi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI